Rabu, 31 Maret 2021

PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

 

PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

 

REFRENSI

1.      Hadiwardoyo, Purwa, 1989. Etika Medis, Yogyakarta, Balai Pustaka

2.      Heni, 2009. Etika Profesi Kebidanan, Yogyakarta. Fitramaya

3.      Puji Heni, Yetty Asmar, 2005. Etika Profesi Kebidanan, Yogyakarta. Fitramaya

 

1.1  PENDAHULUAN

Manusia tumbuh sejak lahir sampai dengan bertambahnya usia selalu melakukan interaksi atau bergaul dengan manusia lainya dan semakin luas daya cakup hubungannya dengan manusia lain didalam masyarakat tersebut. Dengan perjalanan hidupnya manusia akan mengetahui dia mempunyai persamaan dan juga perbedaan dengan manusia lainnya. Dalam pergaulan manusia mempunyai kebebasan akan tetapi hal tersebut bukan berarti manusia mempunyai sifat semaunya sendiri. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dilengkapi oleh penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak, akal adalah alat berfikir, sebagi sumber ilmu dan teknologi. Dengan akal manusia menilai mana yang benar dan mana yang salah, sebagi sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan, dengan persaan manusia menialai mana yang indah dan yang jelek dan kehendak adlah alat untuk menyatakan pilihan sebagai sumber kebaikkan. Dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan mana yang buruk, sebagai sumber nilai moral.

Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman yang baik mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi bidan agar mampu menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional dalam melakukan profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan, baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pengkajian dan pembahasan tentang etika tidak selalu berhubungan dengan moral dan norma. Kadang etika diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan dalam aplikasinya. Moral lebih menunjuk pada perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan Etika dipakai sebagai kajian terhadap sistem nilai yang berlaku.

Sebuah pendidikan etika dimulai dari keluarganya pendidikan dari ayah, ibunya kakak dan saudara lainnya atau dari lingkungan sekitarnya, pendidikan ini yang dapat memunculkan perilaku seseorang. Pendidikan tersebutlah yang menjadi pedoman hubungan manusia dengan manusia lainnya dan juga hubungan manusia dengan masyarakat lainnya. Etika sosial merupakan pengamalan pola tingkah laku manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Adanya etika terhadap sesama manusia dan etika profesi atau etika sosial saling melengkapi sehingga kebahagiaan akan terwujud

Etika juga sering dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan memperoleh pujian sebagai rewardnya, namun perbuatan yang melanggar norma moral, maka si pelaku akan memperoleh celaan sebagai punishmentnya. Oleh karena itu, para bidan maupun calon bidan, harus mampu memahami kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan kebidanan, termasuk pula ketidakpuasan dalam pelayanan.

 

URAIAN MATERI

2.1 Pengertian Etika, Etiket, Moral dan Hukum

A.     Pengertian Etika

Diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".

Menurut Siagian (1996) menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 alasan mengapa mempelajari etika sangat penting: (1) etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang dihadapi dalam kehidupan, (2) etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada  esepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai, (3) dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang (4) etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang hakiki. Pelajaran mengenai etika tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk pencarian/penguasaan ilmu. Etika menurut penjelasan Bartens berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos, sedangkan dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah to ether artinya adat kebiasaan. Secara etimologi, ada dua pendapat mengenai asal-usul kata etika (Ayi Sofyan, 2010) yakni; pertama, etika berasal dari bahasa Inggris, yang disebut dengan ethic (singular) yang berarti suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan maksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi

Kedua, etika berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ethikos yang mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep seperti harus, mesti benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Sedangkan dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya etika yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral (Mohammad Adib, 2010). Pendapat para ahli mengenai etika.

1.      Ahmad Tafsir, 2012. Etika merupakan budi pekerti menurut akal. Etika merupakan ukuran baik buruk perbuatan manusia menurut akal.

2.      Amsal Bakhtiar, 2013. Mengartikan etika dalam dua makna, yakni; etika sebagai kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia dan etika sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal perbuatanperbuatan, atau manusia-manusia yang lain.

Etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi orang baik”, tetapi juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya disebut "ethos"nya. Jadi etika adalah bagian dan pengertian dari ethos, usaha untuk mengerti tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah laku kita, khususnya tata aturan yang fundamental seperti larangan membunuh dan mencuri dan perintah bahwa orang harus "menghormati orang tuanya" dan menghormati hak-hak orang lain yang kita sebut moralitas. Hubungan erat antara etika dan adat sosial ("adat-istiadat" yang mempunyai akar etimologis yang sama dengan kata "moralitas") mau tidak mau menimbulkan pertanyaan apakah moralitas adalah adat istiadat masyarakat tertentu, dan apakah etika adalah suatu hukum tertentu. Jelaslah bahwa etika dan moralitas berkaitan erat sekali dengan hukum dan adat istiadat/kebiasaan masyarakat. Misalnya di Indonesia pada umumnya berpelukan di depan umum atau mencari untung dengan berlipat-lipat dalam transaksi bisnis dianggap tak bermoral dalam masyarakar tertentu.

Sebuah etika atau ethics merupakan bagaimana kita memperhatikan atau mempertimbangkan perilaku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

Berbagai pengertian etika yang telah diuraikan di atas, oleh Palmquis digambarkan seperti pohon besar yang memiliki satu cabang pohon yang besar, di mana ujung dari suatu pohon tersebut terdapat ranting-ranting begitu banyak. Ranting-ranting tersebut sangat penting, karena di sinilah tumbuh daun dan buah pohon. Jumlahnya yang begitu banyak tidak berpengaruh signifikan pada penampilan dan kesehatan pohon ketika salah satu ranting disingkirkan. Satu cabang pohon yang besar itu merupakan analogi dari Palmquis sebagai prinsip-prinsip moral yang fundamental, yang disebut dengan “meta-etika”. Sedangkan ranting-ranting itu merupakan pertanyaan-pertanyaan etis tentang bagaimana manusia harus bertindak, pertanyaan ini mencakup berbagai aspek termasuk pada persoalan yang spesifik, sehingga oleh Palmquis disebut dengan “etika terapan” (Stephen Palmquis, 2007).

Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi dua, etika perangai dan etika moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai (sifat batin manusia yang mempengaruhi pikiran dan perilaku manusia) manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah dan waktu tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika perangai adalah

1.      Berbusana sesuai dengan adat

2.      Pergaulan remaja didalam masyarakat tertentu

3.      Upacara adat.

Sementara untuk etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar, timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral. Contoh moral adalah berkata dan berbuat jujur; menghormati orang tua atau guru; menghargai orang lain;

 

CONTOH PENERAPAN ETIKA

Ø  Seorang dosen memergoki salah satu mahasiswinya sedang menyotek  saat ujian di kelas.

Fase meta-ethics   :

Si dosen memutuskan bahwa tindakan mahasiswinya tersebut merupakan “perilaku buruk /kejahatan”. Pemikiran tersebut merupakan respons si dosen setelah ia melihat perbuatan mahasiswinya

Fase ethical/ moral theory :

Si dosen sedang menimbang tindakan yang akan ia lakukan berdasarkan nilai dan norma yang ia yakini. Ia mengetahui bahwa perbuatan mahasiswinya itu salah. Namun tindakan apa yang paling tepat ia lakukan untuk menyadari bahwa perbuatan mahasiswinya salah dan membuat mahasiswinya jera sehingga tidak akan mengulanginya lagi.  Pilihannya antara lain mengeluarkan anak itu dari kelas dan menskorsnya / ia akan memanggil ortu mahasiswi tsb sehingga orang tua bisa turut memperbaiki perilaku si anak

Fase practical ethics :  

Si dosen mengambil tindakan yang dianggapnya paling tepat

 

B.      Pengertian Etiket

Bertens dalam Abdulkadir Muhammad menyampaikan: Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

Ø  Etiket berasal dari bahasa inggris Etiquette. Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun.

Ø  Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

 

 

C.      Perbedaan Etika dan Etiket

1)      Etiket menyangkut suatu perbuatan yang dilakukan manusia,

Misal : Jika saya menyerahkan sesuatu ke atasan harus menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket bila menyerahkan dengan tangan kiri. Tetapi etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Jangan mencuri merupakan norma etika. Apakah orang mencuri pakai tangan kanan atau kiri

2)      Etiket hanya berlaku dalam pergaulan

Misal : Bila tidak ada saksi mata etiket tidak berlaku misal ; dianggap melanggar jika kita makan berbunyi / dengan meletakkan kaki di atas meja. Tapi jika makan sendirian tidak melanggar etiket. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku entah ada orang / tidak ada. Barang yang dipinjam juga harus dikembalikan meskipun pemiliknya sudah lupa.

3)      Etiket bersifat relatif.

Misal :   Makan dengan tangan atau bersendawa

4)      Etika bersifat absolut ,

Misal :  jangan mencuri , jangan berbohong dan jangan membunuh. Merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar

5)      Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah sedang etika menyangkut manusia lebih dalam.

Misal : Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam” : dari luar sangat sopan dan halus tapi di dalam penuh kebusukan.

6)      Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.

 

D.     Persamaan etika dengan etiket :

Penggunaan kata etika dan etiket sering dicampuradukan. Padahal antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yang sangat mendasar walaupun ada juga persamaanya. Kata Etika berarti moral, sedangkan kata etiket berarti sopan santun, tata krama. Persamaan antara kedua istilah tersebut adalah keduanya mengenai perilaku manusia. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma perilaku manusia bagaimana seharusnya berbuat atau tidak berbuat. Dari pertanyaan tersebut

1.      Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, misalkan masuk rumah orang lain tanpa izin. Bagaimana cara masuknya, bukan menjadi permaslahan, akan tetapi etiket menetapkan cara melakukan perbuatan, menunjukan apakah cara itu baik, benar dan tepat sesuai yang diharapkan.

2.      Etika bergantung pada ada tidaknya orang lain, misalnya larangan mencuri selalu berlaku, baik atau tidak ada orang lain. Etiket hanya berlaku pada pergaulan jika tidak ada orang lain etiket tidak berlaku.

3.      Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar menawar, misalnya jangan mencuri dan jangan membunuh. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain, misalnya di Indonesia memegang kepala orang, di Indonesia tidak sopan, akan tetapi di negara lain bisa saja sopan.

E.      Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah), orang yang bersifat etis adalah orang yang benar-benar baik, sifatnya tidak bersifat munafik. Etiket memandang manusia dari segi luar (lahiriah), tampaknya dari luar sangat sopan dan halus, tetapi didalam dirinya penuh kebusukan dan kemunafikan.

 

F.       Pengertian Moral

Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai. Moralitas berasal dari bahasa Latin Moralis, artinya:

1)      Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya.

2)      Sifat moral atau keseluruhan azas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk.

Beranjak dari pengertian moral, pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, pedoman sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan kehidupan manusia. Seorang manusia yang tidak memfungsikan dengan sempurna moral yang telah ada dalam diri manusia yang tepatnya berada dalam hati, maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan yang sesat. Dengan demikian, manusia tersebut telah merendahkan martabatnya sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "moral" memiliki arti; ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila; kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan. Sejalan dengan pengertian moral sebagaimana disebutkan di atas, K Bertens (1994) mengatakan bahwa kata yang sangat dekat dengan "etika" adalah "moral". Kata ini berasal dari bahasa latin "mos", jamaknya "mores" yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaan. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, etilca berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin." Dengan merujuk pada arti kata etika yang sesuai, maka arti kata moral sama dengan arti kata etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang, atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Berbicara mengenai tingkah laku seseorang, maka ini pula berkaitan dengan kesadaran yang harus dijalankan oleh seseorang dalam memaknai dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Disinilah manusia membedakan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan tidak boleh dilakukan walaupun tindakan ini bersifat kejam.

Sebagai contoh adalah aborsi, di dalam keadaan medis tertentu seorang dokter terpaksa melakukan aborsi untuk menyelamatkan salah satu nyawa. Namun moralitas tidak dapat membenarkan tindakan tersebut, karena seorang dokter tidak punya hak atau wewenang untuk memilih mana yang harus diselamatkan si ibu atau si anak. Atas pertimbangan apa seorang dokter berlaku sebagai Tuhan yang menentukan siapa berhak hidup dan siapa harus mati? Hal tersebut sampai hari ini masih menjadi polemik diantara kelompok pro choice dan pro life. Moralitas terkadang menjadi tidak fleksibel di dalam menghadapi berbagai kasus yang menuntut keputusan yang cepat dan benar. Moral merupakan aturan dimana manusia harus bertindak baik secara lisan maupun tulisan secara batin maupun lahiriah. Fungsi moral adalah memberi pedoman pada tindakan manusia agar selalu dalam koridor kebenaran. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.

Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup. Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri, sebagai pustakawan.

Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Hubungan antara etika dan moralitas, etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.

Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.

Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan dasar moral (moral principle) dan beberapa jalan di bawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:

1.      Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent;

2.      Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari pada sisi buruknya (mudharat);

3.      Prinsip non maleficience yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.

Prinsip justice, prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam tersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice)

 

FAKTOR PENENTU MORALITAS DAN FAKTOR MEMPENGARUHI MORALITAS

Sumaryono dalam Abdulkadir Muhammad (1995), mengemukakan tiga faktor penentu moralitas perbuatan manusia yaitu:

1)      Motivasi

2)      Tujuan akhir

3)      Lingkungan perbuatan

Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi, tujuan akhir, dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu faktor penentu tersebut tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik. Motivasi adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi itu dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan. Tujuan akhir (sasaran ) adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak. Perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh pelakunya.

Pada prinsipnya manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa memiliki sikap yang baik, namun dalam perjalanan hidupnya akan mengalami suatu proses terkadang diatas dan dibawah, sehingga manusia itu akan terjerumus ke dalam perbuatan tidak sesuai dengan perintah Tuhan. Dengan demikian, manusia yang masih memiliki akhlak yang baik, dapat dikatakan masih memiliki moral yang baik. Dalam tataran terminologi agama dan filsafat, orang yang memiliki moral yang baik, sering diartikan dengan kalimat masih memiliki "moralitas" yang baik. Liliana Tedjosaputro membagi moralitas ke dalam dua bagian, yakni (1) moralitas dapat bersifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia, itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada. Moralitas intrinsik ini sesungguhnya terdapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri; (2) moralitasyang bersifat ekstrinsik penilaiannya didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Moralitas yang bersifat ekstrinsik ini merupakan realitas bahwa manusia itu terikat pada nilai-nilai atau norma-norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama, namun pada sisi lain, Immanuel Kant sebagaimana yang diterjemahkan oleh Lili Tjahjadi, membedakan moralitas menjadi:

a.      Moralitas heteronom, sikap di mana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku sendiri, misalnya karena mau mencapai tujuan yang diinginkan ataupun karena perasaan takut pada penguasa yang memberi tugas kewajiban itu;

b.      Moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik. Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti dan menerima hukum bukan lantaran mau mencapai tujuan yang diinginkannya ataupun lantaran takut pada penguasa, melainkan karena itu dijadikan kewajiban sendiri berkat nilainya yang baik.

 

G.     Pengertian Kode Etik

Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan didalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

 

H.     Pengertian Hukum

Segala peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya. Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum.

Contoh : bahwa mencuri itu adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat maka harus diatur dengan hukum.

Berikut pendapat para tokoh mengenai definisi hukum:

1)      Menurut Aristoteles : Particular law is that which each community lays down and applies to its own member. Universal law is the law of nature.

2)      Menurut  Grotius : Law is a rule of moral action obliging to that which is right.

3)      Menurut Hobbes : Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others.

4)      Menurut Prof. Mr Dr C. van Vollenhoven : Recht is een verschijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw en tegenstuw. Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antar hukum dan moral:

a)      Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat obyektif.

b)      Moral bersifat subyektif, tidak tertulis dan mempunyai ketidak pastian lebih besar.

c)      Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.

d)      Moral menyangkut sikap batin seseorang.

e)      Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.

f)       Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.

g)      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum. Hukum tidak menilai moral.

h)      Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral. Moral menilai hukum.

Pada dasarnya hukum merupakan cerminan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat dan memegang nilai-nilai secara konsisten merupakan tindakan yang etis , sehingga antara hukum dan etika juga memiliki keterkaitan .Digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya. Tujuan adanya hukum adalah

a.      Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.

b.      Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi

 

2.2         Sistematika Etika

a.      Etika Umum

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas, mengenai pengertian umum dan teori-teori.

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dalam bidang kehidupan khusus. Penerapan ini bisa berwujud: bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang disadari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat berwujud; bagaimana saya menilai perilaku pribadi saya dan orang lain dalam suatu bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dlatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis; cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada di baliknya.

Etika khusus dibagi lagi menjadi dua etika yaitu etika individual dan etika sosial. Etika

individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika social berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara perorangan maupun secara bersama dan dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat,

negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideologi, sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing, maupun tentang tanggungjawab manusia terhdapa makhluk hidup lainnya, serta alam semesta pada umumnya

Ø  Hati Nurani

Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku nyata kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu sekarang dan disini. Ketika kita tidak mengikuti hati nurani berarti kita menghancurkan integritas kepribadian kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.

Berikut ini ada beberapa contoh-contoh pengalaman hati nurani sesuai lingkup pengalaman tugas sebagai bidan.

Contoh kasus: “Seorang bidan menjalankan praktek pelayanan kebidanan di klinik atau rumah bersalin, kemudian ada seorang remaja datang diantar oleh ibunya. Kemudian diperoleh data hasil anamnese bahwa remaja tersebut hamil di luar nikah atau unwanted pregnancy, kemudian atas permintaan si ibu dari remaja tersebut meminta untuk menggugurkan janin yang dikandung anaknya. Dengan menawarkan sejumlah besar uang yang menggiurkan bila si bidan bersedia menggugurkan kandungan anaknya. Bidan tersebut pada dasarnya menyadari bahwa perbuatan tersebut melanggar kode etik profesi bidan dan aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Tapi bidan tersebut tergiur oleh uang yang begitu besar. Bidan tersebut akhirnya memutuskan untuk menggugurkan kandungan si remaja tersebut. Ia mendapat uang yang banyak, namun dalam batinnya merasa gelisah. Ia merasa malu pada dirinya sendiri, batinnya tidak tenang.”

Kisah tersebut diatas merupakan contoh yang dapat digunakan sebagai bahan refleksi perenungan mengenai seperti apa hati nurani itu. Dalam hati nurani ada suatu kesadaran bahwa ada yang turut mengetahui tentang perbuatan-perbuatan kita. Hati nurani merupakan semacam saksi terhadap perbuatan moral kita. Hati nurani bisa merupakan penilaian terhadap perbuatan yang berlangsung di masa lampau (retrospektif). Hati nurani juga bisa merupakan penilaian perbuatan yang sedang dilaksanakan saat ini atau penilaian terhadap perbuatan kita di masa yang akan datang (prospektif).

 

 

Ø  Kebebasan dan Tanggung Jawab

Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu bertanggung jawab. Tidak mungkin kebebasan tanpa tanggung jawab dan tidak mungkin tanggung jawab tanpa kebebasan. Batas-batas kebebasan meliputi:

1)      Faktor internal

2)      Lingkungan

3)      Kebebasan orang lain

4)      Generasi penerus yang akan datang

Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus mampu menjawab, tidak boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah berlangsung dengan segala konsekuensinya, tanggung jawab terhadap perbuatan yang sedang dilaksanakan dan tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan datang.

 

Ø  Nilai dan Norma

Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yan disukai, sesuatu yang diinginkan. Menurut filsuf Jerman Hang Jones nilai adalah the addressee of a yes, sesuatu yang ditujukan dengan kita. Sesuatu yang kita iyakan (setujui). Nilai mempunyai konotasi yang positif. Nilai mempunyai tiga ciri:

1)      Berkaitan dengan subyek.

2)      Tampil dalam suatu nilai yang praktis karena subyek ingin membuat sesuatu.

3)      Nilai menyangkut pada sifat yang ditambah oleh subyek pada sifat yang dimiliki obyek.

Norma berasal dari bahasa Latin Norma, artinya aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur menilai sesuatu. Norma umum meliputi tiga hal:

a.      Norma kesopanan atau etiket.

b.      Norma hukum.

c.       Norma moral, adalah norma yang tertinggi, dan norma moral tidak dapat dilampau oleh norma yang lain tetapi menilai norma-norma yang lain.

Norma merupakan hal yang terpenting bagi martabat manusia. Sumber dari nilai dan norma adalah agama, kebudayaan, nasionalisme dan lain-lain.

 

Ø  Hak dan Kewajiban

Hak berkaitan dengan manusia yang bebas, terlepas dari segala ikatan dengan hukum obyektif. Hak merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, antara lain hak legal, hak moral, hak individu, hak social, hak positif, dan hak negatif.

1.      Hak legal merupakan hak yang didasarkan atas hukum.

2.      Hak moral adalah hak yang didasarkan pada prinsip atau etis.

Setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John Stuart Mill kewajiban meliputi kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna. Kewajiban sempurna artinya kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait dengan hak orang lain. Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan hak orang lain tetapi bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat baik.

Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal-hal tersebut di bawah ini:

1.      Nilai-nilai atau value.

2.      Norma

3.      Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4.      Religius, agama mempunyai hubungan erat dengan moral karena agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral (etik) dan merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting. Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.

5.      Kebijakan atau policy maker, siapa pembuat kebijakannya dan bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.

 

b.      Etika Sosial

Seorang bidan adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang bidan harus mempunyai etika, karena yang dihadapi bidan adalah juga manusia. Bidan harus bertindak sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini dilakukan karena bidan adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan etika yang baik diharapkan seorang bidan bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien.

Dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai di antara keduanya. Etika dapat membantu para bidan mengembangkan kelakuan dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga para bidan dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan perawatan. Dengan demikian, para bidan dapat mengusahakan kemajuannya secara sadar dan seksama.

Oleh karena itu dalam perawatan teori dan praktek dengan budi pekerti saling memperoleh, maka 2 hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa nama baik rumah sakit antara lain ditentukan oleh pendapat/kesan dari masyarakat umum. Kesehatan masyarakat terpelihara oleh tangan dengan baik, jika tingkatan pekerti perawat dan pegawai-pegawai kesehatan lainnya luhur juga. Sebab akhlak yang teguh dan budi pekerti yang luhur merupakan dasar yang penting untuk segala jabatan, termasuk jabatan bidan.

 

2.3.    Fungsi Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan

Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Hal tersebut membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra konsepsi, screening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensive pada neonatal, dan pengakhiran kehamilan.

Mempersiapkan ibu untuk pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC dan sebagainya. Bidan sebagai :

1)      Pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang professional dan akutabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan.

2)      Praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based.

Sehingga disini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami.

Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas berasal dari bahasa latin moralis, artinya pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas. Moral adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Etika adalah penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata. Etika berpusat pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berfikir dan tindakannya didasari nilai-nilai.

Etika dibagi menjadi tiga bagian, meliputi:

1)      Meta etika (nilai);

2)      Etika atau teori moral;

3)      Etika praktik.

Meta etika berasal dari bahasa Yunai meta, artinya melebihi, yang dipelajari disini adalah ucapan-ucapan kita di bidang moralitas atau bahasa yang digunakan di bidang moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam batasan pengertian baik, buruk atau bahagia. Etika atau teori moral untuk memformulasikan prosedur atau mekanisme untuk memecahkan masalah etika. Teori praktik. Etika praktik merupakan penerapan etika dalam praktik sehari-hari, dimana dalam situasi praktik ketika kecelakaan terjadi keputusan harus segera dibuat.

Bagaimana menjaga prinsip moral, teori nilai dan penentuan suatu tindakan. Etika pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral, yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, karena etika bisa berubah dengan lewatnya waktu. Etika khusus adalah etika yang dikhususkan bagi profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika rumah sakit, etika kebidanan, etika keperawatan, dll.

Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang:

Ø  Apa yang baik atau buruk

Ø  Apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak)

Ø  Apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk ketentuan-ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat. Secara umum tujuan merumuskan kode etik adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi, meliputi :

a.      Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.

b.      Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

c.       Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

d.      Meningkatkan mutu profesi.

Dimensi kode etik meliputi:

a.      Anggota profesi dan klien;

b.      Anggota profesi dan system;

c.       Anggota profesi dan profesi lain;

d.      Semua anggota profesi.

Prinsip kode etik terdiri dari:

a.      Menghargai otonomi;

b.      Melakukan tindakan yang benar;

c.       Mencegah tindakan yang dapat merugikan;

d.      Memperlakukan manusia secara adil;

e.      Menjelaskan dengan benar;

f.        Menepati janji yang telah disepakati;

g.      Menjaga kerahasiaan.

 

2.4.    Hak dan Kewajiban serta tanggung jawab

a. Hak bidan

1)      Berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

2)      Berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat/jenjang pelayanan kesehatan.

3)      Berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.

4)      Berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.

5)      Berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

6)      Berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.

7)      Berhak mendapat kompensasi dan keseahteraan yang sesuai

 

b. Kewajiban bidan

1)      Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.

2)      Bidan waib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.

3)      Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.

4)      Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk didampingi oleh suami atau keluarga.

5)      Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuia dengan keyakinan.

6)      Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang pasien.

7)      Bidan wajib memberi informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat timbul.

8)      Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atau tindakan yang akan dilakukan.

9)      Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.

10)  Bidan wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi serta menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.

11)  Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan

 

c. Hak pasien

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien :

1)      Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan Peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2)      Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan makmur.

3)       Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.

4)      Pasien berhak memperoleh asuhan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.

5)      Pasien berhak memilih bidan untuk menolongnya sesuai dengan keinginannya.

6)      Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi kehamilan persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.

7)      Pasien berhak mendapat pendamping suami selama proses persalinan berlangsung.

8)      Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit,dll.

 

d. Kewajiban pasien

1)      Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2)      Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.

3)      Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter bidan dan perawat.

4)      Pasien atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

 

2.5.        Kode Etika Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan oleh layanan kesehatan. Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan termasuk kondisi sosial ekonomi, sosial demografi.

Parameter sosial demografi dalam pelayanan kebidanan, antara lain :

a.      Perbaikan status gizi bayi

b.      Cakupan pertolonggan persalinan, menurut angka kematian Ibu, menurunnya angka kelahiran bayi, cakupan penanganan kasus beresiko, meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal.

Bidan sebagai tenaga pemberi jasa pelayanan harus menyiapkan diri untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan masyarakat atau pelayanan kebidanan. Keadilan dalam sumber daya pelayanan dimulai dari :

a.      Pemenuahan kebutuhan klien sesuai

b.      Sumber daya pelayanan dalam kebidanan untuk meningkatkan pelayan kebidanan

c.       Keterjangkauan tempat pelayanan.

Tingkat ketersediaan ini merupaka syarat utama untuk terlaksananya pelayan kebidanan. Sikap bidan harus tanggap terhadap klien, sesuai kebutuhan klien, tidak  membedakan pelayanan siapapun.

 

2.6. Pelaksanaan Kode Etika dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan di suatu institusi memiliki norma dan budaya yang unik. Setiap institusi pelayanan memiliki norma sendiri dalam memberikan pelayanan yang terdiri dari beberapa praktisi atau profesi kesehatan. Walaupun demikian subjek pelayanan hanya satu, yaitu manusia atau individu. Sehingga setiap individu harus jelas batas wewenangnya. Area kewenangan bidan tertuang dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan. Mengenai kejelas peran bidan diatur dalam standar praktik kebidanan dan standar pelayanan kebidanan.

a.      Etika dalam pelayanan kontrasepsi

Dalam merencanakan jumlah anak, seorang ibu telah merundingkan dengan suami dan telah menetapkan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Sehingga keputusan untuk memilih kontrasepsi, merupakan hak klien dan berada diluar kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi,maka menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi. Yang dapat dipergunakan klien, dengan memberikan informasi yang lengkap mengenai alat kontrasepsi dan beberapa alternatif sehingga klien dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya.

b.      Etika dalam penelitian kebidanan

Menurut Kode Etik Bidan Internasional adalah bahwa bidan seharusnya meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai proses seperti dari pengalaman pelayanan kebidanan dan dari riset keidanan. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kebidanan makin tinggi, karena semakin majunya jaman, dan kita memasuki era globalisasi, dimana akses informasi bagi masyarakat juga seamkin meningkatkan.

 

2.7.       Sumber Etika

Pancasila adalah sumber sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.

 

 

F. ASAS-ASAS ETIKA MEDIS

Asas-asas etika medis seperti yang ditemukan dalam Sumpah Hippokrates dinamakan tradisional. Asas-asas itu sudah berumur lebih dari pada 24 abad. Asas-asas tradisional ini masih dihormati, namun dalam paruh kedua abad ini telah hadir sebagai tambahan asasasas etika medis baru (kontemporer). Kehadiran asas-asas etika medis baru ini adalah akibat dari perubahan luar biasa dalam banyak aspek kehidupan manusia di seluruh dunia setelah Perang Dunia Kedua usai dalam tahun 1945. Perubahan besar terjadi dalam bidang-bidang politik dan ketatanegaraan, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, teknologi informasi hak-hak asasi manusia, gaya hidup, dsb. Perubahan-perubahan ini telah melahirkan asas-asas etika medis kontemporer (masa kini) sebagai berikut.

1.       Asas Menghormati Otonomi Pasien.

Otonomi secara umum adalah hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri. Hak otonomi pasien adalah hak pasien untuk mengambil keputusan

dan menentukan sendiri tentang kesehatan, kehidupan, dan malahan secara ekstrim tentang kematiannya. Ini berlawanan dengan budaya tradisional Hippokrates, di mana umumnya dokterlah yang menentukan apa yang dianggapnya paling baik untuk pasien. Perkembangan hak-hak otonomi sebagai manusia (juga hak-hak otonomi sebagai pasien) secara berarti baru terjadi sejak paruh kedua abad kedua puluh. Beberapa factor yang memicu dan mempengaruhi perkembangan itu adalah:

a.      Deklarasi Universal Tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh PBB tahun 1948.

b.      Keberhasilan perjuangan golongan minoritas kulit hitam di Amerika Serikat menuntut hak-hak sipil yang sama dengan warga negara, kulit putih.

c.       Pengakuan hukum atas hak-hak konsumen di negara-negara industri.

d.      Perkembangan sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat.

e.      Perkembangan demokrasi.

f.        Perkernbangan media masa dan teknologi informasi, yang mengakibatkan informasi tentang kesehatan, penyakit, dan pengobatan tidak lagi hanya menjadi monopoli para dokter saja.

g.      Di negara-negara industri makin marak terjadi tuntutan malpraktik oleh pasien terhadap dokter dan rumah sakit. Di Amerika, dalam tahun 1970-an orang sampai berbicara tentang krisis malpraktik, karena seringnya kasus hubungan dokter-pasien berlanjut menjadi sengketa hukum. Di negara kita sendiri, pasien makin 'berani' menuntut dokter ke pengadilan, didukung dan mungkin juga didorong oleh para ahli hukum. Bahkan akhir-akhir ini dunia kedokteran (kesehatan) digemparkan dengan kasus dokter X dkk yang diduga melakukan malpraktik tetapi dari hasil keputusan terakhir memutuskan tidak bersalah.

h.      Di Indonesia, sejak krisis nasional tahun 1997 terjadi gerakan reformasi yang menuntut demokratisasi dan diberlakukannya HAM dalam kehidupan sehari-hari, termasuk hak asasi sebagai pasien. Dalam perkembangan ilmu kesehatan dalam beberapa decade terakhir ini hubungan teraupetik sudah mulai muncul kembali hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien seimbang atau sejajar yaitu hubungan paternalistik. Tidak ada superior dan inferior karena tanpa adanya pasien atau pasien tidak dapat bekerja sama seorang dokter atau perawat tidak bisa memaksimalkan pelayanannya.

 

2.       Asas Keadilan (Justice)

Keadilan adalah salah satu pilar utama dalam kehidupan demokrasi. Asas keadilan lahir dari hak asasi manusia; setiap orang berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang adil, karena kesehatan adalah hak yang sama bagi setiap warga negara. Hak ini dijamin dalam

amendemen UUD tahun 1945.

3.       Asas Berkata Benar (Truth Telling, Veracity)

Salah satu ciri hubungan tenaga kesehatan/paramedik dengan pasien merupakan hubungan kepercayaan. Tenaga kesehatan harus selalu berkata benar tentang keadaan pasiennya begitu juga pasien salah satu hak pasien adalah memberikan informasi tentang keadaaan dirinya dengan sebenar-benarnya. Jangan sampai adanya dalil merahasiakan keadaan pasien karena untuk menjaga perasaan atau takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan tentang keadaan pasien.

 

G. FUNGSI ETIKA

Sebenarnya etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, tetapi etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika akan menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:

1)       pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;

2)      modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;

3)       berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:

(1)   Sikap terhadap sesama;

(2)   Etika keluarga

(3)   Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi

(4)   Etika politik

(5)   Etika lingkungan hidup, serta

(6)   Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.

 

J. HUBUNGAN MORAL DAN ETIKA

Hubungan moral dan etika sangat erat, mengingat etika membutuhkan moral sebagai landasan atau pijakan di dalam melahirkan sikap/perilaku tertentu. Beberapa mengartikan moral dan etika secara etimologis tidak ada bedanya yaitu suatu norma atau nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok. Sehingga jika terjadi pelanggaran atas norma tersebut seringkali seseorang dikatakan bahwa perbuatannya tidak etis atau tingkah lakunya “bejat” dan tidak bermoral. Contohnya seseorang menjual organ orang yang sudah meninggal hal ini merupakan tindakan sadis, tidak etis dan tidak bermoral. Dengan demikian

kata etis dan tidak bermoral merupakan suatu kata yang nampaknya seperti anak kembar, namun pada kenyataannya memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Memang tidak terlalu mudah mencari garis pemisah antara moral dan etika, karena keduanya di dalam arti tertentu memiliki unsur yang sama yaitu nilai. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara kaidah etika dan kaidah moral. Oleh karena itu moral adalahsuatu konsep nilai sedangkan etika merupakan suatu konsep perilaku. Konsep nilai yang melandasi konsep perilaku sehingga terjadi perilaku.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar