Selasa, 28 November 2017

DETEKSI DINI KOMPLIKASI PADA IBU MASA NIFAS DAN HEALTH EDUCATION

HAND OUT DETEKSI DINI KOMPLIKASI PADA IBU MASA NIFAS 
DAN HEALTH EDUCATION

Mata Kuliah                   :  Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Topik                            : Deteksi dini komplikasi pada ibu masa nifas  dan health education
Sub Topik                     :
1.       Deteksi dini komplikasi pada ibu masa nifas 
2.       Health education
Waktu                           : Rabu, 22 November 2017
Dosen                           : Fitria DN

OBJEK PRILAKU SISWA
Setelah perkuliah ini, diharapkan agar mahasiswa mampu :
1.       Memahami Deteksi dini komplikasi pada ibu masa nifas 
2.       Memahami Health education

REFRENSI
1.       Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
2.       Ambarwati, Eny Retna. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika
3.       Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
4.       Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
5.       Affandi Biran, dkk, (2007), JNPK-KR Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, Save The Children Federation Inc-US dan Jhpiego Corporation, Jakarta.
6.       Ambarwati Retna Eny dan Wulandari Diah, (2010),  Asuhan Kebidanan Nifas, Mitra Cendikia Press, Jogjakarta.
7.       Anggraini yetti, (2010), Asuhan Kebidanan Masa Nifas, pustaka Rihama, Yogyakarta.
8.       Bahiyatun, (2009),Buku Ajar Kebidanan Nifas Normal, ECG, Jakarta.



DETEKSI DINI KOMPLIKASI PADA IBU MASA NIFAS
DAN HEALTH EDUCATION

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari, 2002). Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary Cunningham, Mac Donald, 1995).
Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6- 12 minggu. (Ibrahim C, 1998).
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari, memberikan pelayanan keluarga berencana serta mendapatkan kesehatan emosi.
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1.       Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2.       Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3.       Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4.       Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan persalinan. Penting untuk berada di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.
INFEKSI NIFAS
1.       Definisi
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.Demam dalam nifas sering disebabkan infeksi nifas, ditandai dengan suhu 38 ÂșC yang terjadi selama 2 hari berturut-turut.Kuman penyebab infeksi dapat berasal dari eksogen atau endogen (seperti streptococcus, bacil coli, staphylococcus).
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
a)       Setelah 24 jam pertama, suhu di atas 37 0 C lebih dari 1 hari. Tetapi kenaikan suhu tubuh temporal hingga 410C tepat seusai melahirkan (karena dehidrasi) atau demam ringan tidak lebih dari 380C pada waktu air susu mulai keluar tidak perlu dikhawatirkan.
b)       Rasa sakit atau tidak nyaman, dengan atau tanpa pembengkakan, di area abdominal bawah usai beberapa hari melahirkan.
c)       Rasa sakit yang tak kunjung reda di daerah perineal, setelah beberapa hari pertama.
d)       Bengkak di tempat tertentu dan/atau kemerahan, panas, dan keluar darah di tempat insisi Caesar.
e)       Rasa sakit di tempat tertentu, bengkak, kemerahan, panas, dan rasa lembek pada payudara begitu produksi penuh air susu mulai berkurang yang bisa berarti tanda-tanda mastitis.

Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu 380C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2- 10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu pada masa nifas dianggap sebagai infeksi nifas apabila tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital (Saifuddin, 2007) Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan atau puerperium (Varney, 2008).


Penyebab predisposisi infeksi nifas:
a)      Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
b)      Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
c)      Teknik aseptik tidak sempurna
d)     Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya pecah ketuban
e)      Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
f)       Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta manual)
g)      Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak diperbaiki
Hematoma
h)      Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml
i)        Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria
j)        Retensi sisa plasenta atau membran janin
k)      Perawatan perineum tidak memadai
l)        Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani

Faktor Predisposisi
a)       Semua keadaan yang menurunkan imun, Keadaan Umum dankelelahan seperti : Perdarahan, Diabetes Melitus, preeklampsi, malnutrisi, anemia, pneumonia, penyakit jantung
b)       Tindakan obstetrik operatif (pervaginam danperabdominam)
c)       Proses persalinan bermasalah seperti partus lama atau macet dengan
ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan
d)       Episiotomi atau laserasi
e)       Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban danbekuan darah dalam rahim

Mekanisme terjadinya penyakit
a)       Manipulasi penolong
b)       Infeksi yang didapat di RS
c)       Hubungan seks menjelang persalinan
d)       Sudah terdapat infeksi intrapartum

2.       Bentuk Infeksi Nifas
a)       Infeksi lokal Ă  luka episiotomi, infeksi vagina dan serviks
Dengan gambaran klinis : Pembengkakan luka episiotomi, terjadi pernanahan, perubahan warna lokal, pengeluaran lokia bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena nyeri, temperatur badan meningkat
b)       Infeksi general Ă  parametritis, peritonitis, septikemia danpiema
Dengan gambaran klinis : Tampak sakit dan lemah, suhu meningkat > 39 0C, Tekanan Darah menurun, Nadi meningkat dan Respiasi menurun hingga sesak, kesadaran gelisah hingga koma, terjadi gangguan involusi uterus dan lokia : berbau, bernanah serta kotor
c)       Penyebaran infeksi general Ă  berkelanjutan atau perkotinuitatum, melalui pembuluh darah danlimfa, bekas implantasi plasenta

Patologi
Patologi infeksi nifas sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
a)       Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, serviks atau endometrium)
b)       Infeksi itu menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya (thrombophlebitis, parametritis, salpingitis, peritonitis)

Pencegahan infeksi nifas
a)       Masa kehamilan
1)       Mencegah/mengurangi faktor predisposisi
2)       Pemeriksaan dilakukan bila ada indikasi
3)       Koitus pada hamil tua dikurangi atau dilakukan dengan hati-hati
b)       Selama persalinan
1)       Hindari partus lama dan KPD
2)       Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin
3)       Perlukaan karena tindakan dibersihkan dan dijahit sebaik mungkin
4)       Mencegah terjadinya perdarahan banyak
5)       Petugas memakai APD
6)       Alat harus steril

c)       Selama nifas
1)       Perawatan luka dengan baik
2)       Penderita dengan infeksi diisolasi
3)       Pengunjung dibatasi
3.       Pengobatan
a.     Berikan terapi sesuai indikasi
b.     Perawatan luka
c.     Lakukan pemeriksaan penunjang (lab Ă  kultur)

4.       Macam-macam infeksi nifas :
a.       ENDOMETRITIS
Merupakan jenis infeksi yang paling sering, kuman-kuman memasuki endometrium biasanya pada luka bekas insersio plasenta dandalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada batas antara daerah yang meradang dandaerah sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit. Leukosit akan membuat pagar pertahanan dandisamping itu akan keluar serum yang mengandung zat anti. Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokeaometra. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan suhu.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita pada hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, milai hari ke-3 suhunya meningkat, nadi cepat, namun dalam kurun waktu 1 mingguu keadaan akan menjadi normal.

Tanda – tanda dan gejala
a.       Takikardi
b.       Suhu, 38 – 40 derajat celcius
c.       Menggigil
d.       Nyeri tekan uterus
e.       subinvolusi
f.        distensi abdomen
g.       lokea sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau busuk, mengandung darah, dan seropuralen
h.       jumlah sel darah putih meningkat

Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1.         Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2.         Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3.         Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4.         Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5.         Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6.         Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7.         Kelahiran secara bedah.
8.         Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
9.         Mikroorganisme  yang menyebabkan endometritis
10.     Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran kembar , serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.

PENATALAKSANAAN
1.       Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
2.       Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.       Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.
4.       Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.       Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)


b.       PERITONITIS
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus langsung mencapai peritonium shg menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang hanya terbatas pada daerah pelvis, gejalanya tidak seberat pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Sedangkan pada peritonitis umum suhu meningkat mjd tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri. Muka mejadi pucat, mata cekung dan kulit muka dingin.
Penanganan yang diberikan :Lakukan nasogastric suction, berikan infus (NaCl atau RL), berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam (Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah gentamicin 5 mg/kgBB IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam), Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage).

Penyebab
Infeksi asenden, umumnya setelah menstruasi atau abortus, gonore, jarang abses tuba ovarium yang pecah.

Penanganan Umum Demam Pasca Persalinan
a.       Istirahat baring
b.       Rehidrasi peroral atau infuse
c.       Kompres untuk menurunkan suhu
d.       Jika ada syok, segera beri pengobatan.

Gambran klinis dan Diagnosis
a)       Pelvioperitonitis: demam, nyeri perut bawah, nyeri pada periksa dalam, kavum douglasi menonjol karena adanya abses.
b)       Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang pathogen. Perut kembung, meteorismus, dan dapat terjadi paralitik ileus. Suhu badan tinggi, nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata cekung yang di sebut muka hipokrates.
Diagnosa di bantu dengan pemeriksaan laboratorium.

Gejala dan tanda selalu ada
·           Demam tidak tinggi
·           Nyeri perut bawah
·           Bising usus lemah/(-)
 Gejala dan tanda kadang-kadang ada
o   Nyeri lepas
o   Perut kembung
o   Anoreksia
o   Mual muntah
o   syok

Penanganan
a)       Lakukan nasogastric suction
b)       Berikan infus (NaCl atau Ringer Laktat)
c)       Berikan antibiotik sehingga bebas panas selama 24 jam: Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol  500 mg IV setiap 8 jam.
d)       Laparatomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage)


c.       BENDUNGAN ASI
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Mochtar, 1996). Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit.
Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :Faktor hormon, hisapan bayi, pengosongan payudara, cara menyusui, faktor gizi dan kelainan pada puting susu. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. Patofisiologi terjadinya bendungan ASI biasanya ASI mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
Faktor- factor penyebab bendungan ASI
a.       Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).


b.       Faktor hisapan bayi yang tidak aktif. Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c.       Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar. Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d.       Puting susu terbenam. Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).(Manuaba: 317)
e.       Puting susu terlalu panjang. Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI). (Manuaba:317)
f.        Pengeluaran ASI. Bendungan juga dapat terjadi pada ibu yang ASI nya tidak keluar sama sekali (agalaksia), ASI sedikit (oligolaksia) dan ASI terlalu banyak (poligalaksia) tapi tidak dikeluarkan/ disusukan. (Manuaba:317)

Tanda dan Gejala Bendungan ASI menurut Prawirohardjo, (2007: 700)
Keluhan ibu adalah payudara yang terbendung,  bengkak, keras, panas dan nyeri, terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang

Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
1.       Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan
2.       Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
3.       Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4.       Perawatan payudara pasca persalinan

Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
1.       Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek
2.       Keluarkansedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.
3.       Sesudahbayi kenyang keluarkan sisa ASI
4.       Untukmengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
5.       Untukmengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004).

Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bendungan ASI adalah Perawatan Payudara pada Masa Nifas Menurut Depkes, RI (1993) adalah Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara
a.       Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
b.       Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
c.       Telapak tangan menopang payudara pada cara ke – 2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
d.       Menyusui bayi segera setelah lahir, bila memungkinkan tanpa dijadwal (on-demand)(Kapita Selekta Kedokteran 1:323)
e.       Keluarkan ASI dengan pompa /tangan bila produksi ASI terlalu berlebihan bagi kebutuhan bayi (ASI dapat disimpan di Kulkas). (Kapita Selekta Kedokteran 1:323)
f.        Pada payudara yang putting susunya terbenam/datar, dapat dilakukan diperbaiki dengan melakukan gerakat Hoffman, yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk/ ibu jari di areola mammae kemudian di masase ke arah berlawanan saat kehamilan 7 bulan dan dilakukan 2 kali sehari sebanyak masing-masing 30 kali ,dan dapat dengan menggunakan bantuan pompa putting pada  minggu terakhir kehamilan . (Kapita Selekta Kedokteran 1 :324)
g.       Pada payudara dengan putting susu lecet dapat

INFEKSI PAYUDARA / MASTITIS
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada mammae terutama pada primipara. Tanda-tanda adanya infeksi adalah rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus aureus. Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses. Berdasarkan tempatnya infeksi dibedakan menjadi :
a)       Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae.
b)       Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat itu.
c)       Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.
Untuk pencegahan sebaiknya dilakukan perawatan puting susu pada laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu dengan minyak baby oil sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu juga memberi pertolongan kepada ibu menyusui bayinya harus bebas infeksi dengan stafilococus. Bila ada luka atau retak pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan, dan air susu dapat dikeluarkan dengan pijitan.
Untuk pengobatan yaitu segera setelah mastitis ditemukan pemberian susu pada bayi dihentikan dan diberikan pengobatan sebagai berikut :Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari., sangga payudara, kompres dingin, bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan, bila ada abses atau nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit mungkin pada abses, dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ketengah abses, agar nanah bisa keluar. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus.
Jika terdapat masa padat, mengeras dibawah kulit yang kemerahan : Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari. Untuk dariain abses : Anestesi umum dianjurkan, lakukan insisi radial dari batas puting ke lateral untuk menghindari cidera atau duktus, gunakan sarung tangan steril, Tampon longgar dengan kasa, lepaskan tampon 24 jam ganti dengan tampon kecil. Jika masih banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang dan buka tepinya, yakinkan ibu tetap menggunakan kutang, berikan paracetamol 500 mg bila perlu dan evaluasi 3 hari.
·         Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
·         Menggigil
·         Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
·         Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
·         Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
·         Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
a)       Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
b)       Puting lecet.
c)       Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
d)       Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
e)       Pengosongan payudara yang tidak sempurna
f)        Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
g)       Ibu atau bayi sakit.
h)       Frenulum pendek.
i)         Produksi ASI yang terlalu banyak.
j)         Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
k)       Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
l)         Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan kulit, dan lain-lain.
m)     Penggunaan krim pada puting.
n)       Ibu stres atau kelelahan.
o)       Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Pencegahan
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
a)       pengobatan dengan antibiotik tidak  memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
b)       terjadi mastitis berulang
c)        mastitis terjadi di rumah sakit
d)       penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.

Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat.

d.       THROMBOPHLEBITIS
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.
Penjalaran infeksi melalui vena. Sering terjadi dan menyebabkan kematian. Dua golongan vena yang memegang peranan yaitu:Vena-vena dinding rahim ligamen Latum (vena ovarica, vena uterina, dan vena hipogastrika) atau disebut tromboplebitis pelvic dan Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea, dan saphena) atau disebut tromboplebitis femoralis.
1)       Tromboplebitis pelvic
Yang paling sering meradang adalah vena ovarica, karena pada vena ini mengalirkan darah dari luka bekas plasenta. Penjalarannya yaitu dari vena ovarica kiri ke vena renalis, vena ovarica kanan ke cava inferior
2)       Tromboplebitis femoralis
Daritrombophelebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis sendiri. Penjalaranthrombophebitis vena terin. Akibat parametritis : thrombophlebitis pada vena femoralis mungkin terjadi karena alirandarah lambat didaerah lipat paha karena vena tertekan ligameninguinale. Thrombophlebitisfemoralis terjadi oedem tungkai yang mulai pada jari kaki dan naik ke kaki, betis, dan paha. Biasanya hanya 1 kaki yang bengkak tapi kadang keduanya. Penyakit ini dikenal dengann nama phlegmasia alba dolens (radang yang putih dan nyeri)

Penyebab
·         Perubahan susunan darah
·         Perubahan laju peredaran darah
·         Perlukaan lapisan intema pembuluh darah
Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta kadar fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah meningkat sehingga memudahkan timbulnya pembekuan.
Faktor predisposisi
·         riwayat bedah kebidanan
·         usia lanjut
·         multi paritas
·         varices
·         infeksi nifas
Trombosis bisa terdapat pada vena-vena kaki juga pada vena-vena panggul. Trombosis pada vena-vena yang dekat pada permukaan biasanya disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Adanya septikhema, dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.

Klasifikasi
Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.
Gejala
·         Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
·         Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :
o    Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
o    Suhu badan naik turun secara tajam (36á”’C-40á”’C)
o    Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
o    Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke paru-paru
o    Gambaran darah
§  Terdapat leukositosis
§  Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
§  Pada pemeriksaan dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika

Komplikasi
·         Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia
·         Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria
·         Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan.
Penanganan
·         Rawat inap, penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
·         Therapi medik, pemberian antibiotika  atau pemberian heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
·         Therapi operati , peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan heparisasi

e.       LUKA PERINIUM
Luka akan menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan getah bernanah.

Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, selaput dara, serviks, portio, septum rektovaginalis akibat dari tekanan  benda tumpul. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu di evaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi, sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus, perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteli atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti perdarahan dihentikan segera dengan menggunakan ligase atau penyempitan pembuluh darah

Ruptur Perineum
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain : bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.

Indikasi
Ruptur perineum spontan
Faktor Ibu
a.       Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab  paling sering).
b.       Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
c.       Partus diselesaikan secara tergesa- gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
d.       Edema dan kerapuhan pada perineum.
e.       Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.
f.        Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi kearah posterior.
g.       Perluasan episiotomi.

Faktor Bayi
1)             Bayi yang besar.
2)             Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior.
3)             Kelahiran bokong.
4)             Ekstaksi forceps yang sukar.
5)             Distosia bahu.
6)             Anomaly kongenital, seperti hydrocephalus.

Derajat robekan perineum
Robekan perineum ini di bagi menjadi empat, yaitu robekan derajat 1,2,3, dan 4.
Derajat 1
:
Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan  kulit perineum tepat dibawahnya.
Derajat 2
:
Robekan derajat kedua meliputi mukosa vagina,  fauchette posterior, kulit perineum,otot perineum.
Derajat 3
:
Robekan derajat ketiga meluas sampai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna.
Derajat 4
:
Robekan derajat keempat mengenai mukosa vagina, fauhette posterior, kulit perineum, otot perineum,otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.

Penanganan ruptur perineum dan robekan vagina (dilakukan oleh yang sudah berpengalaman terutama dokter kandungan). Robekan derajat pertama ini kecil dan diperbaiki seseerhana mungkin. Tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata- rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak dilakukan penjahitan angka 8. Jahitan ini kurang disimpul secara longgar paling baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenangkan bagi pasien.
Robekan perineum yang melebihi derajat 1 harus di jahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum placenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan placenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu plasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara lithotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan ditentukan secara seksama. Pada robekan perineum derajat 2 setelah diberi anestesi lokal, otot- otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan- jaringan bawahnya.

PERDARAHAN POST PARTUM DAN PENANGANNYA
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 350 atau 500-600 ml selama 24 jam setelahbayi lahir. Sedangkan menurut Williams (1998) yang dinamakan Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah > 500 ml dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Tahap perdarahan Post Partum
1.       Early post partum (primer), terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2.       Late post partum (sekunder), terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
3 Hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan Post Partum :
1.       Menghentikan perdarahan
2.       Mencegah timbulnya syok
3.       Mengganti darah yang hilang
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan Post Partum
1.       Atonia uteri
a.       Definisi
Gagalnya uterus berkontraksi dengann baik setelah persalinan
b.       Penyebab
1)       Umur yang terlalu muda/terlalu tua
2)       Paritas (multipara dan grandemulti)
3)       Partus lama
4)       Uterus terlalu regang atau besar (pada gemelli,bayi besar)
5)       Kelainan uterus
6)       Faktor sosial ekonomi
c.       Penanganan
1)       Segera lakukan massage uterus dan suntikan ergometrin secara IV.
2)       Jika tindakan ini tidak berhasil lakukan kompresi bimanual pada uterus.
2.       Retensio plasenta
a.       Definisi :
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalamwaktu lebih dari 30 menit setelah bayi lahir
b.       Penyebab :
Plasenta belum lepas dari dinding uterus, menurut perlekatannya dibagi mejadi:Plasenta normal, Plasenta adhesiva, Plasenta inkreta, Plasenta akreta, Plasenta prekreta dan Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
c.       Penanganan :
1)       Manual plasenta
2)       Perasat Crede
3)       Perasat Brant
3.       Inversio Uteri
a.       Definisi :
Keadaan dmn keadaan fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri.
b.       InversioUteri di bagi menjadi :
1)       Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruangan rongga rahim
2)       Inversio uteri sedang : fundus uteri terbalik dansudah masuk dalam vagina
3)       Inversio uteri berat : uterus danvagina smuanya terbalik dansebagian udh keluar vagina
c.       Penyebab :
1)       Uterus lembek, lemah, tipis dindingnya
2)       Grandemultipara
3)       Kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah)
4)       Tekanan intra abdominal yang tinggi (ex. Mengejan / batuk)
d.       Penanganan :
1)       Perbaiki KU ibu
2)       Berikan Oksigen
3)       Infus IV cairan elektrolit dan transfusi darah
4)       Setelah itu lakukan reposisi dengan anestesi umum

4.       Sebagian plasenta yang tertinggal (plasenta restan)
Sebab-sebab plasenta belum lahir adalah kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus, karena atonia uteri atau salah penanganan pada kala III sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.

 Tanda Dan Gejala
Pada perdarahan post partum dan akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Gejala yang lain adalah uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Gejala dan tanda yang selalu ada :
1. Plasenta atau selaput yang mengandung pembuluh darah tidak lengkap
2. Perdarahan segera Perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari proses telah banyak kehilangan darah.

DIAGNOSA
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa lengkapan plasen ta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk memastikannnya dengan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik yang ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim dianggap baik sebagai sisa plasenta yang yang tertinggal dalam rahim.
a)    Anamnesis, Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b)    Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c)    Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
d)    Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktorlain.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
a)       Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
b)       Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
c)        Sepsis
d)       Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan
·          Perdarahan
·         Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta.

PATOFISIOLOGI
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot  terus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerahtempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
a)       Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b)       Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c)        Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
d)       Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit daritempat implantasinya.


GANGGUAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
a.       Post Partum Blues
Post partum blues merupakan gangguan psikologis ringan yang sering terjadi pada minggu pertama. Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan yang terjadi setelah melahirkan, biasanya muncul sementara waktu yatu pada hari kedua setelah kelahiran bayi hingga 2 minggu post partum. Gejala yang sering timbul adalah :
a)       Tidak sabar
b)       Tidak percaya diri
c)       Menangis tanpa sebab
d)       Cemas tanpa sebab
e)       Sensitif
f)        Merasa kurang menyayangi bayinya
g)       Mudah tersinggung
Disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari smp 2 minggu sejak kelahiran bayi.Sebetulnya ini hal yang normal danakan hilang dengan sndarinya sekitarnya 10-14 hari setelahh melahirkan.
Etiologi :
a.       Perubahan Hormon
b)       Stress
c)       Ketidaknyamanan fisik
d)       ASI tidak keluar
e)       Kelelahan pasca kelahiran
f)        Suami yang tidak mau membantu
g)       Problem dengan orang tua dan mertua
h)       Takut kehilangan bayi atau rasa memiliki bayi yang terlalu dalam
i)         Bayi sakit
j)         Rasa bosan si ibu dan problem sibling rivalry
Adakalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang hal ini menyebabkan depresi post partum.

Cara mengatasi post partum blues yaitu :
a)       Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
b)       Dengan cara peningkatan support mental atau dukungan keluarga

b.    Depresi Post Partum
Definisi menurut Hadi (2004) dikatan depresi post partum adalah perasaan tidak ada harapan lagi dan pengalaman yang menyakitkan. Sedangkan pengertian lain dari depresi post partum adalah gangguan alam perasaan (emosi, fisik dan spiritual) yang terjadi dalam bulan-bulan pertama .

Prediktor :
a.       Depresi pranatal
b.       Stres mengasuh anak & hidup
c.       Kurangnya dukungan sosial
d.       Kecemasan pranatal
e.       Kepuasan perkawinan
f.        Riwayat depresi sebelumnya
g.       Status sosek & Tempramen bayi

Gejala :
a.         Merasa bosan dansedih atau menangis sesudah melahirkan.
b.         Mudah marah, tersinggung dan perasaan lebih sensitif kala melihat bayi menangis, sering muntah, tanpa sadar kadang suka memarahi sang bayi.
c.         Merasa tersinggiung, bersalah, danmalu selama di RS.
d.         Nafsu makan hilang, dan takut menyentuh bayi
e.         Tidak ada perhatian untuk penampilan pribadi
f.          Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau berdebar-debar.

Penanganan :
a.       Pelajari diri sendiri
b.       Tidur danmakan yang cukup
c.       Olah raga
d.       Hindari perubahan hidup sbelum dan sudah melahirkan
e.       Beritahukan perasaan anda
f.        Dukungan keluarga danorang lain
g.       Persiapan diri dengan baik
h.       Lakukan pekerjaan rumah tangga
i.         Dukungan emosional

c.       Post Partum Psikosa
Adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.


Penyebab
Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.

Gejala yang sering terjadi adalah:
1.       Delusi
2.       Halusinasi
3.       Gangguan saat tidur
4.       Obsesi mengenai bayi

Gambaran Klinik
1.       Terkena perubahan mood secara dariastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat.
2.       Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat.

Pencegahan
Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.

Saran kepada penderita untuk:
1.       Beristirahat cukup
2.       Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang
3.       Bergabung dengan orang-orang yang baru
4.       Bersikap fleksible
5.       Berbagi cerita dengan orang terdekat
6.       Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

Penanganan
1. Farmakologis. Penanganan dalam tingkat dini terdiri atas psikoanalisis dan obat-obat sedatif dalam dosis tinggi (konsultasi dengann Dokter, Psikolog, Psikiater)
2. Tenaga kesehatan
a.       Yakinkan calon ibu bahwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan wajar sejak kunjungan awal ANC.
b.       Ajarkan dan berikan latihan-latihan relaksasi otot dan pernafasan
c.       Hindari kata-kata yang mematahkan semangat klien
d.       Tetap jaga wibawa, bila pasien mencoba melucu (tidak ikut tertawa saat pasien mencoba menarik kita untuk tertawa)
e.       Perhatikan adanya kelainan-kelainan fisik
f.        Tinjau keluarga untuk menlihat toleransi dan penerimaan/pengertian terhadap kondisi pasien serta untuk terapi dan pengawasan selanjutnya.

Perjalanan penyakit dan pengobatan
1.       Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada penyebab penyakit
2.       Keparahan psikosis post partum mengharuskan diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan rawat inap.

3.       Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa. Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang. Wanita lain yang memerlukan terapi adalah mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.

Antidepresan
a)       Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi melabihi risikonya.
b)       Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresif.
c)       Efek samping pada ibu adalah hipotensi ortostatik dan konstipasi. Sedasi juga sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitan dengan depresi
d)       Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yang semakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin, menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi. Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.

Antipsikotik
a)       Wanita dengan sindariom-sindariom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif, atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan.
b)       Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.
c)       Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.
d)       Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dan tioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.

e)       Litium. Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan. Selain kekhawatiran tantang teratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit. Pernah dilaporkan toksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
f)        Benzidiazepin. Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk.
g)       Diazepam mungkin menyebabkan depresi neurologis berkepanjangan pada neonatus apabila pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
h)       Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy / ECT). Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis.




HEALTH EDUCATION

A.      Personal hygiene
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi.

Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil. Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan kering.Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea.

Kebersihan rambut
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan rambut akibat gangguan perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi lebih tipis dibandingkan keadaan normal. Jumlah dan lamanya kerontokan berbeda-beda antara satu wanita dengan wanita yang lain. Meskipun demikian, kebanyakan akan pulih setelah beberapa bulan. Cuci rambut dengan conditioner yang cukup, lalu menggunakan sisir yang lembut.Hindari penggunaan pengering rambut.

Kebersihan kulit
Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan merasakan jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering.

Kebersihan vulva dan sekitarnya.
a.        Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
b.        Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
c.        Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
d.        Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci menggunakan sabun.

B.      Perawatan Perineum
Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada luka jahitan maupun kulit. Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kenudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjukan untuk mencuci tangan.Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur dibawah sinar matahari dan disetrika.

Waktu Perawatan Luka perineum
1)      Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2)      Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.


3)      Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan (Wilujeng, 2011).
·         Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
·         Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
·         Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
·         Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci menggunakan sabun.
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kenudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjukan untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur dibawah sinar matahari dan disetrika.

C.     Nutrisi
Dalam masa nifas ibu membutuhkan gizi yang cukup. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada jumlah ASI yang dihasilkan, ibu menyusui disarankan memperoleh tambahan zat makanan 800 Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktifitas ibu itu sendiri. Sebuah teori, maternal depletion syndrome menyatakan bahwa status gizi ibu setelah peristiwa kehamilan dan persalinan, kemudian diikuti masa laktasi, tidak segera pulih dan ditambah lagi pemenuhan gizi yang kurang, jumlah paritas yang banyak dengan jarak kehamilan yang pendek, akan menyebabkan ibu mengalami drainage gizi. Akibatnya ibu akan berada dalam status gizi yang kurang dengan akibat lebih lanjut pada ibu dan anaknya. Oleh karena itu, ibu yang menyusui anaknya harus diberikan pengetahuan tentang gizi.
Soal gizi ibu hamil maupun nifas, di mana bila gizi yang dibutuhkan, hampir mirip, tetap berpedoman pada 4 sehat 5 sempurna dengan menu seimbang. Kuantitas dan kualitas makanan ibu yang baik pada saat hamil maupun mana nifas akan mempengaruhi produksi ASI. Jika keadaan gizi ibu baik secara kuantitas, akan terproduksi ASI lebih banyak daripada ibu dengan gizi kurang. Sedangkan secara kualitas tidak banyak dipengaruhi kecuali lemak, vitamin dan mineral.
Pada dasarnya menu untuk ibu hamil dan menyusui porsi makan baik nasi maupun lauk pauknya lebih banyak daripada sebelum hamil dan menyusui. Pesan penting bagi ibu menyusui, antara lain:
a.    Banyak makan sayuran yang beragam dan banyak minum sedikitnya 8 gelas sehari,
b.    Pemakaian bumbu jangan terlalu merangsang, tidak pedas,
c.    Tetap memperhatikan kecukupan gizi rata-rata dianjurkan (2900 k.kal.)

Fungsi gizi pada ibu nifas, yaitu:
o   Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan / perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak
o   Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari atau aktivitas
o   Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain
o   Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (protein)
o   Berguna untuk cadangan dalam tubuh
o   Berguna untuk proses produksi ASI yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan
o   Untuk pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan

Manfaat Gizi pada ibu masa nifas
Manfaat gizi pada ibu masa nifas sangat penting karena ibu yang melahirkan akan memerlukan waktu untuk memulihkan kembali kondisinya dan mempersiapkan ASI sebagai makanan pokok untuk bayinya. Untuk keperluan metabolisme, tubuh memerlukan nutrisi atau gizi. Kebutuhan pada ibu masa nifas terutama yang menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses kesembuhan setelah melahirkan dan untuk memproduksi air susu untuk menyehatkan bayi. Selain itu, ibu nifas juga memerlukan diet yang seimbanguntuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan memulai proses pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori ditingkatkan sampai 2700 kalori perhari. Sedangkan untuk asupan cairan ditingkatkan sampai 3000 ml perhari (susu 1000 ml).
Suplemen zat besi dapat diberikan pada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran

Ibu menyusui harus :
1.       Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2.       Makan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup.
3.       Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
4.       Minum Vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan Vitamin A kepada bayinya melalui ASInya.
5.       Sesudah satu bulan pasca persalinan, makanlah makanan yang mengandung kalori cukup banyak untuk mempertahankan berat badan si ibu.
6.       Jika ibu ingin menyusui bayi kembar dua, kembar tiga atau bayi baru lahir beserta dengan kakaknya yang balita ibu meembutuhkan kalori Iebih banyak dari pada ibu menyusui satu bayi saja. Jika ibu ingin menurunkan berat badan batasi besarnya penurunan tersebut sampai setengah kilogram perminggu. Pastikan diet ibu mengandung 1500 kalori dan hidrusi diet cairan atau obat-obatan pengurus badan.
7.       Penurunan berat badan lebih dari setengah kilogram perminggu dan pembatasan kalori yang terlalu ketat akan rnengganggu gizi dan kesehatan ibu serta dapat membuat ibu memproduksi ASI lebih lanjut.

D.     Istirahat
Bidan tetap mendampingi ibu selama 2 jam setelah pesalinan. Dalam masa nifas bidan dianjurkan untuk menanyakan tentang perasaan ibu. Biasanya ibu merasa capek dan lemas. Ibu dan bayi diberikan kesempatan untuk beristirahat. Saat ibu masih merasa lemas, promosi kesehatan dapat diberikan melalui keluarga ibu nifas, misanya keluarga pasien diberitahukan bawa ibu boleh minum dan makan ringan setiap waktu, bangun bila mau kencing dan sebagainya. Baru setelah ibu merasa lebih baik dan bersedia diberikan pendidikan kesehatan, bidan diperkenankan untuk memberikan pendidikan kesehatan. Itupun sedikit demi sedikit sesuai kemampuan ibu. Pendidikan kesehatan yang diberikan misalnya setelah melahirkan ibu boleh makan seperti biasa, setiap hari minum air putih minimal 8 gelas, ibu diajari cara menyusui dan perawatan payudara, gizi ibu nifas dan sebagainya. Diharapkan dengan memberikan promosi kesehatan pada ibu nifas, ibu nifas dapat menghadapi masa nifas dengan baik dan normal.
Istirahat yang memuaskan bagi ibu yang baru melahirkan merupakan masalah yang sangat penting sekalipun tidak mudah dicapai. Keharusan ibu untuk beristirahat sesudah melahirkan memang tidak diragukan lagi, kehamilan dengan beban kandungan yang berat dan banyak keadaan yang mengganggu lainnya, pekerjaan bersalin, bukan persiapan yang baik dalam menghadapi kesibukan yang akan terjadi. Padahal hari-hari postnatal akan dipenuhi oleh banyak hal, begitu banyak yang harus dipelajari, ASI yang diproduksi dalam payudara, kegembiraan menerima kartu ucapan selamat, karangan bunga, hadiah-hadiah serta menyambut tamu dan juga kekhawatiran serta keprihatinan yang tidak ada kaitannya dengan situasi ini. Jadi, dengan tubuh yang letih dan mungkin pula pikiran yang sangat aktif, ibu sering perlu diingatkan dan dibantu agar mendapatkan istirahat yang cukup. Kegunaan atau fungsi dari Tidur yang cukup :
1.       Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru.
2.       Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh.
3.       Mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian.
4.       Meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan penyakit.
5.       Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik.

Pola istirahat, yaitu:
a.    Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
b.    Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c.    Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam berbagai hal :
1.       Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2.       Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3.       Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri
4.       Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang istirahat dapat mengurangi produksi ASI , memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan, menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayinya (Saifudin AB, 2002 : N – 25).

Setelah menghadapi ketegangan dan kelelahan saat melahirkan, usahakan untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur. Kebutuhan istirahat dan tidur harus lebih diutamakan daripada tugas-tugas rumah tangga yang kurang penting. Jangan sungkan untuk meminta bantuan suami dan keluarga jika ibu merasa lelah. Istirahat juga memberi ibu energi untuk memenuhi kebutuhan makan dan perawatan bayi sering dapat tidak terduga. Pasang dan dengarkan lagu-lagu klasik pada saat ibu dan bayi beristirahat untuk menghilangkan rasa tegang dan lelah.

E.      Ambulasi
            Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat dirumah sakit dapat berpartisipasi kecuali dikontraindikasikan oleh kondisi pasien.
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002)
Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa tergesa-gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis (Hin Chiff, 1999)
            Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier (1995 dalam Asmandi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.

Tujuan
1.       Untuk memenuhi kebutuan aktivitas
2.       Memenuhi kebutuhan ambulasi
3.       Mempertahankan kenyamanan
4.       Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas
5.       Mempertahankan control diri pasien
6.       Memindahkan pasien untuk pemeriksaan

Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah :
Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a)       Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b)       Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c)       Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi / perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d)       Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e)       Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria
f)        Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g)       Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal, nyeri yang hebat.