Rabu, 31 Maret 2021

PENCEGAHAN INFEKSI PADA BAYI BARU LAHIR DAN RAWAT GABUNG

 

PENCEGAHAN INFEKSI PADA BAYI BARU LAHIR DAN RAWAT GABUNG

 

1.1         Pendahuluan

Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia empat minggu, biasanya lahir pada usia kehamilan 38 minggu sampai 42 minggu (Wong, 2011). Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpisah dari ibunya. Infeksi merupakan salah satu penyebab penting tingginya angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir di seluruh dunia. World Health Organization memperkirakan 4 juta anak meninggal selama periode neonatal setiap tahunnya, terutama di negara berkembang dengan infeksi sebagai penyebab utama. Dalam buku ilmu kesehatan anak, 2007 dikatakan bahwa infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian, diagnosis dini dapat ditegakkan kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus, terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah Irvina, gambaran kejadian infeksi BBL. lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi (Hutchinson,1972).

Beberapa gejala yang dapat disebutkan diantaranya ialah malas minum, gelisah, atau mungkin nampak letargis, frekuensi pernapasan menigkat, berat badan tiba-tiba turun, pergeraka kurang, muntah dan diare. Selain itu, dapat terjadi edema, sklerema, purpura atau perdarahan, ikterus, hematospenomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal, atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia dan sklerema. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ‘not doing well” kemungkinan besar menderita infeksi. Menurut berat ringannya, infeksi pada neonatus dapat dibagi dalam dua golongan yaitu infeksi berat dan infeksi ringan. Infeksi berat (major infection) seperti sepsis neonaorum, meningitis, pneumonia neonatal, infeksi traktus urinarius, osteitis akut, tetanus neonatorum. Infeksi ringan (minor infection) seperti infeksi umbilikus (omfalitis), pemfigus neonatorum, oftalmia neonatorum, moniliasis, dan stomatitis. (Buku ilmu kesehatan anak, 2007).

Angka kematian bayi dengan sepsis neonatal 2-4 kali lebih tinggi pada bayi dengan berat lahir rendah. Dengan angka kematian 15-40 % pada sepsis neonatal awitan cepat (sekitar 2-30% disebabkan oleh Streptokokus grup B [SGB]) dan 10-20 % pada sepsis neonatal awitan lambat (2 % disebabkan oleh SGB). Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit, penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya.

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa komplikasi penyebab kematian terbesar pada bayi baru lahir salah satunya disebabkan oleh adanya infeksi. Angka kejadian infeksi bayi baru lahir di Indonesia adalah sekitar 24% hingga 34% yang sebagian besar disebabkan oleh tetanus neonatorum. Infeksi tersebut didapatkan melalui paparan mikroorganisme akibat tidak bersihnya baik pada saat proses kelahiran dan perawatan tali pusat (Roper et al., 2007). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, kematian bayi baru lahir atau neonatal yang disebabkan oleh infeksi yaitu sebanyak 5%. Sedangkan kematian neonatal menurut Riskesdas tahun 2007 akibat sepsis sebesar 12%.

 Angka kematian pada bayi baru lahir dapat ditekan yaitu dengan cara memberikan pelayanan kesehatan saat neonatal yaitu dengan perawatan bayi baru lahir. Selain itu perawatan bayi baru lahir yang tidak adekuat dapat menimbulkan banyak permasalahan seperti kematian, kesakitan dan kecacatan (Depkes, 2010). Perawatan bayi baru lahir dapat berupa memandikan dan perawatan tali pusat. Memandikan bayi baru lahir dengan tepat dapat membantu menjaga tekstur kulit dan kesehatan bayi baru lahir (Holloway, 2015). Memandikan bayi baru lahir juga dapat membersihkan sebagian dari sisa-sisa cairan kelahiran sehingga mengurangi angka kejadian infeksi akibat dari perpindahan mikroba yang berpotensi mematikan selama persalinan dan kelahiran (Medves & O’Brien, 2001).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 memandikan bayi baru lahir sebaiknya ditunda setelah 24 jam. Namun dapat juga dilakukan kurang lebih 6 jam setelah kelahiran karena untuk mencegah terjadinya hipotermi dan bayi harus dalam kondisi stabil dengan suhu aksila 36.5°C-37.5°C. Bayi yang mengalami asfiksia, hipotermi atau bayi berat lahir rendah lebih baik menunda untuk pemandian dengan waktu tunda yang lebih lama (Depkes, 2010). Perawatan tali pusat bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi seperti tetanus neonatorum dan mempercepat pelepasan tali pusat (Depkes, 2012). WHO merekomendasikan bahwa perawatan tali pusat harus kering, bersih dan menggunakan topikal antiseptik seperti chlorhexidine untuk mencegah dilakukannya praktik tradisional yang membahayakan (WHO, 2013).

1.1     Bayi Baru Lahir

1.1.1    Pengertian Bayi Baru Lahir

a)    Menurut Saifuddin (2002), bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.

b)   Menurut Donna L. Wong (2003), bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.

c)    Menurut Dep. Kes. RI (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.

d)   Menurut M. Sholeh Kosim (2007), bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.

1.1.2   Kriteria Bayi Baru Lahir Normal

a)    Berat badan lahir bayi antara 2500 – 4000 gram

b)   Panjang badan bayi 48 – 50 cm

c)    Lingkar dada bayi 32 – 34 cm

d)   Lingkar kepala bayi 33 – 35 cm

e)    Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit

f)     Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit

g)    Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan dilapisi verniks kaseosa

h)   Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik

i)     Kuku telah agak panjang dan lemas

j)     Genitalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora sudah menutupi labia minora (pada bayi perempuan)

k)    Reflek isap, menelan, dan moro telah terbentuk

l)     Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket. (Jenny J.S Sondakh, 2013)

1.1.3   APGAR Score

APGAR ringkasan dari:

A         : Appearance          : Rupa (warna kulit)

P          : Pulse Rate            : Nadi/frekuensi jantung

G         : Grimace      : Menyeringai (akibat        reflek kateter dalam   hidung)

A         : Activity         : Keaktifan/tonus otot

R          : Respiration           : Pernafasan

Setiap Penilaian diberi angka : 0, 1, 2    

KU bayi dimulai 1 menit setelah lahir dengan menggunakan nilai APGAR. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia/tidak. Penilaian bayi dilakukan berdasakan:

a)    Usaha bernafas

b)   Frekuensi denyut jantung

c)    Warna kulit

d)   Tonus otot

e)    Reaksi Penghisapan

 

Tabel Nilai APGAR

TANDA

0

1

2

  1.     Appearance/ warna kulit

 

 

 2.     Pulse/ bunyi jantung

 

 3.     Grimace/ Reflek

 

 4.     Activity/ aktivitas

 

 5.     Respiratory/ pernapasan

Seluruh tubuh biru atau putih

 

 

Tidak ada

 

Tidak ada

 

Tidak ada

 

Tidak ada

Badan merah, tangan dan kaki biru

 

< 100

 

Perubahan mimik

 

Ekstremitas sedikit flexi

 

Lambat, tidak teratur

Seluruh tubuh kemerahan

 

 

> 100

 

Bersin, batuk, menangis kuat

 

Gerakan aktif, ekstremitas flexi

 

Menangis keras atau kuat

 

Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui keadaan bayi dengan kriteria sebagai berikut:

Nilai APGAR 7 – 10   : Bayi normal

Nilai APGAR 4 – 6     : Asfiksia ringan – sedang

Nilai APGAR 0 – 3     : Asfiksia berat

Bila nilai APGAR dalam 2 menit tidak mencapai nilai 7, maka harus dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut.

 

1.2    Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir

1.2.1   Pengertian Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir

Infeksi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).

Menurut Dewi (2010) pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dari setiap komponen perawatan pada bayi baru lahir (BBL) yang sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya yang masih belum sempurna.

Menurut Muslihatun (2010), pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru lahir (BBL)  karena BBL sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat penanganan BBL, pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi.

Infeksi merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, infeksi mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Infeksi yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

Infeksi neonatus pada bayi sering dijumpai, apalagi di daerah pedesaan dengan persalinan dukun beranak. Menghadapi keadaan demikian bidan harus mampu mengatasi dan segera melakukan rujukan sehingga bayi mendapat pengobatan yang cepat dan tepat. Menurut Blame (1961) 3 Patogenesis infeksi pada neonatus:

a)    Infeksi pre natal  : rubella, sifilis, bakteri (melalui placenta)

b)   Infeksi intranatal          : KPD, PARTUS LAMA

c)    Infeksi post natal : penggunaan alat atau perawatan yang tidak steril

1.2.2   Pembagian Infeksi

a) Infeksi Dini

Terjadi 7 hari pertama kehidupan.

Karakteristik: sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

 

b) Infeksi lanjutan/nosokomial

Terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir.

Karakteristik: Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

1.2.3   Etiologi

Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri, virus, jamur dan protozoa (jarang). Penyebab yang paling sering dari infeksi awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Infeksi awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada infeksi awitan lanjut.

Jika dikelompokan maka didapat:

1.   Bakteri gram positif

a)    Streptokokus grup B penyebab paling sering.

b)   Stafilokokus koagulase negatif merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial.

c)    Streptokokus bukan grup B.

2.  Bakteri gram negatif

a)    Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.

b)   H. influenzae.

c)    Listeria monositogenes.

d)   Pseudomonas

e)    Klebsiella.

f)     Enterobakter.

g)    Salmonella.

h)   Bakteria anaerob.

i)     Gardenerella vaginalis.

Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.

Adapun faktor yang berpengaruh terhadap infeksi pada neonatus antara lain:

a)    Belum matangnya sistem imun terutama pada bayi prematur.

b)   Prosedur invasif mengganggu barrier kulit normal misalnya intubasi, kateterisasi dan jalur intravaskular.

c)    Terlalu penuh dan kurangnya jumlah staf.

d)   Penyalahgunaan antibiotik.

e)    Ketidakpatuhan kebijakan pengendalian infeksi terutama cuci tangan. (Anik Maryunani, 2011).

 

 

1.2.4   Patofisiologi

Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu:

1.  Faktor Maternal

a)    Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.

b)   Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.

c)    Kurangnya perawatan prenatal

d)   Ketuban pecah dini (KPD)

e)    Prosedur selama persalinan

2. Faktor Neonatatal

a)    Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.

b)   Defisiensi imun.

Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.

c)    Laki-laki dan kehamilan kembar.

Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan

a)    Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.

b)   Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.

c)    Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.

d)   Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.coli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa. cara yaitu:

a)    Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.

b)   Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).

c)    Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Profesi yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.

 

1.2.5   Tanda dan Gejala

a)    Umum:

Panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema

b)   Saluran cerna:

Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly

c)    Saluran napas:

Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis

d)   Sistem kardiovaskuler:

Pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.

e)    Sistem saraf pusat:

Irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high-pitched cry

f)     Hematologi:

Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan. (Kapita selekta kedokteran Jilid II, Mansjoer Arief 2008).

 

Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung.

Gejala dari infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:

a)    Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusat.

b)   Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.

c)    Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena.

d)   Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.

e)    Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.

1.2.6   Komplikasi

a)    Meningitis

b)   Hipoglikemia, asidosis metabolic

c)    Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial

d)   Ikterus/kernicterus

1.2.7   Manifestasi Klinis

Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan banyak organ (setempat atau sistemik).

a)    Dapat ringan, sedang atau berat.

b)   Akut, sub akut atau kronis.

c)    asimtomatik

d)   Ketidakmampuan mentoleransi makanan.

e)    Iritabilitas.

f)     Lesu

1.2.8   Diagnosa

Gambaran klinisnya tumpang tindih dan mungkin pada awalnya tidak dapat dibedakan.

a)    Penyakit mungkin tidak tampak.

b)   Infeksi ibu sering kali asimtomatik.

c)    Pemeriksaan laboratorium khusus mungkin diperlukan.

d)   Pengobatan spesisfik untuk toksoplasmosis, sifilis dan herpes simpleks didasarkan pada suatu diagnosis yang akurat dan dapat menurunkan morbiditas jangka panjang secara bermakna.

1.2.9   Pencegahan

Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai menderita:

a)    Korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan,

b)   Persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir,

c)    Kemoprofilaksis intrapartum

d)   Selektif nampak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bakteri neonatus.

e)    Personal hygiene pada bayi (mandi, membersihkan mata. kuku, telinga dan hidung)

1)    Memandikan Bayi

Memandikan bayi adalah salah satu upaya untuk mencegah infeksi pada bayi. Selain itu mandi juga merangsang kelancaran peredaran darah bayi untuk membantu relaksasi.

2)   Membersihkan Mata

Ada kalanya pada mata atau kelopak mata bayi terdapat kotoran yang menempel di selaput mata atau di sudut mata. Kondisi mata bayi baru lahir seringkali bengkak dan sembab. Selain itu, seringkali matanya juga berair dan mengeluarkan kotoran. Jika mata bayi hanya sedikit mengeluarkan kotoran dan tidak membuat kedua kelopak matanya lengket, maka kondisi ini masih normal. Namun, jika kotorannya cukup banyak dan menyebabkan mata bayi menempel terus, kompreslah matanya dengan kapas yang telah dicelupkan ke air hangat. Kotoran yang menumpuk pada mata bayi dapat menyebabkan infeksi pada mata bayi.

3)   Membersihkan Telinga

Hal ini berfungsi untuk mencegah adanya infeksi telinga pada bayi. Pada infeksi telinga, kuman memasuki kerongkongan dan hidung lalu bepergian ke tuba eustachius hingga ke telinga bagian tengah. Tuba eustachius menghubungkan kerongkongan ke telinga bagian dalam dan bertugas untuk menyamakan tekanan  timbal balik di kedua sisi gendang telinga itu. Tanpa tuba ini, telinga anda akan terasa sakit dan meletup-letup serat seperti tersumbat untuk sementara waktu ketika anda memanjat ke tempat yang tinggi atau terbang. Selain membuat tekanan tetap seimbang, tuba ini melindungi telinga bagian tengah, membuka dan menutup sewajarnya, serta mengalirkan akumulasi cairan serta kuman yang tidak diinginkan.

Tuba kecil inilah yang membuat lebih banyak mendapat infeksi telingan dibanding anak-anak yang lebih tua. Bila tuba eustachius menutup, cairan di dalam telinga bagian tengah ini menjadi terperangkap. Ada prinsip umum dari tubuh manusia bahwa cairan yang terperangkap selalu mendatangkan infeksi. Cairan yang terperangkap ini berperan sebagai bahan gizi untuk kuman yang tumbuh di dalam cairan, membuatnya tebal seperti nanah. Cairan yang tebal ini menyebabkan tekanan pada gendang telinga, memproduksi rasa nyeri, terutama ketika anak sedang berbaring. Inilah alasan yang membuat infeksi telinga lebih terasa menyakitkan pada malam hari ketika anak berbaring, namun kadang-kadang tampak lebih baik pada siang hari.

4)   Perawatan tali pusat,

5)   Sterilisasi peralatan

6)   Pencucian tangan sebelum kontak dengan bayi adalah hal yang sangat penting.

 

Untuk meminimalkan resiko infeksi bayi baru lahir dapat dilakukan upaya berikut:

1.     Pakai sarung tangan, apron plastik, atau karet jika menangani bayi (membersihkan darah, mekonium, atau cairan amnion dari kulit bayi )

2.    Bersihkan darah dan cairan tubuh lainya secara hati-hati dengan menggunakan kapas , bukan kasa yang dicelupkan kedalam air hangat, lalu keringkan kulit.

3.    Cuci tangan sebelum memegang atau merawat bayi. Alternatifnya dapat menggu- nakan produk antiseptik yang mengandung alkohol dan tidak mengandung air.

4.    Tunda membersihkan bayi baru lahir sampai suhunya stabil (biasanya 6 jam). Area yang sangat penting adalah area bokong dan perineal. Area ini harus selalu dibersi- hkan pada setiap penggantian popok atau sesering mungkin dengan menggunakan kapas yang dicelupkan kedalam air sabun hangat,kemudian keringkan dengan ha- ti-hati.

5.    Tidak ada satu cara perawatan tali pusat yang terbukti paling baik dalam mencegah kolonisasi infeksi. Biasanya adalah dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik sebelum dan sesudah perawatan tali pusat.

6.    Tali pusat harus bersih dan kering.

7.    Jangan tutup tali pusat dengan gurita.

8.     Popok di lipat dibawah tampuk tali pusat.

9.     Jika tampuk tali pusat kotor, hati-hati, cuci tangan dengan air matang yang diberi sabun, bersihkan dengan air matang dan keringkan.

10.  Jelaskan pada ibu bahwa jika tampuk tali pusat terlihat kemerahan atau bernanah, segera bawa bayi ke klinik atau kerumah sakit.

 

PRINSIP DASAR DAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI

1.     Tanda awal sepsis pada BBL tidak spesifik

2.    Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur à memudahkan invasi mikroorganisme

3.    Infeksi pada neonatus bisa terjadi saat antenatal, intra natal dan pasca natal

4.    Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum : Ibu demam sebelum dan selama persalinan, ketuban pecah dini, persalinan den- gan tindakan, timbul asfiksia pada saat lahir, BBLR

5.    Terapi awal pada BBL dgn infeksi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur

 

PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI

Pengkajian Data Pengkajian yang tepat akan menghasilkan data yang tepat dan akurat untuk itu ada baiknya anda pelajari yang harus saudara lakukan pada pasen / bayi dengan infeksi

1.     Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi be- rat atau ketuban pecah dini

2.    Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang higienis

3.    Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah

4.     Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium

5.    Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat

6.     Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk/aktifitas berkurang atau iritabel/rewel, bayi malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan nafas, kulit ikterus, sklerema,kejang

 

HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN/ DIKAJI DALAM PEMERIKSAAN FISIK.

1)    Keadaan umum: Suhu tubuh tidak normal, Letargi, Aktifitas berkurang, Malas minum, Iritabel atau rewel, Kondisi memburuk secara cepat

2)    Gastro intestinal Muntah, Diare, Perut kembung, Hepatomegali mulai muncul mulai hari ke empat

3)   Kulit Perfusi kulit kurang, Sianosis, Pucat, Petekie, Ruam, Sklerema, ikterik

4)    Kardiopulmo Tachipnea, Gangguan nafas, Tachicardia, Hipotensi

5)   Neurologis Iritabilitas, Penurunan kesadaran, Kejang, Ubun-ubun menonjol, Kaku kuduk ses- uai dengan meningitis

6)   Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum Kategori A

a)    Kesulitan bernafas (mis. Apnea, RR meningkat, retraksi dinding dada, grunting pada waktu inspirasi, sianosis sentral).

b)    Kejang

c)    Tidak sadar

d)    Suhu tubuh tidak normal (suhu tidak normal sejak lahir dan tidak memberi respon thdp pasen, suhu tidak stabil dan menyokong ke arah sepsis)

e)     Persalinan di lingkungan yg kurang higienis (menyokong ke arah sepsis)

7)    Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong ke arah sepsis) Kategori B

a)    Tremor

b)   Letargi atau lunglai

c)     Mengantuk atau aktivitas berkurang

d)   Iritabel atau rewel

e)    Muntah (menyokong ke arah sepsis)

f)     Perut kembung (menyokong ke arah sepsis)

g)    Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat (menyokong ke arah sepsis)

h)    Air ketuban bercampur mekonium

i)     Malas minum sebelumnya minum dengan baik( menyokong ke arah sepsis)

LANGKAH-LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

1.     Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau in- feksi intrauterine

2.    Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini

3.    Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas

4.    Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman

5.    Mencegah asfiksia neonatorum

6.    Melakukan resusitasi dengan benar

7.    Melakukan identifikasi awal thdp faktor risiko sepsis dan pengelolaan yang efektif

 

aaaaaaaaa.jpg

Untuk melakukan pencegahan infeksi pada bayi saudara harus paham tentang:

1)    Definisi pencegahan infeksi

2)   Prinsip dasar dan pelaksanaan pencegahan infeksi hal hal yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik, serta

3)   Langkah-langkah promotif/preventif pencegahan infeksi dan tanda kecurigaan adanya sepsis.

1.2.10 Penatalaksanaan

Tujuan utama perawatan bayi segera setelah lahir adalah membersihkan jalan nafas, memotong tali pusat dan  merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi,  identifikasi dan pencegahan infeksi. Pencegahan infeksi yang  dilakukan pada bayi baru lahir adalah perawatan tali pusat dan pemberian salep mata.

Cara atau upaya pencegahan infeksi Menurut Depkes RI (2000), berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah infeksi pada bayi baru lahir yaitu:

1)    Pencegahan infeksi pada tali pusat 

Merawat tali pusat untuk menjaga luka tetap bersih. Jangan mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke tali pusat. Perawatan tali pusat dilakukan dengan  membungkus tali pusat memakai kasa steril dan kering.

2)   Pencegahan infeksi pada kulit

Kontak kulit bayi dan ibu sedini mungkin setelah lahir  menyebabkan terjadinya kolonisasi mikro organisme  ibu yang cenderung bersifat non pathogen, dan juga  antibodi yang terkandung di dalam air susu ibu. Di samping itu lakukan rawat gabung ibu dan bayi dapat  menghilangkan bahaya bayi terkena infeksi silang

3)   Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir

Segera setelah lahir kedua mata bayi diberi salep mata  tetrasiklin 1% atau salep mata eritromisin 0,5% dalam 1  jam setelah lahir. Upaya profilaksasi untuk gangguan  pada mata tidak akan efektif jika pemberiannya lewat 1  jam pertama.

4)    Imunisasi

Pada usia bayi neonatal perlu mendapatkan imunisasi  untuk  menghindari penyakit.  Imunisasi yang  didapatkan adalah:

 

 

a)    BCG

Mengandung kuman hidup dari biakan bacillus calmate quirine untuk mencegah TBC. Diberikan pada bayi segera setelah lahir dengan dosis 0,05 ml secara intracutan di daerah musculus deltoideus

b)   Polio

Mengandung virus polio tipe 1,2,3 yang hidup dan  sudah dilemahkan. Tiap 2 tetes mengandung 0,1 ml tipe 1,2,3. Diberikan secara tetes ke dalam mulut bayi sebanyak 2 tetes segera setelah lahir. Polio I, II, III, IV diberikan dengan interval 4 minggu

c)    Hepatitis B

Diberikan sedini  mungkin,  dapat  diberikan bersamaan dengan pemberian imunisasi BCG. Kebijakan program pemerintah imunisasi HB 1 diberikan pada umur 0-7 hari. Dosis pemberian 0,5 ml diberikan secara IM pada antero lateral paha. Imunisasi berikutnya diberikan dengan interval 4 minggu (Depkes RI dan PATH, 2005)

 

Pencegahan infeksi saluran pernafasan

Dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi tidak  boleh dibawa berpergian keluar, di rumah hubungan  dengan orang dewasa harus sedikit mungkin. Jika salah  satu anggota keluarga ada yang menunjukkan tanda- tanda flu atau pilek, Ia tidak boleh mengurus bayi atau  perlengkapan bayi sampai benar-benar sembuh.

Biasanya anak-anak di rumah harus diajari agar tidak  memegang bayi, terutama bayi hanya boleh dipegang atau dicium pada kakinya dan tidak boleh pada tangan atau mukanya. Kebersihan itu sendiri sangat diperlukan untuk mencegah infeksi pada bayinya. Ketelitian ibu untuk mencuci tangan sebelum memegang bayi dan kebersihan akan pakaiannya dan pakaian bayi amat penting.


Rawat Gabung Pada Bayi Baru Lahir

 

1.2.11  Konsep Dasar Rooming-In (Rawat Gabung)

Rooming in sering juga disebut dengan rawat gabung yaitu menyatukan antara ibu dan bayinya dalam satu kamar, agar antara ibu dan bayinya terjalin suatu hubungan batin dan ibu bisa menjadi lebih dekat dengan bayinya (Pusdiknakes, 2000). Bayi yang lahir di rumah dan juga yang lahir di lembaga kesehatan hendaknya dijaga agar tetap berada bersama ibunya selama 24 jam sehari, sebaiknya ditempat tidur yang sama, diruangan yang hangat (sedikitnya bersuhu 25˚C).

Bila ibu dan bayi berada bersama-sama, maka akan lebih mudah menjaga agar bayi tetap hangat dan juga untuk menyusuinya atas permintaan. Pada lembaga kesehatan, rooming in atau rawat gabung bertujuan agar bayi tidak terkena infeksi yang ditularkan dalam rumah sakit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang karena ini bukanlah hal yang baru lagi.

1.2.12 Pengertian Rawat Gabung

Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak bersama sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat, ibu tersebut dapat menyusui anaknya.

Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh seharinya.

Rawat gabung adalah membiarkan ibu dan bayinya bersama terus menerus. Pada rawat gabung / rooming-in bayi diletakkan di box bayi yang berada di dekat ranjang ibu sehingga mudah terjangkau. Ada satu istilah lain, bedding-in, yaitu bayi dan ibu berada bersama-sama di ranjang ibu.

Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang. Ini sesungguh­nya bukan hal yang baru. Bahkan di daerah pedesaan hampir 80% ibu mela­hirkan segera melakukan rawat gabung di rumahnya masing-masing.

Rawat gabung dapat bersifat:

a)    Kontinu

Dengan bayi tetap berada di samping ibunya terus menerus, atau

b)   Parsial    

Ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam seharinya. Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari dirawat di kamar bayi.

1.2.13 Tujuan Rawat gabung

1.  Bantuan emosional

Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat dengan bayinya. Si ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangisnya serta memperhati­kannya disaat buah hatinya tidur. Hubungan ibu dan bayi ini sangat penting ditumbuhkan pada saat-saat awal dan bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayangnya (bonding effect).

2. Penggunaan ASI

Dari segala sudut pertimbangan maka ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Dan produksi ASI akan makin cepat dan makin banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering mungkin. Pada hari-hari pertama yang keluar adalah kolostrum yang jumlahnya sedikit. Tetapi hal itu tak perlu dikhawatirkan karena kebutuhan bayi masih sedikit.

3. Pencegahan infeksi

Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang akan sulit dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi silang dapat dihin­dari. Kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan mukosa dari saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi terutama terhadap diare.

4. Pendidikan kesehatan

Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberi­kan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana tek­nik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara dan nasihat makanan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi dan merawat diri akan mempercepat mobilisasi, sehingga si ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan.

 

1.2.14 Manfaat Rawat Gabung

Dalam rawat gabung suami dan keluarga dapat membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu akan mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.

Rooming in akan membantu memperlancar pemberian ASI. Karena dalam tubuh ibu menyusui ada hormon oksitosin. Hormon ini sangat berpengaruh pada keadaan emosi ibu. Jika ibu tenang dan bahagia karena dapat mendekap bayinya, maka hormon ini akan meningkat dan ASI pun cepat keluar sehingga bayi lebih puas mendapatkan ASI. Manfaat rooming in bagi bayi akan lebih cepat menyesuaikan dengan waktu tidur dan bangun dengan ibu. Selain itu jika bayi menangis akan langsung di dekap ibu sehingga bayi akan tenang mendengrakan detak jantung ibu.

Adanya rawat gabung sangat menguntungkan bagi ibu karena dapat menurunkan angka kesakitan pada bayi seperti ibu dapat memberi ASI eksklusif kepada bayinya yang dapat memberikan system kekebalan tubuh pada bayi. Rooming in juga akan membantu menurunkan angka kematian ibu, dengan dilakukannya rooming in akan menurunkan terjadinya perdarahan post partum yaitu dengan cara ibu memberikan ASI eksklusif.Dalam sumber lain juga disebutkan manfaat rawat gabung baik bagi ibu, bayi, keluarga dan petugas, yaitu:

 

Manfaat rawat gabung

1.     Mempercepat mantapnya dan terus terlaksananya proses menyusui.

Dengan rawat gabung ibu dapat memberi ASI sedini mungkin, juga lebih mudah memberikan ASI. Adanya kontak terus menerus antara ibu dan bayinya memungkinkan ibu segera mengenali tanda-tanda bayinya ingin minum sehingga ibu/bayi dapat menyusui/menyusu on demand. Ibu yang melakukan rawat gabung menghasilkan ASI yang lebih banyak, lebih dini, menyusui lebih lama, dan lebih besar kemungkinannya menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang tidak melakukan rawat gabung.

2.    Memungkinkan proses bonding

Rawat gabung akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya. Makin banyak waktu ibu bersama bayinya, makin cepat mereka saling mengenal. Ibu siap memberikan respon setiap saat. Rawat gabung juga menurunkan hormon stres pada ibu dan bayi.

3.    Menurunkan biaya

Pihak rumah sakit dapat menekan biaya karena tidak perlu membangun dan memelihara ruang bayi sehat, tidak perlu mengeluarkan gaji untuk petugas ruang bayi sehat, juga biaya yang harus dikeluarkan bila bayi menjadi sakit dapat dikurangi. Turn overlebih cepat.

4.    Peralatan minimal

Bila dilakukan bedding-in maka akan mengurangi pembelian boks bayi. Tidak memerlukan botol susu.

5.    Tidak ada tambahan tenaga

Tidak perlu menambah tenaga untuk ruang bayi sehat, karena untuk rawat gabung dapat memanfaatkan tenaga yang sudah ada di ruang nifas.

6.    Menurunkan infeksi

Adanya kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibunya memungkinkan bayi terpapar pada bakteri-bakteri normal pada kulit ibu, yang dapat melindungi bayi terhadap kumankuman berbahaya. Kolostrum yang mengandung banyak antibodi, yang segera didapat bayi, juga melindungi bayi terhadap penyakit infeksi.

7.    Keuntungan untuk bayi

Bayi yang dirawat gabung akan lebih jarang menangis, lebih mudah ditenangkan, lebih banyak tidur. Mereka minum lebih banyak dan berat badannya lebih cepat naik. Ikterus lebih jarang terjadi. Bayi juga lebih hangat karena berada dalam kontak terus menerus dengan kulit ibunya.

8.    Melatih ketrampilan ibu merawat bayinya sendiri

Tindakan perawatan bayi yang dilakukan di dekat ibunya akan membantu ibu untuk melatih ketrampilan merawat bayinya sendiri, sehingga pada saat pulang ibu sudah tidak canggung lagi merawat bayinya. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu.

1.  Bagi ibu

a.  Aspek psikologi

1)    Antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan badan antara ibu dan bayi

2)   Dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayinya

3)   Memberikan rasa percaya kepada ibu untuk merawat bayinya. Ibu dapat memberikan ASI kapan saja bayi membutuhkan, sehingga akan memberikan rasa kepuasan pada ibu bahwa ia dapat berfungsi dengan baik sebagaimana seorang ibu memenuhi kebituhan nutrisi bagi bayinya. Ibu juga akan merasa sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini akan memperlancar produksi ASI.

b.  Aspek fisik

1)    Involusi uteri akan terjadi dengan baik karena dengan menyusui akan terjadi kontraksi rahim yang baik

2)   Ibu dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat mempercepat mobilisasi

2. Bagi bayi

a.  Aspek psikologi

·         Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh terhadap perkembangan pskologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.

·         Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, dan ini merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak

b.  Aspek fisik

·         Bayi segera mendapatkan colostrum atau ASI jolong yang dapat memberikan kekebalan/antibodi

·         Bayi segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya

·         Kemungkinan terjadi infeksi nosokomial kecil

·         Bahaya aspirasi akibat susu botol dapat berkurang

·         Penyakit sariawan pada bayi dapat dihindari/dikurangi

·         Alergi terhadap susu buatan berkurang

3. Bagi keluarga

a.  Aspek psikologi

Rawat gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk memberikan support pada ibu untuk memberikan ASI pada bayi

b.  Aspek ekonomi

Lama perawatan lebih pendek karena ibu cepat pulih kembali dan bayi tidak menjadi sakit sehingga biaya perawatan sedikit.

 

4. Bagi petugas

a.  Aspek psikologi

Bayi jarang menangis sehingga petugas di ruang perawatan tenang dan dapat melakukan pekerjaan lainnya.

b.  Aspek fisik

Pekerjaan petugas akan berkurang karena sebagian besar tugasnya diambil oleh ibu dan tidak perlu repot menyediakan dan memberikan susu buatan.

1.2.15 Indikasi dan Kontraindikasi Rawat Gabung

Kendatipun gagasan rawat gabung telah dicanangkan dan ber­hasil dengan baik dan memuaskan, namun masih terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan untuk melakukan rawat gabung, yaitu sebagai berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


1.2.16 Pelaksanaan Rawat Gabung

Di berbagai senter situasi dan kondisinya bisa berbeda sehingga di sini akan diambil satu contoh yang bisa dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang ada. Pelaksanaan rawat gabung hendaknya merupakan akhir dari kegiatan yang telah dimulai dari perawatan pranatal di poliklinik sampai di kamar bersalin dan kemudian di ruangan rawat gabung. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan ibu-ibu agar sudah mulai melakukan adaptasi, mengerti dan akhirnya tidak canggung menerima konsep rawat gabung itu.

1.   Di Poliklinik Kebidanan:

·         Ibu-ibu diberikan penyuluhan tentang: kebaikan ASI dan perawatan gabung, perawatan payudara, makanan ibu hamil, perawatan bayi dan lain-lain.

·         Lebih baik bila ada ruangan untuk memutar film tentang cara perawatan payudara, keluarga berencana, cara memandikan bayi, merawat tali pusat dan lain sebagainya.

·         Melayani konsultasi dalam masalah kesehatan ibu dan anak.

·         Membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktivitas-ak­tivitas, problems yang dijumpai dan lain sebagainya.

2.  Di Kamar Bersalin:

a)  Bayi yang memenuhi syarat perawatan gabung dilakukan perawatan bayi baru lahir seperti biasa. Kriteria yang diambil sebagai patokan untuk dapat dirawat bersama ibunya adalah:

·         Nilai Apgar lebih dari 7

·         Berat badan > dari 2500 gr dan kurang dari 4000 gr

·         Masa kehamilan lebih dari 36 minggu dan kurang dari 42 minggu

·         Lahir spontan

·         Tidak ada infeksi intrapartum

·         Ibu sehat

·         Tidak ada komplikasi persalinan baik pada ibu maupun pada bayinya

·         Tidak ada kelainan bawaan yang berat

b)  Dalam setengah jam pertama setelah lahir, bayi segera disusukan kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran ASI.

c)  Memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawatan gabung, teruta­ma bagi yang belum mendapat penyuluhan di poliklinik.

·         Mengisi status secara lengkap dan benar.

·         Persiapan agar ibu dan bayinya dapat bersama-sama keruangan.

·         Memberitahukan kepada petugas di ruangan Perin atol ogi dan bahwa ada bayi yang akan dirawat serta pengurusan administrasinya.

3. Di Ruang Perawatan:

a)    Bayi diletakkan dalam tempat tidur yang ditempatkan di samping tempat tidur ibu.

b)   Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-keadaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan kepada dokter jaga.

c)    Bayi boleh menyusu bila bayi/ibu menginginkan.

d)   Bayi tidak boleh diberi susu dari botol. Bila terpaksa/sesuai dengan indikasi medis bayi dapat diberi susu formula dengan menggunakan sendok/cangkir/pipet/sonde lambung.

e)    Ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk merawat payudaranya.

f)     Keadaan bayi sehari-hari dicatat dalam status.

g)    Bila bayi sakit/perlu observasi lebili teliti, maka bayi dipindahkan ke ruang perawatan khusus bayi barn lahir.

h)   Bila ibu dan bayi sudah boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan tentang cara-cara merawat bayi dan memberikan ASI serta perawatan payudara dan makanan ibu menyusui. Kepada ibu diberikan brosur yang berhubungan dengan itu dan dipesan agar memeriksakan bayinya satu minggu kemudian.

i)     Status yang sudah lengkap, dikirim ke ruangan follow-up (Klinik Laktasi/Poliklinik).

4. Di Ruangan Poliklinik/Ruangan Rawat Jalan:

Biasanya dilakukan di Poliklinik Kebidanan atau di Klinik Laktasi.

Pemeriksaan di ruangan poliklinik meliputi pemeriksaan bayi dan keadaan ASI. Yang dikerjakan di ruangan ini ialah:

a)    Menimbang berat badan bayi.

b)   Memperhatikan payudara ibu, apakah ada kelainan yang mengganggu proses laktasi.

c)    Anamnesis mengenai makanan bayi yang diberikan serta keluhan yang timbul.

d)   Mengecek keadaan ASI.

e)    Memberi nasihat mengenai makanan bayi, cars menyusukan bayi, pera­watan payudara, perawatan bayi dan makanan ibu menyusui.

f)     Memberikan peraturan makanan bayi.

g)    Pemeriksaan bayi oleh ahli anak.

h)  
Pemberian immunisasi menurut aturannya.

 

1.2.17 Sasaran Dan Syarat

1)    Bayi lahir dengan spontan, baik presentasi kepala atau bokong

2)   Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat dilakukan setelah bayi cukup sehat, reflek hisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi dsb

3)   Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum, RG dilakukan segera stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya 4-6 jam setelah operasi.

4)   Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal 7)

5)   Umur kehamilan 37 minggu atau lebih

6)   Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih

7)   Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum

8)   Bayi dan ibu sehat

 

1.2.18 Persyaratan Rawat Gabung Yang Ideal

1.   Bayi

a)    Ranjang bayi tersendiri yang mudah terjangkau dan dilihat oleh ibu

b)   Bagi yang memerlukan tersedia rak bayi

c)    Ukuran tempat tidur anak 40 x 60 cm

2.  Ibu

a)    Ukuran tempat tidur 90 x 200 cm

b)   Tinggi 90 cm

3.  Ruang

a)    Ukuran ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m

b)   Ruang dekat dengan ruang petugas (bagi yang masih memerlukan perawatan)

4.  Sarana

a)    Lemari pakaian

b)   Tempat mandi bayi dan perlengkapannya

c)    Tempat cuci tangan ibu

d)   Setiap kamar mempunyai kamar mandi ibu sendiri

e)    Ada sarana penghubung

f)     Petunjuk/sarana perawatan payudara, bayi dan nifas, pemberian makanan pada bayi dengan bahasa yang sederhana

g)    Perlengkapan perawatan bayi

5.  Petugas

a)    Rasio petugas dengan pasien 1 : 6

b)   Mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan RG

1.2.19 Model Pengaturan Ruangan Rawat Gabung

a)    Satu kamar dengan satu ibu dan anaknya

b)   Empat sampai lima orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada kamar yang lain bersebelahan dan bayi dapat diambil tanpa ibu harus meninggalkan tempat tidurnya

c)    Beberapa ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1 ruangan kaca yang kedap udara

d)   Model dimana ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama

e)    Bayi di tempat tidur yang letaknya disamping ibu

1.2.20   Keuntungan dan Kerugian

1.  Keuntungan

a)    Menggalakkan penggunaan ASI

b)   Kontak emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih erat

c)    Ibu segera dapat melaporkan keadaan-keadaanbayi yang aneh

d)   Ibu dapat belajar merawat bayi

e)    Mengurangi ketergantungan ibu pada bidan

f)     Membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam merawat bayi

g)    Berkurangnya infeksi silang

h)   Mengurangi beban perawatan terutama dalam pengawasan

2. Kerugian

a)    Ibu kurang istirahat

b)   Dapat terjadi kesalahan dalam pemberian makanan karena oengaruh orang lain.

c)    Bayi bisa mendapatkan infeksi dari pengunjung

d)   Pada pelaksanaan ada hambatan teknis/fasilitas

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar