2.1
Definisi
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik yaitu kehamilan
dimana tempat implantasi blastosit di area manapun selain endometrium. Lokasi
implantasi biasanya terletak pada bagian paling distal tuba falopi
Kehamilan ektopik adalah implantasi
ovum yang telah dibuahi diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat muncul
dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa perdarahan pervaginam.
Pada kelompok pasien tertentu
beresiko tinggi, mereka dengan patologi atau pembedahan tuba sebelumnya, dan
mereka dengan alat kontrasepsi dalam rahim. Kemungkinan kehamilan ektopik harus
dipikirkan pada pasien yang beresiko tinggi, meskipun tanpa gejala
Kelainan tempat kehamilan adalah
kehamilan yang berada diluar kavum uteri. Kehamilan disebut ektopik bila berada
ditempat yang luar biasa, seperti didalam tuba, ovarium atau rongga perut atau
juga ditempat yang luar biasa walaupun masih dalam rahim misalnya serviks, pars
interstisialis tuba atau tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik
terjadi didalam tuba, angka kejadian kehamilan tuba ialah 1 diantara 150
persalinan (Amerika)
Gambar
1
Kehamilan
ektopik
2.2
Faktor
Resiko Kehamilan Ektopik
Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik
yaitu:
1. Bedah
tuba
2. Sterilisasi
3. Kehamilan
ektopik sebelumnya
4. Terpajan
dietilstilbestron
5. Penggunaan
AKDR
6. Kelainan
tuba
7. Infertilitas
dan penanganan terkait
8. Infeksi
saluran genital sebelumnya
9. Pasangan
seksual lebih dari satu
10. Merokok
11. Bilas
vagina
12. Pertama
kali berhubungan seks saat usia dini
13. Usia
ibu sudah lanjut
14. Endometriosis
2.3
Lokasi Kehamilan Ektopik
1.
Kehamilan
Tuba
a.
Patogenesis
Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi
menjadi:
1) Kehamilan
ampula (dalam ampula tuba)
2) Kehamilan
istmus (dalam istmus tuba)
3) Kehamilan
interstisial (dalam pars
interstisialis tuba)
Terkadang nidasi terjadi di fimbria. Dari
bentuk-bentuk diatas, secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal,
tuba ovarial atau kehamilan dalam ligamentum latum. Dan kehamilan paling sering
terjadi didalam ampula tuba.
Implamantasi telur dapat bersifat
kolumnar, artinya terjadi dipuncak lipatan selaput tuba, dan telur terletak
didalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam
lumen tuba (abortus tuber).
Telur dapat pula menembus epitel dan
terimplantasi interkolumnar, artinya terjadi didalam lipatan selaput lendir,
dan telur masuk kedalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidua.
Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan memasuki rongga peritoneum (ruptur
tuba).
Walau kehamilan terjadi diluar rahim,
rahim turut membesar karena otot-ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh
hormone yang menghasilkan trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi
desidua vera. Menurut Aria-Stella, perubahan histology endometrium ini cukup
khas untuk membantu diagnosis.
Setelah janin mati,
desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong, tetapi terkadang
terlahir seluruhnya sehingga merupakan cetakan kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua
disertai dengan perdarahan; kejadian ini menerangkan gejala perdarahan
pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu
b.
Perkembangan
Kehamilan tuba
Kehamilan tuba tidak
dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke-6 hingga ke-12,
yang paling sering antara minggu ke 6-8. Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2
cara, yakni abortus tuba atau ruptur tuba.
1) Abortus
Tuba
Oleh karena senantian membesar,
telur menembus endosalping (selaput lendir tuba), masuk kedalam lumen tuba,
lalu keluar kea rah infundibulum. Peristiwa ini terutama terjadi bila telur
berimplantasi di ampula tuba. Implantasi telur di ampula tuba biasanya bersifat
kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir di tempat ini tinggi dan banyak.
Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur mudah tumbuh
kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari
lapisan otot tuba.
Abortus tuba kira-kira
terjadi diantara minggu ke-6 hingga ke-12. Keluarnya abortus keluar dari ujung
tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi kavum douglasi, yang disebut hematokel
retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan sehingga darah
terkumpul di dalam tuba dan menggembungkan tuba. Keadaan ini disebut
hematosalping.
2) Ruptur
Tuba
Implantasi telur
didalam istmus tuba menyebabkan telur mampu menembus lapisan otot tuba kearah
kavum peritoneum. Lipatan-lipatan selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa
banyak, sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara interkolumnar.
Dengan demikian, trofoblas cepat sampai kelapisan otot tuba. Kemungkinan
pertumbuhan kearah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga
telur menembus dinding tuba kearah rongga perut atau peritoneum.
Ruptur istmus tuba
terjadi sebelum minggu ke-12 karena dinding tuba di daerah ini cukup tipis.
Namun, ruptur pars intertisialis terjadi lebih lambat, bahkan terkadang baru
terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan otot didaerah ini cukup tebal. Ruptur
dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar, misalnya
akibat periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam
kavum peritoneum, terkadang kedalam ligamentum latum bila implantasi terjadi
didinding bawah tuba.
Pada ruptur tuba,
seluruh bagian telur yang sudah mati dapat keluar dari tuba melalui robekan dan
masuk kedalam kavum peritoneum. Bila pengeluaran janin melalui robekan tidak
diikuti oleh plasenta yang tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat
berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal. Oleh karena
awalnya merupakan kehamilan tuba dan batu kemudian menjadi kehamilan abdominal,
kehamilan ini disebut kehamilan abdominal sekunder. Plasenta dalam kehamilan ini
dapat meluas kedinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus.
Bila insersi telur
terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan mengarah ke dalam ligamentum latum.
Pascaruptur, telur dapat mati dan menciptakan hematom didalam ligamentum latum,
atau malah terus hidup, sehingga kehamilan berlangsung terus didalam ligamentum
latum.
Kehamilan tuba
abdominal ialah kehamilan yang asalnya berada diujung tuba dan kemudian tumbuh
kedalam kavum peritoneum. Kehamilan tuba-ovarial ialah kehamilan yang awalnya
berada di ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terbentuk dari jaringan
tuba maupun ovarium
c.
Gambaran
Klinis
Wanita dengan kehamilan
tuba memperlihatkan beragam gejala klinis yang sebagian besar bergantung pada
ada tidaknya ruptur. Manifestasi pasien yang lebih awal dan teknologi
diagnostic yang lebih baik memungkinkan sebagian besar kasus terdeteksi sebelum
ruptur. Biasanya wanita yang bersangkutan tidak mencurigai kehamilan tuba dan
beranggapan bahwa kehamilannya normal, atau beranggapan ia mengalami keguguran.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering samara tau bahkan tidak ada.
Tanpa diagnosis dini,
perjalanan alami kasus “ klasik” ditandai oleh keterlambatan haid (dengan lama
bervariasi) diikuti oleh spotting atau perdarahan ringan per vagina. Jika
terjadi ruptur, pasien biasanya mengalami nyeri hebat di abdomen bawah dan
panggul yang sering diungkapkan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, atau
merobek. Terjadi gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga sinkop.
Dijumpai nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam bimanual,
terutama penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forniks posterior
vagina mungkin menonjol karena darah terkumpul di cul-de-sac tektouterus, atau mungkin teraba suatu massa nyeri tekan
disalah satu sisi uterus. Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di
leher atau bahu, terutama ketika inspirasi, mungkin timbul pada sekitar separuh
wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup besar. (Cunningham, et al,
2013).
d.
Tanda
dan Gejala
Kehamilan ektopik yang
masih utuh menimbulkan gejala dan tanda serupa dengan kehamilan muda
intrauterine. Kehamilan ektopik biasanya baru menimbulkan beragam gejala dan
tanda yang jelas dank has bila sudah terganggu.
Kehamilan ektopik
terganggu memunculkan kisah yang khas: seorang wanita yang sudah terlambat haid
sekonyong-konyong menderita nyeri perut, terkadang jelas lebih kesebelah kiri
atau sebelah kanan perut. Selanjutnya, penderita pusing, sesekali pingsan, dan
sering mengalami sedikit perdarahan pervaginam. Pemeriksaan fisik menunjukkan
bahwa wanita tersebut pucat dan menampilkan gejala syok; perut teraba tegang;
nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan dalam, terutama bila serviks
digerakkan, atau oleh perabaan kavum douglasi (forniks posterior); tumor yang
lunak dan kenyal juga dapat teraba.
Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu
yang patut diketahui antara lain:
1) Nyeri
tekan
Gejala ini paling sering dijumpai
dan terdapat pada hampir semua penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral
atau bilateral dibagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas
perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang
dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan terkadang timbul nyeri
menjalar ke bahu dan leher akibat rangsang darah terhadap diafragma. Nyeri
tekan dapat tercetuskan oleh abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika
porsio digerakkan)
2) Amenorea
Walau amenorea sering dikemukakan
dalam anamnesis, kehamilan ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila
gejala ini tidak ditemukan, lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang kurang
memperhatikan haid. Perdarahan patologis akibat kehamilan ektopik tidak jarang
dianggap haid biasa
3) Perdarahan
pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua
mengalami degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk
perdarahan. Umumnya volume perdarahan sedikit; bila perdarahan pervaginam
banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa.
4) Syok
hipovolemik
Tanda-tanda syok lebih nyata bila
pasien duduk. Selain itu, oliguria dapat pula menyertai
5) Pembesaran
uterus
Pada kehamilan ektopik uterus turut
membesar akibat pengaruh hormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih
kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama
6) Tumor
didalam rongga panggul
Dapat teraba tumor lunak kenyal
yang merupakan kumpulan darah dituba dan sekitarnya
7) Perubahan
darah
Kadar hemoglobin kemungkinan
menurun pada kehamilan ektopik terganggu akibat perdara han yang banyak kedalam
rongga perut. Namun, kita harus insaf bahwa penurunan Hb disebabkan oleh
pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal
ini memerlukan waktu 1-2 hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama
mungkin saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus
didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan
juga meningkat angka leukosit, terutama perdarahan hebat; angka leukosit tetap
normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit.
2.
Kehamilan
abdomen
Menurut kepustakaan, kehamilan
abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di antara 1.500 kehamilan. Terdapat
dua macam kehamilan abdominal, yakni:
a. Kehamilan
abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi didalam rongga perut.
b. Kehamilan
abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan setelah rupture baru
menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal
adalah kehamilan abdominal sekunder. Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba,
permukaan belakang rahim,dan ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan
abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin
mati sebelum cukup bulan (bulan ke 5 atau ke 6) karena ambilan makanan kurang
sempurna.
Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan.
Prognosis janin kurang baik karena banyak yang mati stelah dilahirkan. Selain
itu, resiko kelainan congenital lebih tinggi daripada kehamilan intra uterin.
Kematian
janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:
a. Pernanahan yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang
dapat pecah melalui dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih. Bersama
nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan kulit, rambut dan
lain-lain.
b. Pengapuran
(kalsifikasi) yaitu anak mengapur,
mengeras karena endapan-endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu
(lithopedion).
c. Perlemakan
yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).
Bila kehamilan berlanjut sampai
cukup bulan, timbul his, artinya pasien merasa nyeri dengan teratur seperti
pada persalinan biasa. Akan tetapi, bila kita memeriksa dengan teliti, tumor
yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).
Pada pemeriksaan dalam, pembukaan
ternyata tidak membesar, paling-paling sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak
merata. Bila jari-jari kedalam kavum uteri, akan teraba uterus yang kosong.
Bila penderita tidak lekas ditolong dengan laparotomi, anak akhirnya mati.
Tanda dan gejala kehamilan
abdominal biasanya baru terdiagnosis bila kehamilan sudah agak lanjut. Gejala
dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai berikut:
a. Segala
tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan abdominal, pasien
biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum, misalnya mual, muntah,
gembung perut, obstipasi atau diare dan nyeri perut.
b. Pada
kehamilan abdominal sekunder; pasien mungkin pernah mengalami nyeri perut hebat
disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba.
c. Tumor
yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).
d. Pergerakan
anak dirasa nyeri oleh ibu.
e. Bunyi
jantung anak lebih jelas terdengar.
f. Bagian-bagian
tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut.
g. Selain
tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor lain, yakni rahim yang
membesar.
h. Pada
rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak yang terletak
tinggi dan berada dalam letak paksa.
i.
Pada foto lateral,
tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
j.
terdapat shuffle vascular disisi medial spina
iliaka. Shuffle ini diduga berasal
dari arteri ovarika.
k. Bila
sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar + jari dan tidak membesar; bila jari
dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata kosong.
3.
Kehamilan
ovarium
Kehamilan
ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda.
Menegakkan
diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi criteria spiegelberg, yakni:
1. Tuba
disisi kehamilan masih tampak utuh
2. Kantung
kehamilan daerah ovarium
3. Ovarium
dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
4. Pemeriksaan
histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam dinding kantung kehamilan.
4.
Kehamilan
serviks
Kehamilan servikal jarang sekali
terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur
menyebabkan serviks menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada
kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan
operasi.
Plasenta sukar dilepaskan, dan
pelepasan plasenta menimbulkan perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon;
bila tindakan ini tidak menolong, dilakukan histerektomi.
5.
Kehamilan
di jaringan parut Caesar
Implantasi kehamilan yang
sebenarnya normal kedalam jaringan parut uterus bekas seksio sesarea telah
dilaporkan lebih dari 30 tahun yang lalu oleh Larsen dan Solomon (1978).
Kehamilan ini memiliki ukuran beragam dan dalam banyak hal mirip dengan
plasenta inkreta dengan kecendrungan mengalami perdarahan hebat.
6.
Tempat
lain kehamilan ektopik
1. Kehamilan
limpa
2. Kehamilan
hati
3. Kehamilan
retroperitoneum
4. Kehamilan
omentum
5. Kehamilan
diafragma (Cunningham, et al, 2013).
2.4
Perjalanan
klinik Kehamilan Ektopik
Bila tidak didiagnosis dan
diangkat, akhirnya akan rupture. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Sebelum
ruptur
a. Amenorea,
lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang intermiten. Mungkin hampir tidak
terlihat sehingga perdarahan bercak tampak seperti masa menstruasi normal.
b. Nyeri
panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu.
c. Massa
lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas bila terdistensi darah.
d. Uterus
membesar karena hormone plasenta, mungkin berukuran normal sesuai gestasi.
Mungkin juga pindah kesalah satu sisinya.
e. Mual,
muntah lebih jarang terjadi dari biasanya. Diare menjadi lebih sering dari
biasa.
f. Uji
kehamilan positif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari keseluruhan waktu
karena fungsi plasenta yang masih kurang optimal.
g. Nyeri
abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.
2. Setelah
ruptur
a. Nyeri
abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat, dan tajam.
b. Hipotensi
dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan internal; perdarahan
dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.
c. Nyeri
abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.
d. Darah
berkumpul tanpa dapat keluar (cul-de-sac).
e. Nyeri
pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi diafragma akibat
darah yang ada di rongga peritoneum.
2.5
Diagnosis
Banding
1. Abotus
spontan
a. Perdarahan
lebih banyak
b. Sedikit
nyeri
c. Tidak
ada massa adneksa yang teraba
d. Insidens
syok lebih rendah
e. Produk
konsepsi mungkin dikeluarkan dan ditemukan pada pemeriksaan speculum atau
didalam toilet
2. PRP
a. Riwayat
infeksi sebelumnya
b. Jarang
terjadi amenore
c. Nyeri
bilateral, bukan unilateral
d. Demam
biasanya lebih 38°C
3. Kista
ovarium
a. Menstruasi
normal
b. Nyeri
yang tidak biasa
c. Massa
yang lunak dan dapat digerakkan
d. Uterus
terasa tidak seperti hamil
4. Apendisitis
a. Mual,
muntah, dan demam hampir selalu ada
b. Tidak
ada tanda dan gejala kehamilan
c. Pemeriksan
panggul normal
d. Nyeri
pada epigastrium bukan di leher dan bahu
e. Terdapat
tanda McBurney
2.6
Diagnosis
Menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu
tentunya dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, yaitu sebagai berikut:
1. Anamnesa
tentang trias kehamilan ektopik terganggu:
a. Terdapat
amenorhea (Terlambat datang bulan).
b. Terdapat
rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri didaerah bahu dan seluruh abdomen.
1) Nyeri
perut terutama nyeri unilateral (satu sisi).
2) Gejala
ini spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri menyebar ke tengah atau seluruh
perut bawah.
3) Darah
dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu/sekitar
25-30% penderita mengalami keluhan nyeri bahu ini.
c. Terdapat
perdarahan melalui vagina atau spotting/bercak.
1) Perdarahan
pervaginam berasal dari pelepasan desidua dan dari abortus tuba.
2) Umumnya
perdarahan tidak banyak dan bewarna coklat tua.
3) Gejala
perdarahan dan/atau perdarahan.
4) Bercak
ini timbul pada 75% kasus yang timbul satu atau dua minggu setelah
keterlambatan haid.
a) Darah
dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu/sekitar
25-30%
2. Pemeriksaan
Fisik
Keadaan umum dan tanda
vital dapat baik sampai buruk seperti:
a. Keadaan
umum
1) Ibu
tampak anemis dan sakit, lemah dan pucat.
2) Keasadaran
bervariasi dari baik sampai koma-tidak sadar.
3) Terdapat
tanda-tanda syok: hipotensi (tekanan darah menurun), Takhikardia (nadi
meningkat), pucat, ekstremitas dingin.
4) Pada
pemeriksaan abdomen: Ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan,
nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire), ini disebabkan karena darah yang
masuk kedalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, Tanda cairan bebas
dalam abdomen. Dan Perut kembung.
b. Pemeriksaan
khusus melalui vagina (pemeriksaan ginekologi)
1) Nyeri
goyang pada pemeriksaan serviks
2) Serviks
terlalu lunak dan nyeri tekan.
3) Korpus
uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri
abdomen yang hebat.
4) Kavum
douglas menonjol oleh karena terisi darah dan nyeri.
3. Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaan
laboratorium
1) Kadar
hemoglobin meningkat dan eritrosit menurun atau leukosit meningkat.
2) Tes
kehamilan (urine dan HCG)
b. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
c. Pemeriksaan
kuldosentesis
Untuk mengetahui adanya cairan atau darah dalam
kavun douglass.
d. Pemeriksaan
yang ditegakkan secara bedah (surgical Diagnosis). (Anik, 2016).
2.7
Penatalaksanaan
Kehamilan Ektopik
Pengantar
1. Kehamilan
ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan penanganan
spesialistis.
a. Dalam
hal ini, rujukan merupakan langkah yang sangat penting.
b. Dengan
gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu. Kiranya bidan dapat menegakkan
diagnosis kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik diambil adalah segera
merujuk penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap seperti puskesmas, dokter
atau langsung ke rumah sakit.
2. Sebagai
gambaran penanganan spesialistis tersebut yang akan dilakukan adalah
penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
lokasi dan tampilan klinis.
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik
Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan
ektopik adalah sebagai berikut:
1. Segera
rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.
2. Optimalisasi
keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah, pemberian oksigen
atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik.
3. Pada
keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa 5%,
garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita harus
diperbaik, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan).
4. Penatalaksanaan
yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segera dengan penatalaksanaan
bedah operasi/ laparatomi setelah diagnosis dipastikan. (Anik, 2016).
Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik
1.
Penatalaksanaan
Kehamilan tuba
a. Penatalaksanaan
bedah
Laparaskopi adalah terapi bedah
yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan
secara hemodinamis tidak stabil. Hanya sedikit studi prespektif yang pernah
dilakukan untuk membandingkan bedah laparatomi dengan laparoskopik. Hajenius
dkk (2007) melakukan tinjauan terhadap basis data cochrane dan temuan mereka
diringkaskan sebagai berikut:
1) Tidak
terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara keseluruhan setelah
salpingostomi yang dilakukan pada laparoskopi second-look.
2) Setiap
metode diikuti oleh kehamilan uterus berikutnya dengan jumlah yang sama.
3) Kehamilan
ektopik berikutnya lebih jarang terjadi pada wanita yang diterapi secara
laparoskopis, meskipun hal ini secara statistic tidak bermakna.
4) Laparaskopi
memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, lebih sedikit menyebabkan
perdarahan, memerlukan lebih sedikit analgetik, dan mempersingkat rawat inap.
5) Bedah
laparaskopik sedikit terapi kurang berhasil secara signifikan dalam mengatasi
kehamilan tuba.
6) Biaya
laparoskopi jauh lebih rendah, meskipun sebagian berpendapat bahwa biaya berupa
dengan kasus-kasus yang akhirnya dilaparotomi.
Bedah tuba dianggap konservatif
jika tuba diselamatkan. Contonhya adalah salpingostomi, salpingotomi dan
ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria.
b. Penatalaksanaan
medis dengan methotrexate
Antagonis asam folat ini sangat efektif
terhadap trofoblas yang cepat berproliferasi dan telah digunakan selama lebih
dari 40 tahun untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat ini juga
digunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Pada terapi medis ini, beberapa
factor yang memprediksi keberhasilan antara lain adalah:
1) Kadar
HCG serum awal.
2) Ukuran
kehamilan ektopik
3) Aktivitas
jantung janin
c. Penatalaksanaan
ekspektansi
Pada penatalaksanaan ekspektansi,
angka kepatenan tuba dan kehamilan intrauterus selanjutnya setara dengan
penatalaksanaan medis atau bedah. Konsekuensi rupture tuba yang dapat
membahayakan, disertai oleh keamanan terapi medis dan bedah, mengharuskan bahwa
terapi ekspektansi hanya dilakukan pada wanita tertentu yang sudah mendapat
konseling. (Cunningham et al, 2013)
2.
Penatalaksanaan
Kehamilan abdomen
Bila diagnosis sudah ditemukan,
kehamilan abdominal harus dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan
dan ileus. Tujuan operasi hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya
ditinggalkan. Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal
menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat pada dinding yang tidak
mampu berkontraksi.
Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun akan
diresorbsi. Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus
cukup.
3. Penatalaksanaan
Kehamilan ovarium
Penanganan klasik untuk kehamilan
ovarium adalah pembedahan. Perdarahan dini dari lesi yang berukuran kecil dapat
diatasi dengan reseksi baji ovarium atau sistektomi. Pada lesi yang lebih
besar, sering dilakukan ovariektomi, dan laparoskopi telah digunakan untuk
reseksi atau ablasi laser (Herndon dkk, 2008). Yang terakhir, methotrexate
dilaporkan berhasil mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture. (Cunningham
et al, 2013).
4.
Penatalaksanaan
Kehamilan serviks
Dahulu, sering harus dilakukan
histerektomi karena perdarahan hebat yang menyertai upaya pengankatan kehamilan
serviks. Dengan histerektomi, resiko cedera saluran kemih meningkat karena serviks
yang membesar dan berbentuk tong. Untuk menghindari morbiditas pembedahan dan
sterilisasi, diterapkan pendekatan lain:
a. Cerclage
(pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks)
b. Kuretase
dan tampon
c. Emboli
arteri
d. Penatalaksanaan
medis. (Cunningham et al, 2013).
5.
Penatalaksanaan
Kehamilan di jaringan parut Caesar
Penatalaksanaan bergantung pada
usia gestasi dan mencakup terapi methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik,
reseksi dengan laparotomi atau laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham
et al,2013).
6.
Dianjurkan
melakukan laparotomi. (Cunningham et al,2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar