PRINSIP
ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
REFRENSI
1.
Hadiwardoyo, Purwa, 1989. Etika Medis, Yogyakarta, Balai
Pustaka
2.
Heni, 2009.
Etika Profesi Kebidanan, Yogyakarta.
Fitramaya
3. Puji
Heni, Yetty Asmar, 2005. Etika
Profesi Kebidanan, Yogyakarta. Fitramaya
1.1 PENDAHULUAN
Manusia tumbuh sejak lahir
sampai dengan bertambahnya usia selalu melakukan interaksi atau bergaul dengan
manusia lainya dan semakin luas daya cakup hubungannya dengan manusia lain
didalam masyarakat tersebut. Dengan perjalanan hidupnya manusia akan mengetahui
dia mempunyai persamaan dan juga perbedaan dengan manusia lainnya. Dalam
pergaulan manusia mempunyai kebebasan akan tetapi hal tersebut bukan berarti
manusia mempunyai sifat semaunya sendiri. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling
sempurna karena dilengkapi oleh penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak,
akal adalah alat berfikir, sebagi sumber ilmu dan teknologi. Dengan akal
manusia menilai mana yang benar dan mana yang salah, sebagi sumber nilai
kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan, dengan persaan
manusia menialai mana yang indah dan yang jelek dan kehendak adlah alat untuk
menyatakan pilihan sebagai sumber kebaikkan. Dengan kehendak manusia menilai
mana yang baik dan mana yang buruk, sebagai sumber nilai moral.
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman
yang baik mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi
bidan agar mampu menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional
dalam melakukan profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan,
baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pengkajian dan pembahasan tentang
etika tidak selalu
berhubungan dengan moral dan norma. Kadang
etika diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan dalam
aplikasinya. Moral lebih menunjuk pada perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan Etika dipakai sebagai kajian
terhadap sistem nilai yang berlaku.
Sebuah pendidikan etika
dimulai dari keluarganya pendidikan dari ayah, ibunya kakak dan saudara lainnya
atau dari lingkungan sekitarnya, pendidikan ini yang dapat memunculkan perilaku
seseorang. Pendidikan tersebutlah yang menjadi pedoman hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan juga hubungan manusia dengan masyarakat lainnya. Etika
sosial merupakan pengamalan pola tingkah laku manusia dengan sesama manusia
dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Adanya etika terhadap sesama manusia dan
etika profesi atau etika sosial saling melengkapi sehingga kebahagiaan akan
terwujud
Etika
juga sering dinamakan filsafat
moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan
manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan
oleh manusia. Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan
memperoleh pujian sebagai rewardnya, namun perbuatan yang melanggar
norma moral, maka si pelaku akan memperoleh celaan sebagai punishmentnya. Oleh karena itu, para
bidan maupun calon bidan, harus mampu memahami kondisi masyarakat yang semakin
kritis dalam memandang kualitas pelayanan kebidanan, termasuk pula
ketidakpuasan dalam pelayanan.
URAIAN MATERI
2.1
Pengertian Etika, Etiket, Moral dan Hukum
A. Pengertian Etika
Diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan
dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong
oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".
Menurut Siagian (1996) menyebutkan
bahwa setidaknya ada 4 alasan mengapa mempelajari etika sangat penting: (1)
etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang dihadapi dalam
kehidupan, (2) etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada esepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan
yang harmonis dapat tercapai, (3) dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan
perubahan nilai-nilai moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang
(4) etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk
sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang hakiki.
Pelajaran mengenai etika tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk
pencarian/penguasaan ilmu. Etika menurut penjelasan Bartens berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu ethos, sedangkan dalam bentuk tunggal yang berarti adat
kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah to
ether artinya adat kebiasaan. Secara etimologi, ada dua pendapat mengenai
asal-usul kata etika (Ayi Sofyan, 2010) yakni; pertama, etika berasal dari bahasa
Inggris, yang disebut dengan ethic (singular) yang berarti suatu sistem,
prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics
dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka
ethics berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip
moral. Jika ethics dengan maksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral
yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi
Kedua, etika berasal dari bahasa
Yunani, yang berarti ethikos yang mengandung arti penggunaan, karakter,
kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep
seperti harus, mesti benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas
atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik
secara moral. Sedangkan dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti ethos, yang
apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, adat akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada
asal-usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi
terbentuknya etika yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral (Mohammad Adib, 2010). Pendapat para ahli mengenai
etika.
1.
Ahmad
Tafsir, 2012. Etika merupakan budi pekerti menurut akal. Etika merupakan ukuran
baik buruk perbuatan manusia menurut akal.
2.
Amsal
Bakhtiar, 2013. Mengartikan etika dalam dua makna, yakni; etika sebagai kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia dan etika
sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal perbuatanperbuatan,
atau manusia-manusia yang lain.
Etika adalah masalah
sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi orang baik”, tetapi
juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya
disebut "ethos"nya. Jadi etika adalah bagian dan pengertian dari
ethos, usaha untuk mengerti tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi
tingkah laku kita, khususnya tata aturan yang fundamental seperti larangan
membunuh dan mencuri dan perintah bahwa orang harus "menghormati orang
tuanya" dan menghormati hak-hak orang lain yang kita sebut moralitas.
Hubungan erat antara etika dan adat sosial ("adat-istiadat" yang
mempunyai akar etimologis yang sama dengan kata "moralitas") mau
tidak mau menimbulkan pertanyaan apakah moralitas adalah adat istiadat
masyarakat tertentu, dan apakah etika adalah suatu hukum tertentu. Jelaslah
bahwa etika dan moralitas berkaitan erat sekali dengan hukum dan adat
istiadat/kebiasaan masyarakat. Misalnya di Indonesia pada umumnya berpelukan di
depan umum atau mencari untung dengan berlipat-lipat dalam transaksi bisnis
dianggap tak bermoral dalam masyarakar tertentu.
Sebuah etika atau ethics
merupakan bagaimana kita memperhatikan atau mempertimbangkan perilaku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan
penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan
“kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Berbagai pengertian etika
yang telah diuraikan di atas, oleh Palmquis digambarkan seperti pohon besar
yang memiliki satu cabang pohon yang besar, di mana ujung dari suatu pohon
tersebut terdapat ranting-ranting begitu banyak. Ranting-ranting tersebut
sangat penting, karena di sinilah tumbuh daun dan buah pohon. Jumlahnya yang
begitu banyak tidak berpengaruh signifikan pada penampilan dan kesehatan pohon
ketika salah satu ranting disingkirkan. Satu cabang pohon yang besar itu
merupakan analogi dari Palmquis sebagai prinsip-prinsip moral yang fundamental,
yang disebut dengan “meta-etika”. Sedangkan ranting-ranting itu merupakan
pertanyaan-pertanyaan etis tentang bagaimana manusia harus bertindak,
pertanyaan ini mencakup berbagai aspek termasuk pada persoalan yang spesifik,
sehingga oleh Palmquis disebut dengan “etika terapan” (Stephen Palmquis, 2007).
Dalam perkembangannya,
etika dapat dibagi menjadi dua, etika perangai dan etika moral. Etika perangai
adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai (sifat batin
manusia yang mempengaruhi pikiran dan perilaku manusia) manusia dalam hidup
bermasyarakat di daerah dan waktu tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan
berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku.
Contoh etika perangai adalah
1.
Berbusana
sesuai dengan adat
2.
Pergaulan
remaja didalam masyarakat tertentu
3.
Upacara
adat.
Sementara untuk etika moral
berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat
manusia. Apabila etika ini dilanggar, timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang
tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang
disebut moral. Contoh moral adalah berkata dan berbuat jujur; menghormati orang
tua atau guru; menghargai orang lain;
CONTOH PENERAPAN ETIKA
Ø Seorang dosen memergoki salah satu
mahasiswinya sedang menyotek saat ujian
di kelas.
Fase meta-ethics :
Si dosen memutuskan bahwa tindakan mahasiswinya tersebut merupakan
“perilaku buruk /kejahatan”. Pemikiran tersebut merupakan respons si dosen
setelah ia melihat perbuatan mahasiswinya
Fase ethical/ moral theory :
Si dosen sedang menimbang tindakan yang akan ia lakukan berdasarkan
nilai dan norma yang ia yakini. Ia mengetahui bahwa perbuatan mahasiswinya itu
salah. Namun tindakan apa yang paling tepat ia lakukan untuk menyadari bahwa
perbuatan mahasiswinya salah dan membuat mahasiswinya jera sehingga tidak akan
mengulanginya lagi. Pilihannya antara
lain mengeluarkan anak itu dari kelas dan menskorsnya / ia akan memanggil ortu
mahasiswi tsb sehingga orang tua bisa turut memperbaiki perilaku si anak
Fase practical ethics
:
Si dosen mengambil tindakan yang dianggapnya paling tepat
B. Pengertian Etiket
Bertens dalam Abdulkadir Muhammad menyampaikan: Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
Ø Etiket berasal dari bahasa
inggris Etiquette. Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan
santun.
Ø Etiket (Perancis) adat sopan
santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar
hubungan selalu baik.
C. Perbedaan Etika dan Etiket
1)
Etiket menyangkut suatu perbuatan yang dilakukan manusia,
Misal
: Jika saya menyerahkan sesuatu
ke atasan harus menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket bila
menyerahkan dengan tangan kiri. Tetapi etika memberi norma tentang perbuatan
itu sendiri. Jangan mencuri merupakan norma etika. Apakah orang mencuri pakai
tangan kanan atau kiri
2)
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan
Misal : Bila tidak ada saksi mata etiket tidak berlaku misal ; dianggap
melanggar jika kita makan berbunyi / dengan meletakkan kaki di atas meja. Tapi
jika makan sendirian tidak melanggar etiket. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya
orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku entah ada orang / tidak ada.
Barang yang dipinjam juga harus dikembalikan meskipun pemiliknya sudah lupa.
3)
Etiket bersifat relatif.
Misal : Makan
dengan tangan atau bersendawa
4)
Etika bersifat absolut ,
Misal
: jangan mencuri , jangan berbohong dan
jangan membunuh. Merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar
5)
Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah sedang etika
menyangkut manusia lebih dalam.
Misal
: Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam” : dari luar sangat sopan
dan halus tapi di dalam penuh kebusukan.
6)
Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
D. Persamaan etika dengan etiket :
Penggunaan kata etika dan
etiket sering dicampuradukan. Padahal antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan
yang sangat mendasar walaupun ada juga persamaanya. Kata Etika berarti moral, sedangkan
kata etiket berarti sopan santun, tata krama. Persamaan antara kedua istilah tersebut adalah keduanya
mengenai perilaku manusia. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya
memberi norma perilaku manusia bagaimana seharusnya berbuat atau tidak berbuat. Dari
pertanyaan tersebut
1.
Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan itu
boleh dilakukan atau tidak, misalkan masuk rumah orang lain tanpa izin.
Bagaimana cara masuknya, bukan menjadi permaslahan, akan tetapi etiket
menetapkan cara melakukan perbuatan, menunjukan apakah cara itu baik, benar dan
tepat sesuai yang diharapkan.
2.
Etika bergantung pada ada tidaknya orang lain, misalnya
larangan mencuri selalu berlaku, baik atau tidak ada orang lain. Etiket hanya
berlaku pada pergaulan jika tidak ada orang lain etiket tidak berlaku.
3.
Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar menawar, misalnya
jangan mencuri dan jangan membunuh. Etiket bersifat relatif, yang dianggap
tidak sopan dalam suatu kebudayaan dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan
lain, misalnya di Indonesia memegang kepala orang, di Indonesia tidak sopan,
akan tetapi di negara lain bisa saja sopan.
E. Etika memandang manusia dari
segi dalam (batiniah), orang yang bersifat etis adalah orang yang benar-benar
baik, sifatnya tidak bersifat munafik. Etiket memandang manusia dari segi luar
(lahiriah), tampaknya dari luar sangat sopan dan halus, tetapi didalam dirinya
penuh kebusukan dan kemunafikan.
F. Pengertian Moral
Moral adalah nilai-nilai
dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik
atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan
atau perubahan norma atau nilai. Moralitas berasal dari bahasa Latin Moralis,
artinya:
1)
Segi moral suatu perbuatan atau
baik buruknya.
2)
Sifat moral atau keseluruhan azas
dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
Beranjak dari pengertian moral,
pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, pedoman sekaligus alat kontrol yang paling ampuh
dalam mengarahkan kehidupan manusia. Seorang manusia yang tidak memfungsikan dengan sempurna moral yang
telah ada dalam diri manusia yang tepatnya berada dalam hati, maka manusia tersebut
akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan
yang sesat. Dengan demikian, manusia tersebut telah merendahkan martabatnya sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata "moral" memiliki arti; ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila; kondisi mental yang
membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan. Sejalan dengan pengertian moral
sebagaimana disebutkan di atas, K Bertens (1994) mengatakan bahwa kata yang sangat dekat dengan
"etika" adalah "moral". Kata ini berasal dari bahasa latin
"mos", jamaknya "mores" yang juga berarti adat kebiasaan.
Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat
kebiasaan. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, etilca berasal dari bahasa
Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin." Dengan merujuk pada arti kata etika yang sesuai,
maka arti kata moral sama dengan arti kata etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan seseorang, atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Berbicara mengenai
tingkah laku seseorang, maka ini pula berkaitan dengan kesadaran yang harus
dijalankan oleh seseorang dalam memaknai dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Disinilah
manusia membedakan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan tidak boleh dilakukan
walaupun tindakan ini bersifat kejam.
Sebagai contoh adalah aborsi,
di dalam keadaan medis tertentu seorang dokter terpaksa melakukan aborsi untuk menyelamatkan
salah satu nyawa. Namun moralitas tidak dapat membenarkan tindakan tersebut, karena
seorang dokter tidak punya hak atau wewenang untuk memilih mana yang harus diselamatkan si ibu atau si
anak. Atas pertimbangan apa seorang dokter berlaku sebagai Tuhan yang menentukan
siapa berhak hidup dan siapa harus mati? Hal tersebut sampai hari ini masih menjadi
polemik diantara kelompok pro choice dan pro life. Moralitas terkadang menjadi tidak fleksibel di
dalam menghadapi berbagai kasus yang menuntut keputusan yang cepat dan benar. Moral merupakan aturan dimana
manusia harus bertindak baik secara lisan maupun tulisan secara batin maupun
lahiriah. Fungsi moral adalah memberi pedoman pada tindakan manusia agar selalu dalam koridor
kebenaran. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia
sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang
bagaimana manusia harus hidup. Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada
perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral
merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan
kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau
isteri, sebagai pustakawan.
Moral berkaitan dengan
moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan
etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau
adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Hubungan
antara etika dan moralitas, etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan
merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai
lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan
diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan
tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah
sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis
artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan
moral yang seharusnya.
Beauchamp and Childress
(1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan
dasar moral (moral principle) dan beberapa jalan di bawahnya. Keempat kaidah
dasar moral tersebut adalah:
1.
Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati
hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination).
Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent;
2.
Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang
mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence
tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari pada sisi buruknya (mudharat);
3.
Prinsip non maleficience yaitu prinsip moral yang
melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip justice, prinsip
moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam tersikap maupun
dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice)
FAKTOR PENENTU MORALITAS DAN
FAKTOR MEMPENGARUHI MORALITAS
Sumaryono dalam Abdulkadir Muhammad (1995),
mengemukakan tiga faktor penentu moralitas perbuatan manusia yaitu:
1)
Motivasi
2)
Tujuan akhir
3)
Lingkungan perbuatan
Perbuatan manusia dikatakan
baik apabila motivasi, tujuan akhir, dan lingkungannya juga baik. Apabila salah
satu faktor penentu tersebut tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia
menjadi tidak baik. Motivasi adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan
dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi itu
dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan. Tujuan
akhir (sasaran ) adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas.
Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak. Perbuatan itu menjadi objek
perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh pelakunya.
Pada prinsipnya manusia
diciptakan Tuhan Yang Maha Esa memiliki sikap yang baik, namun dalam perjalanan
hidupnya akan mengalami suatu proses terkadang diatas dan dibawah, sehingga
manusia itu akan terjerumus ke dalam perbuatan tidak sesuai dengan perintah
Tuhan. Dengan demikian, manusia yang masih memiliki akhlak yang baik, dapat dikatakan
masih memiliki moral yang baik. Dalam tataran terminologi agama dan filsafat,
orang yang memiliki moral yang baik, sering diartikan dengan kalimat masih
memiliki "moralitas" yang baik. Liliana Tedjosaputro membagi
moralitas ke dalam dua bagian, yakni (1) moralitas dapat bersifat intrinsik,
berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia, itu baik atau
buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada. Moralitas
intrinsik ini sesungguhnya terdapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri;
(2) moralitasyang bersifat ekstrinsik penilaiannya didasarkan pada peraturan
hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Moralitas
yang bersifat ekstrinsik ini merupakan realitas bahwa manusia itu terikat pada
nilai-nilai atau norma-norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama, namun
pada sisi lain, Immanuel Kant sebagaimana yang diterjemahkan oleh Lili
Tjahjadi, membedakan moralitas menjadi:
a.
Moralitas heteronom, sikap di mana kewajiban ditaati dan
dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang
berasal dari luar kehendak si pelaku sendiri, misalnya karena mau mencapai
tujuan yang diinginkan ataupun karena perasaan takut pada penguasa yang memberi
tugas kewajiban itu;
b.
Moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang
ditaatinya sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai
hal yang baik. Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti dan menerima hukum
bukan lantaran mau mencapai tujuan yang diinginkannya ataupun lantaran takut
pada penguasa, melainkan karena itu dijadikan kewajiban sendiri berkat nilainya
yang baik.
G. Pengertian Kode Etik
Norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan
didalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri
profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin
ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
H. Pengertian Hukum
Segala peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama
yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya. Hukum
berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai
arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan
erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya
hukum.
Contoh : bahwa
mencuri itu adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di
masyarakat maka harus diatur dengan hukum.
Berikut pendapat para tokoh mengenai definisi hukum:
1)
Menurut Aristoteles : Particular law is that which each community lays down and applies to
its own member. Universal law is the law of nature.
2)
Menurut Grotius : Law is a rule of moral action
obliging to that which is right.
3)
Menurut Hobbes : Where as law, properly is the word of him, that by right had command
over others.
4)
Menurut Prof. Mr Dr C. van Vollenhoven : Recht is een verschijnsel in rusteloze
wisselwerking van stuw en tegenstuw. Menurut Bertens, ada beberapa
perbedaan antar hukum dan moral:
a)
Hukum ditulis sistematis, disusun
dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat
obyektif.
b)
Moral bersifat subyektif, tidak
tertulis dan mempunyai ketidak pastian lebih besar.
c)
Hukum membatasi pada tingkah laku
lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
d)
Moral menyangkut sikap batin
seseorang.
e)
Hukum bersifat memaksa dan
mempunyai sanksi.
f)
Moral tidak bersifat memaksa,
sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
g)
Hukum didasarkan atas kehendak
masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum. Hukum tidak
menilai moral.
h)
Moral didasarkan pada norma-norma
moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak dapat
merubah moral. Moral menilai hukum.
Pada dasarnya hukum merupakan cerminan nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat dan memegang nilai-nilai secara konsisten merupakan tindakan yang
etis , sehingga antara hukum dan etika juga memiliki keterkaitan .Digunakan
sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya. Tujuan adanya
hukum adalah
a.
Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b.
Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi
2.2
Sistematika
Etika
a.
Etika
Umum
Etika secara umum dapat dibagi
menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan secara
etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia
dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas, mengenai pengertian umum dan teori-teori.
Etika khusus adalah penerapan
prinsip-prinsip moral dalam bidang kehidupan khusus. Penerapan ini bisa berwujud: bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya
lakukan, yang disadari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu
dapat berwujud; bagaimana saya menilai perilaku pribadi saya dan orang lain dalam suatu bidang kegiatan dan
kehidupan khusus yang dlatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis;
cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada di baliknya.
Etika khusus dibagi lagi
menjadi dua etika yaitu etika individual dan etika sosial. Etika
individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri. Etika social berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai
anggota umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik
secara perorangan maupun secara bersama dan dalam bentuk kelembagaan
(keluarga, masyarakat,
negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangan dunia dan ideologi, sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing,
maupun tentang tanggungjawab manusia terhdapa makhluk hidup lainnya, serta alam semesta pada umumnya
Ø Hati
Nurani
Hati
nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan
tingkah laku nyata kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk
melakukan sesuatu sekarang dan disini. Ketika kita tidak mengikuti hati nurani
berarti kita menghancurkan integritas kepribadian kita dan mengkhianati
martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
manusia mempunyai kesadaran.
Berikut
ini ada beberapa contoh-contoh pengalaman hati nurani sesuai lingkup pengalaman
tugas sebagai bidan.
Contoh
kasus: “Seorang
bidan menjalankan praktek pelayanan kebidanan di klinik atau rumah bersalin,
kemudian ada seorang remaja datang diantar oleh ibunya. Kemudian diperoleh data
hasil anamnese bahwa remaja tersebut hamil di luar nikah atau unwanted pregnancy, kemudian atas
permintaan si ibu dari remaja tersebut meminta untuk menggugurkan janin yang
dikandung anaknya. Dengan menawarkan sejumlah besar uang yang menggiurkan bila
si bidan bersedia menggugurkan kandungan anaknya. Bidan tersebut pada dasarnya
menyadari bahwa perbuatan tersebut melanggar kode etik profesi bidan
dan aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Tapi bidan tersebut tergiur oleh
uang yang begitu besar. Bidan tersebut akhirnya memutuskan untuk menggugurkan
kandungan si remaja tersebut. Ia mendapat uang yang banyak, namun dalam
batinnya merasa gelisah. Ia merasa malu pada dirinya sendiri, batinnya tidak
tenang.”
Kisah
tersebut diatas merupakan contoh yang dapat digunakan sebagai bahan refleksi
perenungan mengenai seperti apa hati nurani itu. Dalam hati nurani ada suatu
kesadaran bahwa ada yang turut mengetahui tentang perbuatan-perbuatan kita.
Hati nurani merupakan semacam saksi terhadap perbuatan moral kita. Hati nurani
bisa merupakan penilaian terhadap perbuatan yang berlangsung di masa lampau
(retrospektif). Hati nurani juga bisa merupakan penilaian perbuatan yang sedang
dilaksanakan saat ini atau penilaian terhadap perbuatan kita di masa yang akan
datang (prospektif).
Ø Kebebasan
dan Tanggung Jawab
Terdapat
hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga pengertian
manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu bertanggung
jawab. Tidak mungkin kebebasan tanpa tanggung jawab dan tidak mungkin tanggung
jawab tanpa kebebasan. Batas-batas kebebasan meliputi:
1)
Faktor internal
2)
Lingkungan
3)
Kebebasan orang lain
4)
Generasi penerus yang akan datang
Tanggung
jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus mampu menjawab, tidak
boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab
meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah berlangsung dengan segala
konsekuensinya, tanggung jawab terhadap perbuatan yang sedang dilaksanakan dan
tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan datang.
Ø Nilai
dan Norma
Nilai
merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu
yang menyenangkan, sesuatu yan disukai, sesuatu yang diinginkan. Menurut filsuf
Jerman Hang Jones nilai adalah the
addressee of a yes, sesuatu yang ditujukan dengan kita. Sesuatu yang kita
iyakan (setujui). Nilai mempunyai
konotasi yang positif. Nilai mempunyai tiga ciri:
1)
Berkaitan dengan subyek.
2)
Tampil dalam suatu nilai yang
praktis karena subyek ingin membuat sesuatu.
3)
Nilai menyangkut pada sifat yang
ditambah oleh subyek pada sifat yang dimiliki obyek.
Norma
berasal dari bahasa Latin Norma, artinya aturan atau kaidah yang dipakai sebagai
tolok ukur menilai sesuatu. Norma umum meliputi tiga hal:
a.
Norma kesopanan atau etiket.
b.
Norma hukum.
c.
Norma moral, adalah norma yang
tertinggi, dan norma moral tidak dapat dilampau oleh norma yang lain tetapi
menilai norma-norma yang lain.
Norma merupakan hal yang
terpenting bagi martabat manusia. Sumber dari nilai dan norma adalah agama,
kebudayaan, nasionalisme dan lain-lain.
Ø Hak
dan Kewajiban
Hak
berkaitan dengan manusia yang bebas, terlepas dari segala ikatan dengan hukum
obyektif. Hak merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang
terhadap orang atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, antara lain hak legal, hak moral, hak individu, hak
social, hak positif, dan hak negatif.
1.
Hak legal merupakan hak yang
didasarkan atas hukum.
2.
Hak moral adalah hak yang
didasarkan pada prinsip atau etis.
Setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang
berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John Stuart Mill kewajiban meliputi
kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna. Kewajiban sempurna artinya
kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait dengan hak orang lain.
Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan hak orang lain tetapi
bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat baik.
Faktor-faktor
yang melandasi etika adalah meliputi hal-hal tersebut di bawah ini:
1.
Nilai-nilai atau value.
2.
Norma
3.
Sosial budaya, dibangun oleh
konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4.
Religius, agama
mempunyai hubungan erat dengan moral karena agama merupakan motivasi terkuat
perilaku moral (etik) dan merupakan
salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting. Setiap
agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para
anggotanya.
5.
Kebijakan atau policy maker, siapa pembuat
kebijakannya dan bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai
etika maupun kode etik.
b. Etika Sosial
Seorang
bidan adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang bidan harus mempunyai
etika, karena yang dihadapi bidan adalah juga manusia. Bidan harus bertindak
sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini dilakukan karena bidan
adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan
etika yang baik diharapkan seorang bidan bisa menjalin hubungan yang lebih
akrab dengan pasien.
Dengan
hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai
di antara keduanya. Etika dapat membantu para bidan mengembangkan kelakuan
dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga
para bidan dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan
perawatan. Dengan demikian, para bidan dapat mengusahakan kemajuannya secara
sadar dan seksama.
Oleh
karena itu dalam perawatan teori dan praktek dengan budi pekerti saling
memperoleh, maka 2 hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Sejalan dengan tujuan
tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa nama baik rumah sakit antara lain
ditentukan oleh pendapat/kesan dari masyarakat umum. Kesehatan masyarakat
terpelihara oleh tangan dengan baik, jika tingkatan pekerti perawat dan
pegawai-pegawai kesehatan lainnya luhur juga. Sebab akhlak yang teguh dan budi
pekerti yang luhur merupakan dasar yang penting untuk segala jabatan, termasuk
jabatan bidan.
2.3.
Fungsi Etika dan Moralitas dalam
Pelayanan Kebidanan
Etika
dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering
terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap
etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal tersebut
membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus
berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra
konsepsi, screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensive pada
neonatal, dan pengakhiran kehamilan.
Mempersiapkan ibu untuk
pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC dan sebagainya. Bidan
sebagai :
1)
Pemberi pelayanan harus
menjamin pelayanan yang professional dan akutabilitas serta aspek legal dalam
pelayanan kebidanan.
2)
Praktisi pelayanan harus menjaga
perkembangan praktik berdasarkan evidence
based.
Sehingga disini berbagai
dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika merupakan hal yang penting
untuk digali dan dipahami.
Moralitas merupakan suatu gambaran
manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak
terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas berasal dari bahasa latin
moralis, artinya pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan
artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang
menyangkut baik dan buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa
etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang
membahas tentang moralitas. Moral
adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Etika adalah penerapan dari proses dan
teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika berpusat pada prinsip dasar dan
konsep bahwa manusia dalam berfikir dan tindakannya didasari nilai-nilai.
Etika dibagi menjadi tiga
bagian, meliputi:
1)
Meta
etika (nilai);
2)
Etika atau teori moral;
3)
Etika praktik.
Meta etika
berasal dari bahasa Yunai meta, artinya melebihi, yang dipelajari disini adalah
ucapan-ucapan kita di bidang moralitas atau bahasa yang digunakan di bidang
moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam
batasan pengertian baik, buruk atau bahagia. Etika atau teori moral untuk memformulasikan prosedur atau
mekanisme untuk memecahkan masalah etika. Teori praktik. Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik sehari-hari,
dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus segera
dibuat.
Bagaimana
menjaga prinsip moral, teori nilai dan penentuan suatu tindakan. Etika pada
hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral, yaitu mengenai apa yang dianggap
baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, karena etika bisa
berubah dengan lewatnya waktu. Etika
khusus adalah etika yang dikhususkan bagi profesi tertentu, misalnya etika
kedokteran, etika rumah sakit, etika kebidanan, etika keperawatan, dll.
Guna
etika adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang:
Ø Apa
yang baik atau buruk
Ø Apa
yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak)
Ø Apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
Kode etik suatu profesi
adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang
bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota
profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan
larangan-larangan, termasuk ketentuan-ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan
tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya secara umum
dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Secara umum tujuan merumuskan kode etik adalah untuk kepentingan anggota dan
organisasi, meliputi :
a.
Menjunjung tinggi martabat
dan citra profesi.
b.
Menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota.
c.
Meningkatkan pengabdian para
anggota profesi.
d.
Meningkatkan mutu profesi.
Dimensi kode etik
meliputi:
a.
Anggota profesi dan klien;
b.
Anggota profesi dan system;
c.
Anggota profesi dan profesi lain;
d.
Semua anggota profesi.
Prinsip
kode etik terdiri dari:
a.
Menghargai otonomi;
b.
Melakukan tindakan yang benar;
c.
Mencegah tindakan yang dapat
merugikan;
d.
Memperlakukan manusia secara
adil;
e.
Menjelaskan dengan benar;
f.
Menepati janji yang telah
disepakati;
g.
Menjaga kerahasiaan.
2.4. Hak
dan Kewajiban serta tanggung jawab
a. Hak bidan
1)
Berhak mendapat
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2)
Berhak untuk bekerja sesuai
dengan standar profesi pada setiap tingkat/jenjang pelayanan kesehatan.
3)
Berhak menolak keinginan pasien/klien
dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik
profesi.
4)
Berhak atas privasi/kedirian dan
menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun
profesi lain.
5)
Berhak atas kesempatan untuk
meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
6)
Berhak atas kesempatan untuk
meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
7)
Berhak mendapat kompensasi dan
keseahteraan yang sesuai
b. Kewajiban bidan
1)
Bidan wajib mematuhi peraturan
rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah
bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2)
Bidan waib memberikan pelayanan
asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak
pasien.
3)
Bidan wajib merujuk pasien dengan
penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan
kebutuhan pasien.
4)
Bidan wajib memberikan kesempatan
kepada pasien untuk didampingi oleh suami atau keluarga.
5)
Bidan wajib memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuia dengan keyakinan.
6)
Bidan wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui tentang seorang pasien.
7)
Bidan wajib memberi informasi yang
akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat
timbul.
8)
Bidan wajib meminta persetujuan
tertulis atau tindakan yang akan dilakukan.
9)
Bidan wajib mendokumentasikan
asuhan kebidanan yang diberikan.
10) Bidan
wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi serta menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.
11) Bidan
wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan asuhan kebidanan
c. Hak pasien
Hak pasien adalah hak-hak
pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien :
1)
Pasien berhak memperoleh
informasi mengenai tata tertib dan Peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan.
2)
Pasien berhak atas pelayanan yang
manusiawi adil dan makmur.
3)
Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan
sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
4)
Pasien berhak memperoleh asuhan
kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa
diskriminasi.
5)
Pasien berhak memilih bidan untuk
menolongnya sesuai dengan keinginannya.
6)
Pasien berhak mendapat informasi
yang meliputi kehamilan persalinan, nifas
dan bayinya yang baru dilahirkan.
7)
Pasien berhak mendapat pendamping
suami selama proses persalinan berlangsung.
8)
Pasien berhak memilih dokter dan
kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku di rumah sakit,dll.
d. Kewajiban pasien
1)
Pasien dan keluarganya
berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan.
2)
Pasien berkewajiban untuk
mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.
3)
Pasien dan atau penanggungnya
berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan, dokter bidan dan perawat.
4)
Pasien atau penanggungnya
berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya.
2.5. Kode Etika Pelayanan
Kebidanan
Pelayanan kebidanan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan oleh layanan kesehatan. Pelayanan
kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan termasuk
kondisi sosial ekonomi, sosial demografi.
Parameter sosial
demografi dalam pelayanan kebidanan, antara lain :
a.
Perbaikan status gizi bayi
b.
Cakupan pertolonggan
persalinan, menurut angka kematian Ibu, menurunnya angka kelahiran bayi,
cakupan penanganan kasus beresiko, meningkatkan cakupan
pemeriksaan antenatal.
Bidan sebagai tenaga
pemberi jasa pelayanan harus menyiapkan diri untuk mengantisipasi perubahan
kebutuhan masyarakat atau pelayanan kebidanan. Keadilan dalam sumber daya
pelayanan dimulai dari :
a. Pemenuahan
kebutuhan klien sesuai
b. Sumber
daya pelayanan dalam kebidanan untuk meningkatkan pelayan kebidanan
c. Keterjangkauan
tempat pelayanan.
Tingkat ketersediaan ini
merupaka syarat utama untuk terlaksananya pelayan kebidanan. Sikap bidan harus
tanggap terhadap klien, sesuai kebutuhan klien, tidak membedakan
pelayanan siapapun.
2.6. Pelaksanaan
Kode Etika dalam Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan di
suatu institusi memiliki norma dan budaya yang unik. Setiap institusi pelayanan
memiliki norma sendiri dalam memberikan pelayanan yang terdiri dari beberapa
praktisi atau profesi kesehatan. Walaupun demikian subjek pelayanan hanya satu,
yaitu manusia atau individu. Sehingga setiap individu harus jelas batas wewenangnya.
Area kewenangan bidan tertuang dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktik bidan. Mengenai kejelas peran bidan diatur dalam standar
praktik kebidanan dan standar pelayanan kebidanan.
a.
Etika dalam pelayanan kontrasepsi
Dalam merencanakan jumlah
anak, seorang ibu telah merundingkan dengan suami dan telah menetapkan metode
kontrasepsi yang akan digunakan. Sehingga keputusan untuk memilih kontrasepsi,
merupakan hak klien dan berada diluar kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai
keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi,maka
menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi. Yang
dapat dipergunakan klien, dengan memberikan informasi yang lengkap mengenai
alat kontrasepsi dan beberapa alternatif sehingga klien dapat memilih sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinannya.
b. Etika
dalam penelitian kebidanan
Menurut
Kode Etik Bidan Internasional adalah bahwa bidan seharusnya meningkatkan
pengetahuannya melalui berbagai proses seperti dari pengalaman pelayanan
kebidanan dan dari riset keidanan. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan
kebidanan makin tinggi, karena semakin majunya jaman, dan kita memasuki era
globalisasi, dimana akses informasi bagi masyarakat juga seamkin meningkatkan.
2.7.
Sumber Etika
Pancasila adalah sumber
sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber
pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai
pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma
etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memegang peranan
dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku
kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak
dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini
sangat berandil besar.
F. ASAS-ASAS ETIKA MEDIS
Asas-asas etika medis seperti yang ditemukan dalam Sumpah Hippokrates
dinamakan tradisional. Asas-asas itu sudah berumur lebih dari pada 24 abad.
Asas-asas tradisional ini masih dihormati, namun dalam paruh kedua abad ini telah hadir sebagai
tambahan asasasas etika medis baru (kontemporer). Kehadiran asas-asas etika medis baru ini adalah
akibat dari perubahan luar biasa dalam banyak aspek kehidupan manusia di seluruh dunia setelah Perang Dunia
Kedua usai dalam tahun 1945. Perubahan besar terjadi dalam bidang-bidang politik dan
ketatanegaraan, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, teknologi
informasi hak-hak asasi manusia, gaya hidup, dsb. Perubahan-perubahan ini telah
melahirkan asas-asas etika medis kontemporer (masa kini) sebagai berikut.
1.
Asas Menghormati Otonomi Pasien.
Otonomi
secara umum adalah hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri. Hak
otonomi pasien adalah hak pasien untuk mengambil keputusan
dan
menentukan sendiri tentang kesehatan, kehidupan, dan malahan secara ekstrim
tentang kematiannya. Ini berlawanan dengan budaya tradisional Hippokrates, di
mana umumnya dokterlah yang menentukan apa yang dianggapnya paling baik untuk
pasien. Perkembangan hak-hak otonomi sebagai manusia (juga hak-hak otonomi
sebagai pasien) secara berarti baru terjadi sejak paruh kedua abad kedua
puluh. Beberapa factor yang memicu dan mempengaruhi perkembangan itu adalah:
a.
Deklarasi Universal Tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh
PBB tahun 1948.
b.
Keberhasilan perjuangan golongan minoritas kulit hitam di Amerika
Serikat menuntut hak-hak sipil yang sama dengan warga negara, kulit putih.
c.
Pengakuan hukum atas hak-hak konsumen di negara-negara industri.
d.
Perkembangan sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat.
e.
Perkembangan demokrasi.
f.
Perkernbangan media masa dan teknologi informasi, yang mengakibatkan informasi tentang kesehatan,
penyakit, dan pengobatan tidak lagi hanya menjadi monopoli para dokter saja.
g.
Di negara-negara industri makin marak terjadi tuntutan malpraktik oleh
pasien terhadap dokter dan rumah sakit. Di Amerika, dalam tahun 1970-an orang sampai berbicara tentang krisis
malpraktik, karena seringnya kasus hubungan dokter-pasien berlanjut menjadi sengketa hukum.
Di negara kita sendiri, pasien makin 'berani' menuntut dokter ke pengadilan, didukung dan mungkin
juga didorong oleh para ahli hukum. Bahkan akhir-akhir ini dunia kedokteran (kesehatan) digemparkan dengan
kasus dokter X dkk yang diduga melakukan malpraktik tetapi dari hasil keputusan terakhir
memutuskan tidak bersalah.
h.
Di Indonesia, sejak krisis nasional tahun 1997 terjadi gerakan
reformasi yang menuntut demokratisasi dan diberlakukannya HAM dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk hak asasi sebagai pasien. Dalam perkembangan ilmu kesehatan dalam beberapa
decade terakhir ini hubungan teraupetik sudah mulai muncul kembali hubungan antara tenaga kesehatan
dan pasien seimbang atau sejajar yaitu hubungan paternalistik. Tidak ada superior
dan inferior karena tanpa adanya pasien atau pasien tidak dapat bekerja sama seorang
dokter atau perawat tidak bisa memaksimalkan pelayanannya.
2.
Asas Keadilan (Justice)
Keadilan
adalah salah satu pilar utama dalam kehidupan demokrasi. Asas keadilan lahir dari hak asasi manusia; setiap
orang berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang adil, karena kesehatan adalah hak
yang sama bagi setiap warga negara. Hak ini dijamin dalam
amendemen
UUD tahun 1945.
3.
Asas Berkata Benar (Truth Telling, Veracity)
Salah
satu ciri hubungan tenaga kesehatan/paramedik dengan pasien merupakan hubungan kepercayaan. Tenaga
kesehatan harus selalu berkata benar tentang keadaan pasiennya begitu juga pasien salah satu hak
pasien adalah memberikan informasi tentang keadaaan dirinya dengan sebenar-benarnya. Jangan
sampai adanya dalil merahasiakan keadaan pasien karena untuk menjaga perasaan atau takut terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan tentang keadaan pasien.
G. FUNGSI ETIKA
Sebenarnya
etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, tetapi etika merupakan sarana untuk
memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika akan
menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral
diperlukan karena:
1)
pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,
daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
2)
modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya
menantang pandangan moral tradisional;
3)
berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan,
masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Etika
secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau
etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual
dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
(1)
Sikap terhadap sesama;
(2)
Etika keluarga
(3)
Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis,
dokumentalis, pialang informasi
(4)
Etika politik
(5)
Etika lingkungan hidup, serta
(6)
Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional
tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus
dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
J. HUBUNGAN MORAL DAN ETIKA
Hubungan moral dan etika sangat erat, mengingat
etika membutuhkan moral sebagai landasan atau pijakan di dalam melahirkan sikap/perilaku tertentu.
Beberapa mengartikan moral dan etika secara etimologis tidak ada bedanya yaitu suatu norma
atau nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok. Sehingga jika terjadi
pelanggaran atas norma tersebut seringkali seseorang dikatakan bahwa perbuatannya tidak etis
atau tingkah lakunya “bejat” dan tidak bermoral. Contohnya seseorang menjual organ orang
yang sudah meninggal hal ini merupakan tindakan sadis, tidak etis dan tidak
bermoral. Dengan demikian
kata etis dan tidak bermoral merupakan suatu kata
yang nampaknya seperti anak kembar, namun pada kenyataannya memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Memang tidak terlalu mudah
mencari garis pemisah antara moral dan etika, karena keduanya di dalam arti tertentu memiliki unsur
yang sama yaitu nilai. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara kaidah etika dan kaidah
moral. Oleh karena itu moral adalahsuatu konsep nilai sedangkan etika merupakan
suatu konsep perilaku. Konsep nilai yang melandasi konsep perilaku sehingga terjadi
perilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar