EMBOLI
CAIRAN AMNION
1.1 Pendahuluan
Emboli cairan amnion adalah sebuah
gangguan langka dimana sejumlah besar cairan ketuban tiba – tiba memasuki
aliran darah. Cairan ketuban berisi sampah yang dapat menghambat pembuluh darah
dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Hal ini dapat terjadi bila
ada bukaan pada dinding pembuluh darah dan dapat terjadi jika kelahiran
melibatkan tenaga, wanita tua, sindrom janin mati atau bayi besar. Kondisi ini
dapat mengakibatkan kematian ibu cepat. Kasus Emboli cairan amnion yang paling
sering terjadi saat persalinan baik pervaginam maupun sesar, tidak ada yang
bisa aman 100% dari resiko Emboli cairan amnion. Amniotic fluid embolism (AFE) atau emboli air ketuban merupakan kondisi
langka namun serius, yang terjadi saat cairan ketuban masuk dan bercampur ke
dalam aliran darah ibu. Meskipun jarang terjadi, kondisi ini sangat berbahaya
karena memicu komplikasi bahkan bisa mengancam jiwa ibu dan bayinya.
Meskipun
sangat berisiko, sayangnya emboli air ketuban sulit didiagnosis. Namun
jika dokter telah mencurigai Anda mengidapnya, tentu saja akan diberikan
perawatan yang tepat dan sesegera mungkin untuk mencegah komplikasi yang
mengancam jiwa.
Kondisi ini
bisa terjadi selama persalinan atau tidak lama setelah melahirkan, baik
pada persalinan normal maupun persalinan caesar.
1.PENGERTIAN
Emboli cairan amnion merupakan sindrom dimana sejumlah besar cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal,tiba-tiba terjadi gangguan pernapasan yang
akut dan shock. 25% wanita yang menderita keadaan ini meninggal dunia dalam
waktu 1 jam. Emboli cairan amnion jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus
tidak terdiagnosis,diagnosis yang dibuat adalah shock obstetric, pendarahan postpartum atau edema pulmoner akut.
Emboli cairan amnion ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari hasil
pemeriksaan postmortem. Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya oleh Steiner dan Lusbaugh. Mereka
memperlihatkan bahwa masuknya cairan ketuban dalam jumlah yang cukup banyak
secara mendadak ke dalam sirkulasi darah maternal akan membawa kematian (
fatal).
2.ETIOLOGI
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita
yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang
sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang
amat besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan,
pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban )
.
b.
Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.
c.
Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu,
dan akan menyumbat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyumbat aliran ke paru, yang
lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak ditangani
dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak.
d.
Menconium dalam cairan ketuban
e.
Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang
sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini
juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah
ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia,
dispnue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.
3.FAKTOR RISIKO
- Meningkatnya
usia ibu
- Multiparitas
(banyak anak)
- Adanya
menconeum
- Laserasi
serviks
- Kematian
janin dalam kandungan
- Kontraksi
yang terlalu kuat
- Persalinan
singkat
- Plasenta
akreta
- Air Ketuban yang banyak
- Robeknya
rahim
- Adanya
riwayat alergi pada ibu
- Adanya
infeksi pada selaput ketuban
- Bayi
besar
4.TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
a. Ketika
mencapai paru – paru akan menyebabkan penyumbatan kapiler paru-paru yang
menyebabkan gangguan pada proses respirasi, dengan gejala dispnea, takipnea, nyeri dada, sianosis,
edema paru, dan syok.
b. Dapat
menyebabkan spasme kuat pembuluh kapiler paru lalu terjadi pengurangan cardiac output, hipertensi, bradikardi, serta nantinya akan berlanjut ke
gagal jantung kanan akut dan hipoksemia.
c. Berlanjut menjadi hilang kesadaran, hal ini
sekitar 25-50% dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam pertama (kematian
mendadak).
d. Kematian
sering terjadi pada emboli cairan amnion yang banyak mengandung debris partikel, misalnya: cairan amnion.Cepat lambatnya ibu meninggal
bergantung pada jumlah cairan ketuban yang masuk ke sirkulasi ibu.
e. Reaksi
anafilaktik mungkin terjadi emboli yang berasal dari fetus merupakan benda
asing di dalam tubuh ibu.
f. Pendarahan
hebat (HPP) akibat darah sulit membeku,karena adanya unsure tromboplastik dalam
cairan amnion.Khususnya pendarahan pada traktus genetalis dan daerah yang
mengalami trauma.
g. Trombositopenia
berat timbul dan khasnya darah sulit membeku bila diberi thrombin atau maksimal membentuk
bekuan kecil lalu segera mengalami lisis sempurna.
h. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat
pengukuran (Hipotensi )
i.
Sianosis perifer dan perubahan pada
membran mukosa akibat dari hipoksia.
j.
Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin
dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini
berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat
60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
k. Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan
setelah melahirkan. Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat
bimanual diagnostik.
l.
Koagulopati atau pendarahan parah karena
tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
5.PATOFISIOLOGI
Perjalanan cairan
amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena
endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi
pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban
pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang
tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta
komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa
mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi
yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok
sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi
dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas,
lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua
gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari
menumpuknya air ketuban di paru-paru
terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan
aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia
myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan
yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan
yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi
sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih
belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi
akibat dari embolisme air ketuban atau
kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi
intravaskuler.
6.PENATALAKSANAAN
Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi hipertensi
sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang dapat bertahan
hidup setelah menjakani resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang
ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan.
Tindakan yang menunjang sirkulasi serta pemberian darah dan komponen darah
sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu
intervensi yang dapat memperbaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion. Wanita yang
belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat sebagai upaya
menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi
belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi
semakin rumit.
- Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi
, koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
- Penggatian cairan intravena
& darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
- Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan
atonia uteri.
- Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
- Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan
menghambat proses perbekuan.
- Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada
bronkospasme .
- Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos
bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di
berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik
kira – kira 100 mmHg.
- Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
- Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan
menghambat proses pembekuan.
- Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
- Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar
dan sedian trombosit.
- Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin /
fibrinogen.
- Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan
agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
- Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
7.KOMPLIKASI
- Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah
jantung kanan.
- iskemik
- Ganguan pembekuan darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar