Rabu, 31 Maret 2021

Kehamilan Ektopik

 

2.1     Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik yaitu kehamilan dimana tempat implantasi blastosit di area manapun selain endometrium. Lokasi implantasi biasanya terletak pada bagian paling distal tuba falopi (Geri & Carole, 2009).

Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum yang telah dibuahi diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat muncul dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa perdarahan pervaginam.

Pada kelompok pasien tertentu beresiko tinggi, mereka dengan patologi atau pembedahan tuba sebelumnya, dan mereka dengan alat kontrasepsi dalam rahim. Kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan pada pasien yang beresiko tinggi, meskipun tanpa gejala (Harry & Tjokorda, 2012)

Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar kavum uteri. Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa, seperti didalam tuba, ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar biasa walaupun masih dalam rahim misalnya serviks, pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba, angka kejadian kehamilan tuba ialah 1 diantara 150 persalinan (Amerika) (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

Gambar 1

Kehamilan ektopik

 

2.2     Faktor Resiko Kehamilan Ektopik

Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu:

1.      Bedah tuba

2.      Sterilisasi

3.      Kehamilan ektopik sebelumnya

4.      Terpajan dietilstilbestron

5.      Penggunaan AKDR

6.      Kelainan tuba

7.      Infertilitas dan penanganan terkait

8.      Infeksi saluran genital sebelumnya

9.      Pasangan seksual lebih dari satu

10.  Merokok

11.  Bilas vagina

12.  Pertama kali berhubungan seks saat usia dini

13.  Usia ibu sudah lanjut

14.  Endometriosis (Lauren A, Jessica E, & Meredith B, 2012).

 

2.3     Lokasi  Kehamilan Ektopik

1.      Kehamilan Tuba

a.      Patogenesis

Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:

1)      Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)

2)      Kehamilan istmus (dalam istmus tuba)

3)      Kehamilan interstisial (dalam pars interstisialis tuba)

Terkadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk-bentuk diatas, secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal, tuba ovarial atau kehamilan dalam ligamentum latum. Dan kehamilan paling sering terjadi didalam ampula tuba.

Implamantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi dipuncak lipatan selaput tuba, dan telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen tuba (abortus tuber).

Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar, artinya terjadi didalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk kedalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan memasuki rongga peritoneum (ruptur tuba).

Walau kehamilan terjadi diluar rahim, rahim turut membesar karena otot-ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormone yang menghasilkan trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi desidua vera. Menurut Aria-Stella, perubahan histology endometrium ini cukup khas untuk membantu diagnosis.

Setelah janin mati, desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong, tetapi terkadang terlahir seluruhnya sehingga merupakan cetakan kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua disertai dengan perdarahan; kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

 

b.      Perkembangan Kehamilan tuba

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni abortus tuba atau ruptur tuba.

1)      Abortus Tuba

Oleh karena senantian membesar, telur menembus endosalping (selaput lendir tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu keluar kea rah infundibulum. Peristiwa ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampula tuba. Implantasi telur di ampula tuba biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir di tempat ini tinggi dan banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur mudah tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.

Abortus tuba kira-kira terjadi diantara minggu ke-6 hingga ke-12. Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi kavum douglasi, yang disebut hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan sehingga darah terkumpul di dalam tuba dan menggembungkan tuba. Keadaan ini disebut hematosalping.

2)      Ruptur Tuba

Implantasi telur didalam istmus tuba menyebabkan telur mampu menembus lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum. Lipatan-lipatan selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara interkolumnar. Dengan demikian, trofoblas cepat sampai kelapisan otot tuba. Kemungkinan pertumbuhan kearah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga telur menembus dinding tuba kearah rongga perut atau peritoneum.

Ruptur istmus tuba terjadi sebelum minggu ke-12 karena dinding tuba di daerah ini cukup tipis. Namun, ruptur pars intertisialis terjadi lebih lambat, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan otot didaerah ini cukup tebal. Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar, misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam kavum peritoneum, terkadang kedalam ligamentum latum bila implantasi terjadi didinding bawah tuba.

Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat keluar dari tuba melalui robekan dan masuk kedalam kavum peritoneum. Bila pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal. Oleh karena awalnya merupakan kehamilan tuba dan batu kemudian menjadi kehamilan abdominal, kehamilan ini disebut kehamilan abdominal sekunder. Plasenta dalam kehamilan ini dapat meluas kedinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus.

Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan mengarah ke dalam ligamentum latum. Pascaruptur, telur dapat mati dan menciptakan hematom didalam ligamentum latum, atau malah terus hidup, sehingga kehamilan berlangsung terus didalam ligamentum latum.

Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya berada diujung tuba dan kemudian tumbuh kedalam kavum peritoneum. Kehamilan tuba-ovarial ialah kehamilan yang awalnya berada di ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terbentuk dari jaringan tuba maupun ovarium (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

c.       Gambaran Klinis

Wanita dengan kehamilan tuba memperlihatkan beragam gejala klinis yang sebagian besar bergantung pada ada tidaknya ruptur. Manifestasi pasien yang lebih awal dan teknologi diagnostic yang lebih baik memungkinkan sebagian besar kasus terdeteksi sebelum ruptur. Biasanya wanita yang bersangkutan tidak mencurigai kehamilan tuba dan beranggapan bahwa kehamilannya normal, atau beranggapan ia mengalami keguguran. Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering samara tau bahkan tidak ada.

Tanpa diagnosis dini, perjalanan alami kasus “ klasik” ditandai oleh keterlambatan haid (dengan lama bervariasi) diikuti oleh spotting atau perdarahan ringan per vagina. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya mengalami nyeri hebat di abdomen bawah dan panggul yang sering diungkapkan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, atau merobek. Terjadi gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga sinkop. Dijumpai nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam bimanual, terutama penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forniks posterior vagina mungkin menonjol karena darah terkumpul di cul-de-sac tektouterus, atau mungkin teraba suatu massa nyeri tekan disalah satu sisi uterus. Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di leher atau bahu, terutama ketika inspirasi, mungkin timbul pada sekitar separuh wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup besar. (Cunningham, et al, 2013).

d.      Tanda dan Gejala

Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan tanda serupa dengan kehamilan muda intrauterine. Kehamilan ektopik biasanya baru menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dank has bila sudah terganggu.

Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas: seorang wanita yang sudah terlambat haid sekonyong-konyong menderita nyeri perut, terkadang jelas lebih kesebelah kiri atau sebelah kanan perut. Selanjutnya, penderita pusing, sesekali pingsan, dan sering mengalami sedikit perdarahan pervaginam. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa wanita tersebut pucat dan menampilkan gejala syok; perut teraba tegang; nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan dalam, terutama bila serviks digerakkan, atau oleh perabaan kavum douglasi (forniks posterior); tumor yang lunak dan kenyal juga dapat teraba.

Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patut diketahui antara lain:

1)      Nyeri tekan

Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat rangsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika porsio digerakkan)

2)      Amenorea

Walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditemukan, lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang kurang memperhatikan haid. Perdarahan patologis akibat kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa

3)      Perdarahan pervaginam

Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk perdarahan. Umumnya volume perdarahan sedikit; bila perdarahan pervaginam banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa.

4)      Syok hipovolemik

Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oliguria dapat pula menyertai

5)      Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh hormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama

6)      Tumor didalam rongga panggul

Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah dituba dan sekitarnya

7)      Perubahan darah

Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopik terganggu akibat perdara han yang banyak kedalam rongga perut. Namun, kita harus insaf bahwa penurunan Hb disebabkan oleh pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama mungkin saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan juga meningkat angka leukosit, terutama perdarahan hebat; angka leukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

2.      Kehamilan abdomen

Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di antara 1.500 kehamilan. Terdapat dua macam kehamilan abdominal, yakni:

a.       Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi didalam rongga perut.

b.      Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder. Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba, permukaan belakang rahim,dan ligamentum latum.

Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin mati sebelum cukup bulan (bulan ke 5 atau ke 6) karena ambilan makanan kurang sempurna.

Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan. Prognosis janin kurang baik karena banyak yang mati stelah dilahirkan. Selain itu, resiko kelainan congenital lebih tinggi daripada kehamilan intra uterin.

Kematian janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:

a.       Pernanahan  yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang dapat pecah melalui dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih. Bersama nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan kulit, rambut dan lain-lain.

b.      Pengapuran (kalsifikasi) yaitu anak mengapur, mengeras karena endapan-endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu (lithopedion).

c.       Perlemakan yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).

Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Akan tetapi, bila kita memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).

Pada pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar, paling-paling sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari-jari kedalam kavum uteri, akan teraba uterus yang kosong. Bila penderita tidak lekas ditolong dengan laparotomi, anak akhirnya mati.

Tanda dan gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila kehamilan sudah agak lanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai berikut:

a.       Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan abdominal, pasien biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum, misalnya mual, muntah, gembung perut, obstipasi atau diare dan nyeri perut.

b.      Pada kehamilan abdominal sekunder; pasien mungkin pernah mengalami nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba.

c.       Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).

d.      Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu.

e.       Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.

f.       Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut.

g.      Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor lain, yakni rahim yang membesar.

h.      Pada rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak yang terletak tinggi  dan berada dalam letak paksa.

i.        Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.

j.        terdapat shuffle vascular disisi medial spina iliaka. Shuffle ini diduga berasal dari arteri ovarika.

k.      Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar +  jari dan tidak membesar; bila jari dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata kosong. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

 

3.      Kehamilan ovarium

Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda.

Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi criteria spiegelberg, yakni:

1.      Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh

2.      Kantung kehamilan daerah ovarium

3.      Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium

4.      Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam dinding kantung kehamilan. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

4.      Kehamilan serviks

Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan operasi.

Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak menolong, dilakukan histerektomi. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

5.      Kehamilan di jaringan parut Caesar

Implantasi kehamilan yang sebenarnya normal kedalam jaringan parut uterus bekas seksio sesarea telah dilaporkan lebih dari 30 tahun yang lalu oleh Larsen dan Solomon (1978). Kehamilan ini memiliki ukuran beragam dan dalam banyak hal mirip dengan plasenta inkreta dengan kecendrungan mengalami perdarahan hebat.

6.      Tempat lain kehamilan ektopik

1.      Kehamilan limpa

2.      Kehamilan hati

3.      Kehamilan retroperitoneum

4.      Kehamilan omentum

5.      Kehamilan diafragma (Cunningham, et al, 2013).

 

2.4  Perjalanan klinik Kehamilan Ektopik

Bila tidak didiagnosis dan diangkat, akhirnya akan rupture. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1.      Sebelum ruptur

a.       Amenorea, lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang intermiten. Mungkin hampir tidak terlihat sehingga perdarahan bercak tampak seperti masa menstruasi normal.

b.      Nyeri panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu.

c.       Massa lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas bila terdistensi darah.

d.      Uterus membesar karena hormone plasenta, mungkin berukuran normal sesuai gestasi. Mungkin juga pindah kesalah satu sisinya.

e.       Mual, muntah lebih jarang terjadi dari biasanya. Diare menjadi lebih sering dari biasa.

f.       Uji kehamilan positif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari keseluruhan waktu karena fungsi plasenta yang masih kurang optimal.

g.      Nyeri abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.

 

2.      Setelah ruptur

a.       Nyeri abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat, dan tajam.

b.      Hipotensi dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan internal; perdarahan dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.

c.       Nyeri abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.

d.      Darah berkumpul tanpa dapat keluar (cul-de-sac).

e.       Nyeri pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi diafragma akibat darah yang ada di rongga peritoneum. (Geri & Carole, 2009)

 

2.5  Diagnosis Banding

1.      Abotus spontan

a.       Perdarahan lebih banyak

b.      Sedikit nyeri

c.       Tidak ada massa adneksa yang teraba

d.      Insidens syok lebih rendah

e.       Produk konsepsi mungkin dikeluarkan dan ditemukan pada pemeriksaan speculum atau didalam toilet

2.      PRP

a.       Riwayat infeksi sebelumnya

b.      Jarang terjadi amenore

c.       Nyeri bilateral, bukan unilateral

d.      Demam biasanya lebih 38°C

3.      Kista ovarium

a.       Menstruasi normal

b.      Nyeri yang tidak biasa

c.       Massa yang lunak dan dapat digerakkan

d.      Uterus terasa tidak seperti hamil

4.      Apendisitis

a.       Mual, muntah, dan demam hampir selalu ada

b.      Tidak ada tanda dan gejala kehamilan

c.       Pemeriksan panggul normal

d.      Nyeri pada epigastrium bukan di leher dan bahu

e.       Terdapat tanda McBurney (Geri & Carole, 2009).

 

2.6  Diagnosis

Menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut:

1.      Anamnesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu:

a.       Terdapat amenorhea (Terlambat datang bulan).

b.      Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri didaerah bahu dan seluruh abdomen.

1)      Nyeri perut terutama nyeri unilateral (satu sisi).

2)      Gejala ini spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri menyebar ke tengah atau seluruh perut bawah.

3)      Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu/sekitar 25-30% penderita mengalami keluhan nyeri bahu ini.

c.       Terdapat perdarahan melalui vagina atau spotting/bercak.

1)      Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dan dari abortus tuba.

2)      Umumnya perdarahan tidak banyak dan bewarna coklat tua.

3)      Gejala perdarahan dan/atau perdarahan.

4)      Bercak ini timbul pada 75% kasus yang timbul satu atau dua minggu setelah keterlambatan haid.

a)      Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu/sekitar 25-30%

 

2.      Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk seperti:

a.       Keadaan umum

1)      Ibu tampak anemis dan sakit, lemah dan pucat.

2)      Keasadaran bervariasi dari baik sampai koma-tidak sadar.

3)      Terdapat tanda-tanda syok: hipotensi (tekanan darah menurun), Takhikardia (nadi meningkat), pucat, ekstremitas dingin.

4)      Pada pemeriksaan abdomen: Ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire), ini disebabkan karena darah yang masuk kedalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, Tanda cairan bebas dalam abdomen. Dan Perut kembung.

b.      Pemeriksaan khusus melalui vagina (pemeriksaan ginekologi)

1)      Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks

2)      Serviks terlalu lunak dan nyeri tekan.

3)      Korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat.

4)      Kavum douglas menonjol oleh karena terisi darah dan nyeri.

3.      Pemeriksaan penunjang

a.       Pemeriksaan laboratorium

1)      Kadar hemoglobin meningkat dan eritrosit menurun atau leukosit meningkat.

2)      Tes kehamilan (urine dan HCG)

b.      Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

c.       Pemeriksaan kuldosentesis

Untuk mengetahui adanya cairan atau darah dalam kavun douglass.

d.      Pemeriksaan yang ditegakkan secara bedah (surgical Diagnosis). (Anik, 2016).

 

2.7  Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Pengantar

1.      Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan penanganan spesialistis.

a.       Dalam hal ini, rujukan merupakan langkah yang sangat penting.

b.      Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu. Kiranya bidan dapat menegakkan diagnosis kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik diambil adalah segera merujuk penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap seperti puskesmas, dokter atau langsung ke rumah sakit.

2.      Sebagai gambaran penanganan spesialistis tersebut yang akan dilakukan adalah penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi dan tampilan klinis.

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik

Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:

1.      Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.

2.      Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah, pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik.

3.      Pada keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa 5%, garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita harus diperbaik, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan).

4.      Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segera dengan penatalaksanaan bedah operasi/ laparatomi setelah diagnosis dipastikan. (Anik, 2016).

Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik

1.      Penatalaksanaan Kehamilan tuba

a.       Penatalaksanaan bedah

Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak stabil. Hanya sedikit studi prespektif yang pernah dilakukan untuk membandingkan bedah laparatomi dengan laparoskopik. Hajenius dkk (2007) melakukan tinjauan terhadap basis data cochrane dan temuan mereka diringkaskan sebagai berikut:

1)      Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara keseluruhan setelah salpingostomi yang dilakukan pada laparoskopi second-look.

2)      Setiap metode diikuti oleh kehamilan uterus berikutnya dengan jumlah yang sama.

3)      Kehamilan ektopik berikutnya lebih jarang terjadi pada wanita yang diterapi secara laparoskopis, meskipun hal ini secara statistic tidak bermakna.

4)      Laparaskopi memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, lebih sedikit menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih sedikit analgetik, dan mempersingkat rawat inap.

5)      Bedah laparaskopik sedikit terapi kurang berhasil secara signifikan dalam mengatasi kehamilan tuba.

6)      Biaya laparoskopi jauh lebih rendah, meskipun sebagian berpendapat bahwa biaya berupa dengan kasus-kasus yang akhirnya dilaparotomi.

Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan. Contonhya adalah salpingostomi, salpingotomi dan ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria. 

b.      Penatalaksanaan medis dengan methotrexate

Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang cepat berproliferasi dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat ini juga digunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Pada terapi medis ini, beberapa factor yang memprediksi keberhasilan antara lain adalah:

1)      Kadar HCG serum awal.

2)      Ukuran kehamilan ektopik

3)      Aktivitas jantung janin

c.       Penatalaksanaan ekspektansi

Pada penatalaksanaan ekspektansi, angka kepatenan tuba dan kehamilan intrauterus selanjutnya setara dengan penatalaksanaan medis atau bedah. Konsekuensi rupture tuba yang dapat membahayakan, disertai oleh keamanan terapi medis dan bedah, mengharuskan bahwa terapi ekspektansi hanya dilakukan pada wanita tertentu yang sudah mendapat konseling.  (Cunningham et al, 2013)

2.      Penatalaksanaan Kehamilan abdomen

Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus. Tujuan operasi hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan. Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat pada dinding yang tidak mampu berkontraksi.

Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun akan diresorbsi. Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

3.      Penatalaksanaan Kehamilan ovarium

Penanganan klasik untuk kehamilan ovarium adalah pembedahan. Perdarahan dini dari lesi yang berukuran kecil dapat diatasi dengan reseksi baji ovarium atau sistektomi. Pada lesi yang lebih besar, sering dilakukan ovariektomi, dan laparoskopi telah digunakan untuk reseksi atau ablasi laser (Herndon dkk, 2008). Yang terakhir, methotrexate dilaporkan berhasil mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture. (Cunningham et al, 2013).

4.      Penatalaksanaan Kehamilan serviks

Dahulu, sering harus dilakukan histerektomi karena perdarahan hebat yang menyertai upaya pengankatan kehamilan serviks. Dengan histerektomi, resiko cedera saluran kemih meningkat karena serviks yang membesar dan berbentuk tong. Untuk menghindari morbiditas pembedahan dan sterilisasi, diterapkan pendekatan lain:

a.       Cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks)

b.      Kuretase dan tampon

c.       Emboli arteri

d.      Penatalaksanaan medis. (Cunningham et al, 2013).

5.      Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar

Penatalaksanaan bergantung pada usia gestasi dan mencakup terapi methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi atau laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham et al,2013).

6.      Penatalaksanaan Tempat lain kehamilan ektopik

Dianjurkan melakukan laparotomi. (Cunningham et al,2013).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar