Rabu, 31 Maret 2021

PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK

 

PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK

A.    Latar Belakang

Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana hak - hak pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

Jika terjadi suatu kesalah fahaman atau ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan bidan / TENKES, bidan berhak menerima perlindungan hukum dari Majelis Pertimbangan Etika Bidan, atau Majelis Pertimbangan Etika Profesi.

 

A.    Majelis Pertimbangan Etika Profesi

a.      Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis

Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan :

Majelis Pertimbangan Etika Profesi di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis sesuai :

1.      Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982, tentang memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.

2.      Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11, tentang pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.

3.      Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM ( Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis )

b.      Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan.

1.      Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.

2.      Mengawasi pelaksanaan Kode etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.

3.      Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.

4.      Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan .

5.      Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.

6.      Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.

7.      MP2EPM Provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehtan Provinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga kesehatan untu diminta keterangannya dengan pemberitahuan pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

c.       Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu :

1.      Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri.

2.      Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.

3.      Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan dan kedokteran.

4.      Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.

5.      Menerima rujukan dalam menangani permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.

6.      Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan.

 

d.      Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan:

1.      Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut

a)      Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.

b)      Undang – undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

c)      Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK.

Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

 

B.     Majelis Pertimbangan Etika Bidan

PENGERTIAN

Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hokum. Realisasi majelis etika profesi bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).

 

 

Dalam buku Heny puji Wahyuningih dituliskan:

Merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum. Majelis Etika Profesi Bidan, Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :

a.       Majelis Peradilan profesi ( MPA)

b.      Majelis petimbangan Etika Bidan (MPEB)

Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan.

Hal yang menyangkut tugas Majelis Etika Kebidanan, yaitu :

1.      Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.

2.      Permohonan secara tertulis dan disertai data-data.

3.      Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat.

4.      Sidang Majelis Etika kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.

5.      Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.

6.      Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

 

C.    Pelaksanaan Majelis Pertimbangan Etika bidan

Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik Majelis Pertimbangan Etika Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota ( Heny Puji Wahyuningsih). Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H, dicantumkan.

a.      Pasal 20

MP2EPM Propinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah, Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan Perawat nasional Indonesia Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah, dan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta cabang-cabangnya.

b.      Pasal 21

Biaya MP2EPM Propinsi dibebankan kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.

 

 

 

c.       Pasal 22

1.      MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil pemeriksaan, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan.

2.      Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan administrative terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.      Keputusan kepala Kantor Wilayah yang dimaksud dalam ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, MP2EPM Pusat dan MP2EPM Propinsi.

4.      Dalam hal tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada daerah dan kepada yang bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka sebelumnya perlu dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I.

d.      Pasal 23

1.      Apabila tenaga kesehatan bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap keputusan bersalah yang dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang bersangkutan dpat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM Pusat.

2.      Pernyataan banding dalam ayat (1) disampaikan ke MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.

3.      MP2EPM Propinsi meneruskan banding tersebut dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya banding.

4.      Apabila tenaga kesehatan dalam waktu 20 (dua puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22.

5.      Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam pasal 22 apabila yang bersangkutan mengajukan banding.

e.       Pasal 24

1.      MP2EPM Pusat setelah menerima berkas banding segera memriksa dan mengambil keputusan banding.

2.      MP2EPM Pusat menyampaikan keputusannya kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan.

3.      Keputusan Menteri baik berupa peringatan atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan dengan tembusan kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi tenaga kesehatan yang terkait.

 

D.    TUJUAN

         Tujuan dibentiknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan. Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan dan sesuai dengan standar praktek bidan.

 

E.     Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :

1)        Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standart profesi pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002

2)        Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan Standart Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.

3)        Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan

4)        Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang um kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik biadan.

 

F.     Penorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:

1)            Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang mandiri, otonom, dan non structural.

2)            Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat

3)            Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.

4)            Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris

5)            Jumlah anggota masing-masing terdiri daei lima orang

6)            Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun dan sesudahnya,jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota gersebut dapat dipilih kembali

7)            Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan

8)            Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:

1)      Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hokum

2)      Sekretaris merangkap anggota

3)      Anggota majelis etik bidan

 

G.    Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:

1)      Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh bidan

2)      Penilaian didasarkan atas prmintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan

3)      Permohonan secara tertulis dan disertai data-data

4)      Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bias konsul ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat

5)      Siding majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, stelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi

6)      Keputusan paling lambat 60 hari,dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwewenang

7)      Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI ditingkat profensi

8)      Dalam pelaksanaanya dilapangan sekarangan ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,telah melantik MPEB (Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota),namun dalam pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik.

H.     PERAN

Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

 

I.        TUGAS

               MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota. DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain :

a.       Mengkaji

b.      Menangani

c.       Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.

               Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Tugasnya secara umum ialah :

1.      merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.

2.      melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.

3.      memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.

4.      membentuk tim teknis sesuai kebutuhan,tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

               Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meliputi :

1)        Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan

2)        Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan

3)        Permohonan secara tertulis dan disertai data-data

4)        Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etik Kebidanan pada tingkat pusat

5)        Sidang Majelis Etik Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.

6)        Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang

7)        Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

 

J.       KEANGGOTAAN

Keanggotaan MPEB dan MPA terdiri dari :

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Bendahara

4. Anggota


Badan Konsil Kebidananan

                Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang terbentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembanga otonom dan independen bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala Negara.

1.       Tugas badan konsil kebidanan

a.       Melakukan registrasi tenaga bidan.

b.      Menetapkan standart pendidikan bidan.

c.       Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

d.      Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.

Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur,menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalakan prktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

           

2.       Wewenang badan konsil  kebidanan meliputi :

a.       Menetapkan standart kompetensi bidan

b.      Menguji persyaratan registrasi bidan

c.       Menyetujui dan menolak permohonan registarsi

d.      Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi

e.       Menetapkan tehniologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia

f.       Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi  yang ditetapkan oleh organisasi profesi

g.      Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi yang dikenakan oleh organisasi profesi

 

3.       Keanggotaan konsil kebidanan:

a.       Dari unsure departemen dua orang

b.      Lembaga konsumen 1 orang

c.       Bidan 10 orang

d.      Organisasi profesi terkait 4 orang

e.       Ahli hukum 1 orang

 

4.       Persyaratan anggota konsil:

a.       Warga Negara Indonesia

b.      Sehat jasmani dan rohani

c.       Berkelakuan baik

d.      Usia sekurangnya 40 tahun

e.       pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun

f.       memiliki moral etika tinggi

 

5.       keanggotaan konsil berhenti karena:

a.       Berakhir masa jabatan sebagai anggota

b.      Meninggal dunia

c.       Mengundurkan diri

d.      Bertempat tinggal diluar wilayah republic Indonesia

e.       Gangguan kesehatan

f.       Diberhentikan karena melanggar aturan konsil

 

6.       Mekanisme tatakerja konsil:

a.       Memelihara dan menjaga registrasi bidan

b.      Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah apabila dihadiri separuh ditambah 1 unsur pimpinan harian

c.       Rapat pleno memutuskan:

                    i.      Menolak permohonan registrasi

                  ii.      Membentuk sub-sub komite dan anggota

                iii.      Menetapkan aturan dan kebijakan

d.  Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun

e.   Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi

f. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil

 

 

STANDAR PRAKTEK KEBIDANAN HUBUNGAN SPK DENGAN HUKUM / PER UNDANG UNDANGAN

        Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan.

Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan kebidanan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.

       Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.

Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang diperbolehkan.

 

Standar Praktik Bidan di Indonesia

Standar I : Metode Asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Difinisi Operasional:

1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.

2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi

 

Standar II: Pengkajian

Data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Difinisi Operasional:

1) Ada format pengumpulan data

2) Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:

• Demografi identitas klien.

• Riwayat penyakit terdahulu.

• Riwayat kesehatan reproduksi.

• Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.

• Analisis data.

3) Data dikumpulkan dari:

• Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.

• Tenaga kesehatan.

• Individu dalam lingkungan terdekat.

4) Data diperoleh dengan cara:

• Wawancara

• Observasi.

• Pemeriksaan fisik.

• Pemeriksaan penunjang.

 

Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.

Difinisi Operasional

1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.

2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.

 

Standar IV :Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Difinisi Operasional :

1) Ada format rencana asuhan kebidanan

2) Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.

 

Standar V: Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien: tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Difinisi Operasional

1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.

2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.

3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.

4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi.

5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.

6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

 

Standar VI : Partisipasi Klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Difinisi Operasional

1) Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:

• Status kesehatan saat ini

• Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.

• Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.

• Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.

• Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.

2)      Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindal kegiatan.

 

Standar VII :Pengawasan

Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus den, tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Difinisi Operasional

1. Adanya format pengawasan klien.

2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan perkembangan klien.

3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.

 

Standar VIII :Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Difinisi Operasional

• Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Men sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.

• Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan

• Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

 

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.

Definisi oprasional :

1. Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap langkah managemen kebidanan.

2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur, sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung jawab.

3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan menyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan ( knowledge, skill and professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

 

Dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :

1.      Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

2.      Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

3.      Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.

4.      Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

5.      Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

6.      Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

7.      Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

8.      Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.

9.      Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan

               Setiap Bidan harus bekerja Secara profesional dalam melaksanakan profesi asuhan kebidanan , dan dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja sesuai standar yang meliputi meliputi : standar pendidikan, standar falsafah, standar organisasi, standar sumber daya pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan, standar kurikulum, standar tujuan pendidikan, standar evaluasi pendidikan, standar lulusan, standar Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar organisasi, standar falsafah, standar sumber daya pendidikan, standar program pendidikan dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan, standar pengendalian mutu

Standar Pelayanan Kebidanan, standar falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf Dan Pimpinan, Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur, Standar Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar Evaluasi Dan Pengendalian Mutu, standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar pengkajian, Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar tindakan, standar partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi, standar dokumentasi.

 

Hukum Perundangan di Indonesia

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:

1.      UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

2.      UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

3.      UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.

          i.      Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya

        ii.      UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

4.      SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.

5.      Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.

6.      SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya

7.      UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.

 

APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

A.    Pengertian Aplikasi Etika dalam Praktek Kebidanan

               Materi ini sangat penting bagi mahasiswa bidan untuk mengetahui tentang apa itu etika, apa itu moral dan bagaimana menerapkannya dalam parktik kebidanan sehingga seorang bidan akan terlindung dari kegiatan pelanggaran etik ataupun pelanggaran moral yang sedang berkembang di hadapan publik dan erat kaitannya dengan pelayanan kebidanan sehingga seorang bidan sebagai provider kesehatan harus kompeten dalam menyikapi dan mengambil keputusan yang tepat untuk bahan tindakan selanjutnya sesuai standar asuhan dan kewenangan bidan.

               Pengkajian dan pembahasan tentang etika tidak selalu -hubungannya dengan moral dan norma. Kadang etika diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan dalam aplikasinya. Moral lebih menunjuk pads perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan Etika dipakai sebagai kajian terhadap sistem nilai yang berlaku. Etika jugs sering dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan memperoleh pujian sebagai rewardnya, namun perbuatan yang melanggar norma moral, maka si pelaku akan memperoleh celaan sebagai punishmentnya.

               Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.

Pada zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain. Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segan­segan untuk melawannya dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar dapat tercapai tujuan.

 

B.     PENGERTIAN ETIKA

               Etika diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".

               Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia.

               Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994)

Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai:

 

C. FUNGSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

1.        Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien

2.        Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg merugikan/membahayakan orang lain

3.        Menjaga privacy setiap individu

4.        Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya

5.        Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya

6.        Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah

7.        Menghasilkan tindakan yg benar

8.        Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya

9.        Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya

10.    Berhubungan dengans pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak

11.    Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik

12.    Mengatur hal-hal yang bersifat praktik

13.    Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi

14.    Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi.

 

 

 

C.     HAK KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB

Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan individu, yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien. Sedang kewajiban adalah suatu yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien.

A. Hak Pasien

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:

1). Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan.

2). Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

3). Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.

4). Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya.

5). Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.

6). Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung.

7). Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

8). Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar.

9). Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat.

10). Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.

11). Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

a. Penyakit yang diderita

b. Tindakan kebidanan yang akan dilakukan

c. Alternatif terapi lainnya

d. Prognosisnya

e. Perkiraan biaya pengobatan

12). Pasien berhak men yetujui/mem berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

13). Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

14). Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

15). Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

16). Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.

17). Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.

18). Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal­praktek.

 

D.    Kewaiiban Pasien

1). Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2). Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.

3). Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.

4). Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

 

C. Hak Bidan

1). Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

2). Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.

3). Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi.

4). Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.

5). Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.

6). Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

7). Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

 

E.     Kewaiiban Bidan

1). Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.

2). Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.

3). Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.

4). Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.

5). Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

6). Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.

7). Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul.

8). Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.

9). Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.

10).BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.

11). Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.

 

F.     SECARA UMUM KODE ETIK TERSEBUT BERISI 7 BAB YAITU:

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a)      Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

b)      Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

c)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

d)     Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

e)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

f)       6). Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

 

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a)      Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

b)      Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.

c)      Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)

a)      Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

b)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a)      Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

b)      Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c)      Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a)      Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.

b)      Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)

a)      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan­ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.

b)      Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup (1 butir)

Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar