PERAN DAN
FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK
A.
Latar
Belakang
Peningkatan pengetahuan dan
teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya
pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini
merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme
selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi
memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang
tinggi.
Oleh karena itu
pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi
bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan
atau kebidanan dimana hak - hak pasien selalu menjadi pertimbangan dan
dihormati.
Jika terjadi suatu kesalah fahaman atau ketidakpuasan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan bidan / TENKES, bidan berhak menerima perlindungan
hukum dari Majelis Pertimbangan Etika Bidan, atau Majelis Pertimbangan Etika Profesi.
A.
Majelis Pertimbangan Etika Profesi
a.
Majelis Pertimbangan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis
Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih
dituliskan :
Majelis Pertimbangan Etika Profesi
di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis
sesuai :
1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982, tentang
memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua
profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
2. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun
1988 Bab V Pasal 11, tentang pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter
gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang
Pembentukan MP2EPM ( Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis
)
b.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah
Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku
Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan
Peraturan Kesehatan.
1. Menerima dan memberi pertimbangan
tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya
kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
2. Mengawasi pelaksanaan Kode etik
profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.
3. Mengadakan konsultasi dengan instansi
penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
4. Memberi nasehat kepada para anggota
profesi tenaga kesehatan .
5. Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama
dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan
Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
6. Memberi pertimbangan dan saran
kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.
7. MP2EPM Provinsi atas nama Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehtan Provinsi berwenang memanggil mereka yang
bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga kesehatan untu diminta
keterangannya dengan pemberitahuan pada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
c.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah
Pusat, yaitu :
1. Memberi pertimbangan tentang etik
dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri.
2. Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran
Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode
Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
3. Memberi pertimbangan dan usul kepada
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan
dan kedokteran.
4. Menyelesaikan persoalan yang tidak
dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.
5. Menerima rujukan dalam menangani
permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.
6. Mengadakan konsultasi dengan
instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan.
d.
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan:
1. Dasar pembentukan majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut
a) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
b) Undang – undang No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
c) Keputusan Presiden Tahun 1995
tentang pembentukan MDTK.
Tugas
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
B.
Majelis Pertimbangan Etika Bidan
PENGERTIAN
Majelis Etika Profesi merupakan
badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan
dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
pemyimpangan hokum. Realisasi majelis etika profesi
bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis
Pembelaan Anggota).
Dalam buku Heny puji Wahyuningih
dituliskan:
Merupakan badan perlindungan hukum
terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat
pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum. Majelis
Etika Profesi Bidan, Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di
Propinsi Bali tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam
lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :
a. Majelis Peradilan profesi ( MPA)
b. Majelis petimbangan Etika Bidan
(MPEB)
Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan menentukan
ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh bidan.
Hal yang menyangkut tugas Majelis Etika Kebidanan, yaitu :
1. Penilaian didasarkan atas permintaan
pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
2. Permohonan secara tertulis dan
disertai data-data.
3. Keputusan tingkat propinsi bersifat
final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat.
4. Sidang Majelis Etika kebidanan
paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding
menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
5. Keputusan paling lambat 60 hari dan
kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
6. Biaya dibebankan pada anggaran
pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.
C.
Pelaksanaan Majelis Pertimbangan
Etika bidan
Dalam
pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,
telah melantik Majelis Pertimbangan Etika Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota (
Heny Puji Wahyuningsih). Menurut peraturan menteri kesehatan RI No.
640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan
Medis dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H, dicantumkan.
a.
Pasal 20
MP2EPM Propinsi dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah,
Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan Perawat nasional Indonesia
Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah, dan Perhimpunan
Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta cabang-cabangnya.
b.
Pasal 21
Biaya MP2EPM Propinsi dibebankan
kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi.
c.
Pasal 22
1. MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil
pemeriksaan, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Propinsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan
yang bersangkutan.
2. Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan
administrative terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Keputusan kepala Kantor Wilayah yang
dimaksud dalam ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang
bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, MP2EPM Pusat dan MP2EPM Propinsi.
4. Dalam hal tenaga kesehatan yang
melakukan pelanggaran berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada
daerah dan kepada yang bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka
sebelumnya perlu dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I.
d.
Pasal 23
1. Apabila tenaga kesehatan
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap
keputusan bersalah yang dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang
bersangkutan dpat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM
Pusat.
2. Pernyataan banding dalam ayat (1)
disampaikan ke MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.
3. MP2EPM Propinsi meneruskan banding
tersebut dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya banding.
4. Apabila tenaga kesehatan dalam waktu
20 (dua puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22.
5. Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam
pasal 22 apabila yang bersangkutan mengajukan banding.
e.
Pasal 24
1. MP2EPM Pusat setelah menerima berkas
banding segera memriksa dan mengambil keputusan banding.
2. MP2EPM Pusat menyampaikan
keputusannya kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap
tenaga kesehatan yang bersangkutan.
3. Keputusan Menteri baik berupa
peringatan atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan
dengan tembusan kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi
tenaga kesehatan yang terkait.
D.
TUJUAN
Tujuan
dibentiknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang
seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan. Dengan kata lain, untuk memberikan
keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan
yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan
catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan
dan sesuai dengan standar praktek bidan.
E.
Lingkup Majelis Etika Kebidanan
meliputi :
1)
Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standart
profesi pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002
2)
Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan
praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan
Standart Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
3)
Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan
4)
Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang um kesehatan,
khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik biadan.
F.
Penorganisasian majelis etik
kebidanan, adalah sebagai berikut:
1)
Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang
mandiri, otonom, dan non structural.
2)
Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat
3)
Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara
dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
4)
Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh
sekretaris
5)
Jumlah anggota masing-masing terdiri daei lima orang
6)
Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun
dan sesudahnya,jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku,
maka anggota gersebut dapat dipilih kembali
7)
Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan
oleh menteri kesehatan
8)
Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:
1) Ketua dengan kualifikasi mempunyai
kompetensi tambahan dibidang hokum
2) Sekretaris merangkap anggota
3) Anggota majelis etik bidan
G.
Tugas majelis etik kebidanan adalah
sebagai berikut:
1) Meneliti dan menentukan ada tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh
bidan
2) Penilaian didasarkan atas prmintaan
pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
3) Permohonan secara tertulis dan
disertai data-data
4) Keputusan tingakt propinsi bersifat
final dan bias konsul ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat
5) Siding majelis etik kebidanan paling
lambat tujuh hari, stelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan
dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi
6) Keputusan paling lambat 60 hari,dan
kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwewenang
7) Biaya dibebankan pada anggaran
pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI ditingkat profensi
8) Dalam pelaksanaanya dilapangan
sekarangan ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,telah melantik MPEB
(Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota),namun dalam
pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik.
H. PERAN
Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB )
dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan
saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi
khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
I.
TUGAS
MPEB dan MPA merupakan majelis
independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI
tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah
pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut
pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota. DPEB dan MPA memiliki tugas
antara lain :
a. Mengkaji
b. Menangani
c. Mendampingi
anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan
dengan permasalahan hukum.
Dalam menjalankan tugasnya,
sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu
lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis
Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Tugasnya secara umum ialah :
1. merencanakan
dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.
2. melaporkan
hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.
3. memberikan
saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
4. membentuk tim
teknis sesuai kebutuhan,tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.
Tugas Majelis Etika Kebidanan
adalah meliputi :
1)
Meneliti dan menentukan ada dan
tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh bidan
2)
Penilaian didasarkan atas permintaan
pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
3)
Permohonan secara tertulis dan disertai
data-data
4)
Keputusan tingkat propinsi bersifat
final dan bisa konsul ke Majelis Etik Kebidanan pada tingkat pusat
5)
Sidang Majelis Etik Kebidanan paling
lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanan
sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
6)
Keputusan paling lambat 60 hari, dan
kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
7)
Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan
pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.
J.
KEANGGOTAAN
Keanggotaan MPEB
dan MPA terdiri dari :
1. Ketua
2. Sekretaris
3. Bendahara
4. Anggota
Badan Konsil Kebidananan
Dalam organisasi profesi bidan
Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan
badan yang terbentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Konsil kebidanan Indonesia merupakan
lembanga otonom dan independen bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala
Negara.
1. Tugas badan konsil kebidanan
a. Melakukan registrasi tenaga bidan.
b. Menetapkan standart pendidikan
bidan.
c. Menapis dan merumuskan arah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Melakukan pembinaan terhadap
pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi
mengatur,menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalakan prktik kebidanan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2. Wewenang badan konsil kebidanan meliputi :
a. Menetapkan standart kompetensi bidan
b. Menguji persyaratan registrasi bidan
c. Menyetujui dan menolak permohonan
registarsi
d. Menerbitkan dan mencabut sertifikat
registrasi
e. Menetapkan tehniologi kebidanan yang
dapat diterapkan di Indonesia
f. Melakukan pembinaan bidan mengenai
pelaksanaan etika profesi yang
ditetapkan oleh organisasi profesi
g. Melakukan pencatatan bidan yang
dikenakan sanksi yang dikenakan oleh organisasi profesi
3. Keanggotaan konsil kebidanan:
a. Dari unsure departemen dua orang
b. Lembaga konsumen 1 orang
c. Bidan 10 orang
d. Organisasi profesi terkait 4 orang
e. Ahli hukum 1 orang
4. Persyaratan anggota konsil:
a. Warga Negara Indonesia
b. Sehat jasmani dan rohani
c. Berkelakuan baik
d. Usia sekurangnya 40 tahun
e. pernah praktik kebidanan minimal 10
tahun
f. memiliki moral etika tinggi
5. keanggotaan konsil berhenti karena:
a. Berakhir masa jabatan sebagai
anggota
b. Meninggal dunia
c. Mengundurkan diri
d. Bertempat tinggal diluar wilayah
republic Indonesia
e. Gangguan kesehatan
f. Diberhentikan karena melanggar
aturan konsil
6. Mekanisme tatakerja konsil:
a. Memelihara dan menjaga registrasi
bidan
b. Mengadakan rapat pleno, dikatakan
sah apabila dihadiri separuh ditambah 1 unsur pimpinan harian
c. Rapat pleno memutuskan:
i.
Menolak permohonan registrasi
ii.
Membentuk sub-sub komite dan anggota
iii.
Menetapkan aturan dan kebijakan
d.
Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali
dalam setahun
e.
Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan
persoalan etik profesi
f. Ketua konsil, wakil ketua konsil,
ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur
pimpinan harian konsil
STANDAR PRAKTEK
KEBIDANAN HUBUNGAN SPK DENGAN HUKUM / PER UNDANG UNDANGAN
Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu
kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan
pendekatan managemen kebidanan.
Standar praktik kebidanan adalah
uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas
struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti
pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan
kebidanan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi
dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi
sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.
Hukum perundangan adalah himpunan
petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib didalam suatu
masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.
Hukum perundangan dilihat dari
isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan apa
yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang diperbolehkan.
Standar Praktik Bidan di Indonesia
Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan
metode manajemen kebidanan dengan langkah: pengumpulan data dan analisis data,
penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen kebidanan
yang sudah terdaftar pada catatan medis.
2. Format manajemen kebidanan
terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan
tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi
Standar II: Pengkajian
Data tentang status kesehatan klien
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat
dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1) Ada format pengumpulan data
2) Pengumpulan data dilakukan secara
sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
• Demografi identitas klien.
• Riwayat penyakit terdahulu.
• Riwayat kesehatan reproduksi.
• Keadaan kesehatan saat ini
termasuk kesehatan reproduksi.
• Analisis data.
3) Data dikumpulkan dari:
• Klien/pasien, keluarga dan sumber
lain.
• Tenaga kesehatan.
• Individu dalam lingkungan terdekat.
4) Data diperoleh dengan cara:
• Wawancara
• Observasi.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan
berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai
dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu keadaan psikologis yang
ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan
dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan
oleh klien.
Standar IV :Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat
berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
1) Ada format rencana asuhan
kebidanan
2) Format rencana asuhan kebidanan
terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.
Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan
berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien: tindakan kebidanan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional
1. Ada format tindakan kebidanan dan
evaluasi.
2. Format tindakan kebidanan terdiri
dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi.
5. Tindakan kebidanan dilaksanakan
dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan
hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan
dicatat pada format yang telah tersedia.
Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan
bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional
1) Klien/keluarga mendapatkan
informasi tentang:
• Status kesehatan saat ini
• Rencana tindakan yang akan
dilaksanakan.
• Peranan klien/keluarga dalam
tindakan kebidanan.
• Peranan petugas kesehatandalam
tindakan kebidanan.
• Sumber-sumber yang dapat
dimanfaatkan.
2) Klien dan keluarga bersama-sama
dengan petugas melaksanakan tindal kegiatan.
Standar VII :Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien
dilaksanakan secara terus menerus den, tujuan untuk mengetahui perkembangan
klien.
Difinisi Operasional
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara
terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan
selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.
Standar VIII :Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan
dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang dilaksanakan
dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional
• Evaluasi dilaksanakan setelah
dilaksanakan tindakan kebidanan. Men sesuai dengan standar ukuran yang telah
ditetapkan.
• Evaluasi dilaksanakan untuk
mengukur rencana yang telah dirumuskan
• Hasil evaluasi dicatat pada format
yang telah disediakan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan
sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.
Definisi oprasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk di
setiap langkah managemen kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara
jujur, sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung jawab.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal
dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan menyatakan bahwa : Yang
dimaksud dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan ( knowledge, skill
and professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi.
Dalam melaksanakan profesinya, Bidan
memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :
1. Bidan mempunyai persyaratan
pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan
etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya,
untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan
menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang
sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal
bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi:
deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu
nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan
budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada
wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan
keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki
dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan
Setiap
Bidan harus bekerja Secara profesional dalam melaksanakan profesi asuhan
kebidanan , dan dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja sesuai
standar yang meliputi meliputi : standar pendidikan, standar falsafah, standar
organisasi, standar sumber daya pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan,
standar kurikulum, standar tujuan pendidikan, standar evaluasi pendidikan,
standar lulusan, standar Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar organisasi,
standar falsafah, standar sumber daya pendidikan, standar program pendidikan
dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan pendidikan
berkelanjutan, standar pengendalian mutu
Standar Pelayanan Kebidanan, standar
falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf Dan Pimpinan,
Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur, Standar
Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar Evaluasi Dan
Pengendalian Mutu, standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar
pengkajian, Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar
tindakan, standar partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi,
standar dokumentasi.
Hukum
Perundangan di Indonesia
Undang-Undang yang ada di Indonesia
yang berkaitan dengan praktik kebidanan:
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang
pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain
menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi
dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan
sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan
asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah
dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa
pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya
mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan
sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis
tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada
posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus
tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964,
tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga
kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada
pemerintah selama 3 tahun.
i.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada
pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan
sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga
diberlakukan terhadapnya
ii.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga
tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon
peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja
dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat
dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis
termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun
1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan
(temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang
perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga
termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No.
363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan yang
jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk
mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB.
Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi
keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan
tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama
bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi
tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif
atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa
tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun
bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang
dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a,
Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan
Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik
pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena
dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
A.
Pengertian Aplikasi Etika dalam
Praktek Kebidanan
Materi
ini sangat penting bagi mahasiswa bidan untuk mengetahui tentang apa itu etika,
apa itu moral dan bagaimana menerapkannya dalam parktik kebidanan sehingga
seorang bidan akan terlindung dari kegiatan pelanggaran etik ataupun
pelanggaran moral yang sedang berkembang di hadapan publik dan erat kaitannya
dengan pelayanan kebidanan sehingga seorang bidan sebagai provider kesehatan
harus kompeten dalam menyikapi dan mengambil keputusan yang tepat untuk bahan
tindakan selanjutnya sesuai standar asuhan dan kewenangan bidan.
Pengkajian
dan pembahasan tentang etika tidak selalu -hubungannya dengan moral dan norma.
Kadang etika diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan
dalam aplikasinya. Moral lebih menunjuk pads perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan Etika dipakai
sebagai kajian terhadap sistem nilai yang berlaku. Etika jugs sering dinamakan
filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji
nilai baik buruknya tindakan manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta
menyoroti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan
yang dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan memperoleh pujian sebagai
rewardnya, namun perbuatan yang melanggar norma moral, maka si pelaku akan
memperoleh celaan sebagai punishmentnya.
Istilah
etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah
moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam
kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai.
Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan
lewatnya waktu.
Pada zaman sekarang ini etik perlu
dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh hukum, manusia yang
satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain. Saingan yang dalam
arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia.
Kalau tidak ada etik yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segansegan
untuk melawannya dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk
menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar dapat tercapai tujuan.
B.
PENGERTIAN ETIKA
Etika
diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam
hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan
didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".
Etik
ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik
adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan
manusia.
Etika
merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai
suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak
(Jones, 1994)
Menurut bahasa, Etik diartikan
sebagai:
C. FUNGSI
ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
1.
Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien
2.
Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah
tindakan yg merugikan/membahayakan orang lain
3.
Menjaga privacy setiap individu
4.
Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai
dengan porsinya
5.
Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat
diterima dan apa alasannya
6.
Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam
menganalisis suatu masalah
7.
Menghasilkan tindakan yg benar
8.
Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya
9.
Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia
antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada
umumnya
10. Berhubungan dengans pengaturan
hal-hal yg bersifat abstrak
11. Memfasilitasi proses pemecahan
masalah etik
12. Mengatur hal-hal yang bersifat
praktik
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di
dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang
dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi.
C. HAK KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB
Hak dan kewajiban adalah hubungan
timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak terhadap
bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan individu,
yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi
hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien. Sedang kewajiban adalah suatu
yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh
bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien.
A. Hak Pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi
yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:
1). Pasien berhak memperoleh
informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau
instusi pelayanan kesehatan.
2). Pasien berhak atas pelayanan
yang manusiawi, adil dan jujur.
3). Pasien berhak memperoleh
pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
4). Pasien berhak memilih bidan yang
akan menolongnya sesuai dengan keinginannya.
5). Pasien berhak mendapatkan
;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru
dilahirkan.
6). Pasien berhak mendapat
pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung.
7). Pasien berhak memilih dokter dan
kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku di rumah sakit.
8). Pasien berhak dirawat oleh
dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa
campur tangan dad pihak luar.
9). Pasien berhak meminta konsultasi
kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap
penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat.
10). Pasien berhak meminta atas
privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
11). Pasien berhak mendapat
informasi yang meliputi:
a. Penyakit yang diderita
b. Tindakan kebidanan yang akan
dilakukan
c. Alternatif terapi lainnya
d. Prognosisnya
e. Perkiraan biaya pengobatan
12). Pasien berhak men yetujui/mem
berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya.
13). Pasien berhak menolak tindakan
yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas
tentang penyakitnya.
14). Pasien berhak didampingi
keluarganya dalam keadaan kritis.
15). Pasien berhak menjalankan
ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya.
16). Pasien berhak atas keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.
17). Pasien berhak menerima atau
menolak bimbingan moril maupun spiritual.
18). Pasien berhak mendapatkan
perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktek.
D.
Kewaiiban Pasien
1). Pasien dan keluarganya
berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat tertib rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan.
2). Pasien berkewajiban untuk
mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.
3). Pasien dan atau penangungnya
berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
4). Pasien dan atau penangggungnya
berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya.
C. Hak Bidan
1). Bidan berhak mendapat
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2). Bidan berhak untuk bekerja
sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
3). Bidan berhak menolak keinginan
pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan dan
kode etik profesi.
4). Bidan berhak atas privasi dan
menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun
profesi lain.
5). Bidan berhak atas kesempatan
untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
6). Bidan berhak memperoleh
kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
7). Bidan berhak mendapat kompensasi
dan kesejahteraan yang sesuai.
E.
Kewaiiban Bidan
1). Bidan wajib mematuhi peraturan
rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah
sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2). Bidan wajib memberikan pelayanan
asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak
pasien.
3). Bidan wajib merujuk pasien
dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai
dengan kebutuhan pasien.
4). Bidan wajib memberi kesempatan
kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
5). Bidan wajib memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
6). Bidan wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
7). Bidan wajib memberikan informasi
yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang mungkiri
dapat timbul.
8). Bidan wajib meminta persetujuan
tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
9). Bidan wajib mendokumentasikan
asuhan kebidanan yang diberikan.
10).BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya
melalui pendidikan formal atau non formal.
11). Bidan wajib bekerja sama dengan
profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik dalam memberikan asuhan
kebidanan.
F.
SECARA UMUM KODE ETIK TERSEBUT
BERISI 7 BAB YAITU:
1. Kewajiban bidan terhadap klien
dan masyarakat (6 butir)
a) Setiap bidan senantiasa menjunjung
tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
b) Setiap bidan dalam menjalankan tugas
profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memelihara citra bidan.
c) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d) Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e) Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat
dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
f) 6). Setiap bidan senantiasa
menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan
mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
(3 butir)
a) Setiap bidan senantiasa memberikan
pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan
kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
b) Setiap bidan berhak memberikan
pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya
termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c) Setiap bidan harus menjamin
kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila
diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat
dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a) Setiap bidan harus menjalin hubungan
dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b) Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap
profesinya (3 butir)
a) Setiap bidan harus menjaga nama baik
dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang
tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
b) Setiap bidan harus senantiasa
mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Setiap bidan senantiasa berperan
serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan
mute dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri
sendiri (2 butir)
a) Setiap bidan harus memelihara
kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
b) Setiap bidan harus berusaha secara
terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap
pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
a) Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuanketentuan pemerintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan
masyarakat.
b) Setiap bidan melalui profesinya
berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk-
meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir)
Setiap bidan dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar